46 - Cuarenta Y Seis

9.8K 781 38
                                    

"Sementara saya ke rumah sakit, kamu bisa kembali ke rumah untuk istirahat sebentar, Darek."

Darek yang sedang berjalan disamping Saka setelah keduanya turun dari pesawat kemudian memerhatikan Saka. "Saya bisa langsung ke kantor, Sir."

"Take a rest for a few hours, kamu tidak jetlag?"

Darek tidak menjawabnya untuk beberapa saat. Ia sudah menghabiskan sembilan jam terakhir penerbangan mereka sebelum mendarat dengan tidur – sementara ia tahu sendiri Saka hanya tidur selama lima jam karena pekerjaannya yang begitu banyak, itupun secara selang-seling. "Saya akan menunggu di kantor, Sir. Bukannya Anda ingin - "

"Biarkan Michel yang menemani saya di Singapura nanti, Darek."

Darek mempersilahkan Saka terlebih dahulu untuk masuk ke mobil yang telah menunggu keduanya. Darek menunggu hingga mobil itu berjalan meninggalkan bandara, "Saya kira itu bukan ide yang bagus mengingat Michel harus mencari data tentang tech start-up yang Anda inginkan, bukan?"

" ..."

"Saya akan kembali ke kantor untuk menyiapkan penerbangan Anda selanjutnya, Sir."

Saka menggeleng tanda ia tak setuju. "Jetlag, Darek."

"Saya bisa, Sir."

Saka yang hendak memejamkan matanya untuk beristirahat mengurungkan niatnya. Ia memandang Darek yang terlihat biasa saja – ia tahu sekretarisnya, Darek Iram adalah pria yang memiliki kebiasaan bekerja terlalu keras hingga mempunyai insomnia akut. "Saya memberi kamu lima jam untuk istirahat, saya bukan atasan yang kejam, Darek. Kalau kamu tetap datang ke kantor – saya akan meminta satpamnya untuk memblokir akses masuk kamu. Paham?"

____

Marvella membuka matanya dengan perlahan dan menggeliatkan badannya setelah menyadari bahwa ia baru saja tertidur setelah sarapan. Ia berniat memanggil Latisha, namun ia mengurungkan niatnya saat menyadari suara orang berbicara dan mendapati seorang pria yang ia kenal duduk di sofa yang ada diruangannya. Dari posisinya, Marvella melihat suaminya – Saka yang tengah menelepon seseorang dengan sebuah laptop yang menyala didepannya. Ia memandang kemeja putih yang pria itu pakai, terlihat kusut setelah ia menyadarinya beberapa saat.

Marvella kemudian memejamkan matanya lagi setelah sadar hanya ada dua orang di ruangan itu – pria itu belum tahu kalau ia sudah terbangun. Marvella kemudian mendengar pembicaraan Saka yang tertangkap telinganya.

" – pastikan mereka menerima investasiku, Darek. Hanya itu yang saya inginkan."

" ... "

" – tawar mulai dari harga terendah. Ada berapa investor yang ada di perusahaan itu?"

" ... "

Saka mengangguk paham saat mendengar Darek menyebutkan dua nama mitra firma digital yang akan ia beli. "Oke, tawar dua puluh juta Euro."

Marvella mengerjapkan matanya, tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. Ia mendengar nada tenang pria itu mengenai transaksinya yang seolah – olah ia hanya sedang membeli macaron.

" – kemudian gabungkan dengan pembuat perangkat lunak dari Seoul. Kalkulasikan berapa yang bisa dihasilkan jika itu juga digabung dengan perusahaan baru di Roseville. Baru lakukan IPO di Bursa Efek Shanghai bulan depan."

Marvella tidak sadar saat ia menahan napasnya karena mendengar kata-kata pria itu. " ... "

" – berikan Terry Saputra saham kelas A, dan sebar berita-berita dimanapun untuk menaikkan harga sahamnya. Wait – Darek, kontak saja stasiun televisi yang setidaknya ada afiliasi dengan Cassandra atau Phillip."

"Saya tidak gila Darek. Nanti setelah saya di Singapura ingatkan saya untuk membicarakan kemungkinan membuat perusahaan bayangan di London untuk transaksi ini."

"Satu jam lagi aku pergi. Let's meet this night, Darek."

