43 - Cuarenta Y Tres

10.5K 903 70
                                    

"Aku sedang bekerja," kata Askari Tanuwidjaja dengan jujur karena ia sedang berkutat dengan berkas-berkas pekerjaannya saat ia menerima telepon dari Atha. Ia masih melanjutkan pekerjaannya setelah makan siang di suite yang ia tempati. Saka sedang duduk di sebuah meja yang menghadap ke jendela besar dimana pemandangan Eiffel Tower dan Seine River terlihat. Dari suite itu juga Saka bisa melihat Pont Alexander III Bridge dan hanya membutuhkan waktu selama sebelas menit untuknya pergi dari hotel tempatnya menginap, La Parissiane Hotel ke kantor sekaligus residence Perdana Menteri Perancis Tristian Chartier, Hôtel Matignon.

Atha mendesah pelan dan menyadari suaranya bergema di koridor rumah sakit yang sangat sepi. "Yes , I know. Maaf karena menganggu kamu."

Saka melepaskan kacamatanya dan ia terkekeh pelan. "A sister who always disturb her brother. What's happen?"

"Tentang Marvella - "

Saka memejamkan matanya untuk sesaat, "Aku sibuk."

"Kamu bahkan tidak membiarkan aku berbicara. Saka, I'm serious now."

"Jadi kenapa?" tanya Saka sambil meregangkan punggungnya kebelakang.

"Marvella sakit."

Saka meregangkan punggungnya ke belakang. "Yeah, I know. Sekarang dia meminta perhatianku lewat kamu? Great, I can't believe it," jawab Saka dengan cepat. "Kemarin lusa aku sudah memintanya untuk pergi ke dokter, Atha."

"Saka, aku benar-benar tidak tahu apa yang kamu maksud. Sudah tahu kalau Marvella – istri kamu, masuk rumah sakit?"

Punggung Saka menegak saat mendengarnya. "Tidak." Ia kemudian bertanya dengan hati-hati dan meninggalkan pekerjaannya, "Sejak kapan?"

Atha menjawabnya, "Sekarang hari ketiga."

"Tapi Latisha tidak memberi tahu aku," kata Saka setelah beberapa saat. Ia kemudian meminum kopinya dan berdiri. "Dia pasti baik-baik saja, " imbuhnya dan untuk pertama kalinya ia terdengar ragu dengan ucapannya sendiri.

Askari Tanuwidjaja berdecak kesal dan ia memutuskan untuk bertanya, "Is she alright?"

"Awalnya, Marvella melarang aku untuk memberi tahu ke kamu," jawab Atha sambil menatap jauh ke lukisan didepannya.

Saka menjadi semakin bingung, "Kenapa?"

"Saka, mana aku tahu. Ini adalah masalah diantara kalian berdua kenapa kalian tidak menyelesaikannya? Bisa kamu pulang untuk melihat dia?"

Saka menggeleng walau ia tahu Atha tidak bisa melihatnya, "Atha, please understanding me. I am busy."

"She's your wife."

Saka tidak tahu harus berkata apa. "Aku tidak tahu, Atha. Aku benar-benar tidak tahu. It's always happen since I married with her - aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan."

Atha bisa mendengar suara frustasi Saka meski hanya tersambung dengan telepon. Seorang suster melewatinya dan Atha menunggu hingga suster itu pergi cukup jauh dengannya. "Saka, let her go. Nadine sudah menemukan jalannya dan dia sudah memilih kebahagiannya. Kamu tidak mungkin tetap berada di titik yang sama – jika Nadine bisa melanjutkan hidupnya dengan bahagia kenapa kamu tidak?"

Kanianatha menambahkan, "Forgive her, and then you can truly move on."

"Atha, aku tidak bisa. Satu-satunya orang yang ingin kunikahi adalah Nadine – aku sangat membencinya tapi disaat yang sama aku juga ingin tahu kabarnya."

"Kalau begitu kabari dia," kata Atha kepada Saka seolah-olah itu adalah hal yang sangat mudah dilakukan.

"..."

Atha tidak mendengar jawaban dari Saka. "Aku paham sekarang. Hal nomor dua dari kesamaan kamu dan Marvella adalah keras kepala dan ego yang sangat tinggi. Apa karena kesamaan itu akhirnya kalian berdua menikah?"

" ... "

"Aku harap kamu bisa pulang."

"Aku ... Aku tidak tahu," balas Saka dengan pelan. Jadwalnya masih empat hari disini dan ia tidak yakin ia bisa meninggalkan urusannya hanya karena Marvella. Jantungnya berdegu kencang saat ia bertanya ke Atha, "Is she alright?"

"Kamu bilang tidak menyukainya karena keterpaksaan diantara kalian berdua. Dan sekarang kamu menanyakan keadaannya. Saka, aku tidak mengerti."

"Me too."

" .... "

"Saka, aku berkata seperti ini karena kamu dan Marvella adalah kakakku – bisa kalian berhenti saling menjauh ketika ada masalah? Aku tahu kalian butuh waktu untuk menenangkan diri masing-masing. Tetapi bisa kalian saling berbicara untuk menyelesaikan masalahnya? Ya tuhan, kenapa kalian terus mengulangi hal yang sama sejak kalian saling mengenal?"

Atha tidak membiarkan Saka memotong kalimatnya, "Aku tidak mempunyai hak untuk berbicara seperti ini, Saka. Sejak kalian berdua menikah seharusnya aku tidak ikut campur urusan kalian – tetapi biar aku ingatkan satu hal, pernah kamu berpikir ini adalah jalan yang sengaja diciptakan Tuhan untuk kamu?"

....

"Hanya Tuhan yang tahu apa Nadine benar-benar ditakdirkan untuk menjadi pasangan kamu atau tidak, bukannya seperti itu Saka? Setiap dari kita pasti mempunyai jalan hidup yang berbeda, Saka. So stop feeling hopeless and start looking for another way - bukankah itu yang sebaiknya kamu lakukan? You know, sometimes you need to hype up your partner, hanya untuk mengingatkan kepada diri kamu sendiri betapa beruntungnya kamu karena memilikinya dalam hidup kamu."

Atha melihat jam tangan yang ada di pergelangan tangan kanannya dan ia menyadari jam tujuh nanti ia memiliki janji untuk berkonsultasi dengan dokter yang bertanggung jawab atas Marvella. "Dia membaik – setidaknya pagi ini demamnya turun setelah dua malam kemarin demamnya selalu naik. Saka, boleh aku mengatakan ini? Dua malam saat aku menjaganya – Marvella menggigau dan menyebut nama kamu. Aku mendengarnya sendiri walaupun dia mengatakannya dengan lirih - Marvella tidak mengatakannya ke aku kalau dia merindukan kamu yang memedulikannya seperti biasa, tetapi dia mengatakannya saat tidur. Marvella sakit demam tifoid dan dia pingsan dari anak tangga kelima di rumahkalian, seharusnya aku membawanya ke Singapura. Tapi dia tidak mau – lebih tepatnya, dia tidak mengizinkan aku untuk memberi tahu siapapun ataupun dirawat di rumah sakit di Singapura."

"Dia tidak mau ke Singapura? So, hanya ada di Jakarta?"

Atha berjalan pelan mendekat kearah kamar Marvella. "Guardian Center, Saka. Aku akan mengirimkan nomor kamarnya kalau kamu ingin bertemu dengannya – sebagai seorang suami."

Atha memutuskan mengakhiri panggilannya, "Aku sudah selesai. Bye, Sak."

____

RécrireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang