Marvella membuka pintu sepelan yang ia bisa agar tidak menimbulkan suara, ia masuk ke kamar Saka dan mendapati pria yang ia khawatirkan sedang tertidur diatas ranjangnya. Ia menatap sekeliling kamar Saka – tempat yang tidak pernah ia dekati bahkan ketika pertama kali Saka membeli rumah itu – dan cukup maklum ketika pakaian yang sebelumnya dikenakan Saka tercecer di lantai. Marvella mengambil baju-baju itu dan menaruhnya di keranjang kotor sebelum ia lupa untuk melakukannya. Dua jam berlalu sejak kepulangan mereka dari rumah sakit, dan ia masih marah kepada Saka karena pria itu datang ke pameran Benedict dengan kondisi demam yang cukup tinggi. Sesampainya mereka di rumah, ia hanya berpesan kepada Latisha untuk memberikan kompres kepada Saka sebelum ia masuk ke kamarnya sendiri.
Marvella mendekati ranjang Saka dan melihat wajah pria itu yang pucat dan seringkali mengernyitkan dahinya. Ia menggelengkan kepalanya tak percaya saat menyadari ada laptop yang masih menyala dan terbuka layarnya disamping pria itu. Ia kira Saka akan langsung tertidur setelah apa yang dilakukannya, yaitu menyetir cukup lama ke pameran Benedict. Marvella memutari ranjang dan mengangkat laptop itu. Ia tidak menutupnya terlebih dahulu sebelum mengangkat benda itu, jadi layarnya yang semula hitam menjadi menyala dan menampilkan sebuah halaman email. Marvella segera menurunkan layarnya sebelum ia membaca lebih lanjut.
Marvella meletakkan punggung tangannya ke dahi Saka untuk memeriksa suhu tubuhnya – tidak sepanas dua jam yang lalu. Ia kemudian meraih sebuah baskom yang berisi air hangat – cukup hangat dan masih bisa untuk mengganti kompresan. Marvella mengambil handuk putih kecil yang ada diatas dahi Saka dan menggantinya dengan yang baru – gerakannya yang masih memeras handuk berhenti saat tangan Saka yang terlipat tiba-tiba turun ke sisinya. Marvella tidak berani bergerak saat mata Saka tiba-tiba membuka dan mereka saling bertatapan untuk beberapa saat. "Ada apa?" tanya Saka dengan lemas.
Penerangan yang hanya berasal dari lampu tidur yang ada di kepala ranjang di kamar itu membuat Saka bisa melihat siapa yang sedang ada di kamarnya dan menggantikan kompres ini. Wanita yang sedang duduk di pinggiran ranjangnya tidak langsung menjawab dan memilih untuk kembali memeras handuk putih yang sedang dipegangnya.
"Ingin melihat demam kamu," jawab Marvella dan ia memandang dalam mata hitam milik Saka. "Kamu lapar?"
Saka menggeleng lemah dan sedikit menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku. Marvella kembali berkata, "Go sleep, Sak. Demam kamu sudah turun tapi kamu harus tetap tidur – it's twelve."
Susah payah Saka mengeluarkan suaranya, "Hmm, kamu akan tidur disini?"
"Aku hanya melihat kamu," jawab Marvella dengan pelan agar pria itu bisa mendengarnya.
"Temani aku, L."
Marvella menatap Saka dan menggeleng dengan ragu. "Tapi ini kamar kamu."
Saka berdeham karena rasa kering di mulutnya, "Ya aku tahu, tapi bisa temani aku malam ini?"
"Aku bisa ketularan."
Saka merasa matanya semakin memberat, "Kamu tidak ingin disini?"
" ... "
Marvella tidak tahu apa yang harus ia lakukan karena rasa bimbang di hatinya. "Kamu masih marah? Maafkan aku, L."
Rasa kantuknya semakin menguat dan ia tidak yakin apa ia benar-benar mengucapkan kalimat terakhir yang ada di kepalanya. "Hanya untuk malam ini, L."
Marvella melihat sendiri bagaimana mata Saka perlahan menutup setelah bergumam, ia meletakkan tangannya diatas rambut Saka dan membelainya dengan lembut. Ditaruhnya handuk basah itu ke dahi Saka dan ia berdiri untuk memerbaiki selimut yang menutupi tubuh Saka.
Ia begitu mencintai suaminya, sahabatnya, cinta pertamanya – pria yang lima menit lalu mengigau nama mantan tunangannya saat ia masuk ke kamar ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Récrire
Literatura FemininaRécrire | Galaxy's Series #2 ©2019 Grenatalie. Seluruh hak cipta.