"...."

"Suster baru saja memberitahuku kalau dia baru saja tidur karena obatnya. Aku akan menunggunya hingga bangun."

"...."

" – dengan cara lain tentu saja. Maaf mengganggu waktu kamu Darek. Saya tambahkan satu jam lagi sebagai kompensasinya."

" ... "

"Kamu sudah bangun, L?" kata Saka yang secara tiba-tiba berdiri di samping ranjang Marvella. Keduanya berpandangan cukup lama dan Marvella tidak bisa berkata-kata karena rasa terkejut yang masih menguasainya, ia terlihat seperti orang bodoh saat melihat wajah tampan Saka walau kantung mata hitam terlihat jelas di bawah mata pria itu.

Marvella kembali menutup matanya dan membukanya kembali. Tapi tetap saja sosok itu ada didepannya – ia kemudian beranggapan kalau ia menjadi bodoh hanya karena kehadiran Saka.

"Berhenti menutup mata kamu, Marvella. Aku sudah tahu kamu bangun."

"I am angry with you," kata Marvella sambil kembali memejamkan matanya. Ia ingin menarik selimut yang menyelimutinya untuk menutupi tubuhnya hingga kepalanya, namun tangan Saka lebih cepat menahannya.

"Kamu tertidur cukup lama," gumam Saka sambil duduk di kursi yang ada di samping Marvella. Tangannya tetap menahan selimut agar tidak menutupi wajah Marvella. "Kamu mau tidur lagi? Kita harus segera berangkat ke Singapura."

"Tidak mendengar kalau aku sedang marah, ya?"

"Kenapa kamu marah?" tanya Saka menaikkan alisnya.

"Aku mendengarnya dari Dokter Raynand, Saka. For the god sake, aku mengetahuinya dari orang lain. Not from you, sesusah itu untuk menghubungiku langsung? Kamu bahkan tidak membalas pesanku – aku rutin mengirim pesan ke ponsel kamu tapi kenapa kamu tidak membalasnya sama sekali!" kata Marvella dengan nada kesal. Ia bahkan menaikkan suaranya untuk memastikan Saka mendengar setiap kata yang keluar dari mulutnya.

" ... "

"Sak, I'm waiting you. Dan biar aku beri tahu sebelum kamu membawaku pergi, aku sudah sembuh. I don't need to go to Singapore. Kamu sudah bertemu dengan dokter yang merawatku? Demam dan diareku sudah tidak ada – kenapa aku harus ke Singapura?"

"Kita tetap akan pergi, setidaknya check-up ke Singapura jika kamu benar-benar sudah sembuh," kata Saka. "Kalau begitu kamu tahu kalau aku juga marah? You didn't tell me ketika kamu masuk rumah sakit. Mungkin aku tidak akan mengetahui kalau bukan Atha yang menghubungi aku."

Marvella kemudian menatap Saka yang terlihat lelah dan mengalihkan pembicaraan mereka. " Kamu tidak tidur sama sekali sejak kapan?"

Saka menjawab, "Hanya sempat tidur sebentar karena aku harus teleconference dengan para investor yang sebenarnya harus meeting denganku."

"You need to take a rest. Aku juga butuh tidur. Pilihan bagus, bukan?" kata Marvella kepada Saka dengan tenang.

"Marvella," Saka mulai kesal karena wanita yang ada didepannya sangat keras kepala. Rahang Saka mengeras, ia kemudian menundukkan wajahnya dan membuat jarak keduanya semakin dekat.

Mata Marvella mengerjap saat ia melihat sendiri bagaimana Saka menundukkan wajahnya dan membuat jarak antara keduanya semakin menipis. Ia bertanya, "Kamu mau apa ? You wanna kiss me?"

Saka tersenyum tipis, "Marvella, kita terlambat dari jadwal. Darek sudah menyiapkan helikopter untuk keberangkatan kita. Kita akan berangkat dengan helikopter karena kamu terlalu lama tidur, that is the final decision."

Saka kemudian menegakkan tubuhnya dan membuat tangan Marvella yang berniat merangkul lehernya mengambang begitu saja. "Wake up, L. Cause I don't wanna kiss you now or later, never. Berhenti membayangkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi."

___

RécrireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang