45 - Cuarenta Y Cinco

10.5K 779 22
                                    

Latisha membuka pintu kamar dimana Marvella dirawat dan ia mendapati wanita yang ia panggil sedang duduk bersandar di kepala ranjang. "Selamat sore, Non."

"Sore, Mbak."

Dibelakang Latisha, tiga orang ikut masuk. Dua diantaranya berjas putih dan seorang suster yang ikut menemani Dokter Raynand untuk jadwal follow up pasiennya. "Selamat sore, Ibu Marvella."

Latisha menerima uluran buku yang awalnya sedang Marvella baca, sementara itu Marvella tersenyum kepada dokter yang akan memeriksanya. "Sore."

Dokter Raynand kemudian berjalan mendekati ranjangnya dan memakai kacamata yang awalnya ia simpan di saku jasnya. Ia memasang stetoskop ke telinganya, "Ada hal lain yang Anda rasakan sore ini?"

"I'm feeling good. Siang tadi demamku sudah turun, tapi aku masih merasa lemas."

Raynand kembali bertanya kepada Marvella, "Anda masih merasa mual?"

"Iya, dan tadi aku hampir memuntahkan makanan dan obatku."

Marvella menatap menyelidik ke Raynand dan berbicara santai kepada pria itu, "Sekarang semakin bertambah ketika kamu berbicara formal seperti ini. Kamu mau terlihat keren di mata suster, ya? Dasar tukang pamer."

Raynand Segara tersenyum mendengar gurauan Marvella. Ia masih tidak menyangka wanita yang berbeda lima tahun dengannya ini sekarang menjadi pasiennya, "Mendengar kamu berbicara seperti ini artinya kamu membaik, El."

"Seperti yang kubilang, aku merasa lebih baik."

Raynand kemudian melihat map yang disodokan oleh suster yang ada disampingnya dan membacanya dengan cepat. "Sudah tidak diare, ya? Saya akan tetap memberikan antibiotiknya untuk hari ini, Ibu Marvella."

"Silahkan tetap berbicara formal dan pamer lagi kepada yang lainnya, Dokter. Kapan aku bisa pulang?"

Raynand kemudian berkata kepada Marvella, "Saya harus melihat perkembangan Anda terlebih dahulu, Marvella."

"I need to go home, aku sudah merasa baikan. Apa itu kurang?"

"Beberapa tahun berlalu dan kamu semakin keras kepala," kata Raynand dengan pelan namun Marvella bisa mendengarnya. Raynand melanjutkan, " Saya akan mempertimbangkannya setelah melihat keadaan Anda hingga besok, Ibu Marvella."

"Itu terlalu lama - "

"Alasan Anda lebih aneh, Ibu Marvella. Hingga waktu yang belum ditentukan Anda tidak diperbolehkan kembali karena suami Anda meminta pihak kami agar menyiapkan - "

Marvella kini lebih memerhatikan kata-kata Raynand, "Tunggu, suami?"

"Suami Anda, Askari Tanuwidjaja. Prosedur pemindahan akan dilakukan besok pagi setelah ia sampai di Jakarta - "

"Raynand, aku tidak mengerti," potong Marvella karena ia tidak paham dengan nama Saka yang tiba- tiba disebut di dalam pembicaraan keduanya.

" – dan dia sendiri yang akan memindahkan Anda untuk ditangani di Singapura."

Marvella lebih terkejut, "Singapura?"

"Pihak dari suami Anda menghubungi manajemen rumah sakit dan membuat manajemen melakukan sesuatu karena permintaannya, yaitu - "

"Raynand, bisa menyuruh yang lain untuk keluar? I need to talk with you, just the two of us."

"Tidak bisa, Ibu Marvella. Protokol menyebutkan bahwa tidak boleh seorang dokter hanya ada bersama pasiennya berada di ruangan tertutup dan - "

"Latisha akan tetap disini."

Raynand kemudian menimbang beberapa saat kepada wanita yang pernah menemani masa kuliahnya beberapa tahun yang lalu itu. Ia kemudian berbalik dan meminta suster dan seorang dokter koas yang menemani jadwal follow up pasiennya sore itu untuk keluar terlebih dahulu.

"Oke, sekarang coba jelaskan," kata Marvella setelah dua orang tersebut keluar dari ruangannya.

Raynand melepaskan kacamatanya, "Mana yang tidak kamu mengerti? Beritahu aku dari mana agar aku tahu bagian mana yang perlu diperjelas."

"Semuanya," kata Marvella dengan detak jantung yang semakin meningkat. Ia meremas tangannya sendiri dan menyadari betapa tegang dirinya. "Askari yang sedang kamu bicarakan meminta apa?"

"Dia meminta rumah sakit ini untuk menyiapkan proses pemindahan kamu. Dia sendiri yang mengatakan kalau akan membawa kamu ke rumah sakit di Singapura untuk perawatan lebih lanjut."

"Lebih lanjut? Aku sudah membaik dan dia akan membawa aku ke Singapura?" tanya Marvella. Ia mengirimkan pesan lima kali sehari ke ponsel pria itu namun tidak satupun balasan yang ia dapat.

Raynand berkata kepada Marvella, "Tidak ada seorangpun yang dapat menentang permintaannya. Keberangkatan kamu dijadwalkan besok pagi setelah dia sampai, Marvella."

"Harusnya kalian menkonfirmasinya kepadaku terlebih dahulu. I'm the patient! Kalian tidak memberitahunya kalau kondisiku sudah membaik?"

"We do what we have to do, sesuai protokol. Dia menjadi wali kamu."

"Tetapi selama tiga hari aku disini saudaraku mengurus semuanya bukan? Seharusnya kalian meminta persetujuan juga darinya," kata Marvella dengan panik.

"Aku baru akan berbicara ketika dia datang kesini, Marvella. Saudara kamu hari ini sepertinya akan datang setelah makan malam, kan? Aku sudah membuat janji dengannya."

Marvella terdiam, membuat Raynand kembali bertanya kepada Marvella. "Aku kira kamu sudah mengetahui kondisinya karena suami kamu sendiri yang memintanya. What happen, Marvella? Aku sedikit terkejut saat kamu terdengar panik - "

" ... "

"- dan saat aku menjelaskan bahwa suami kamu – Askari Tanuwidjaja menghubungi manajemen rumah sakit ini. Tadinya aku hanya ingin menjelaskan prosedur yang harus kamu lalui sebagai syarat pemindahan – that's my protocol."

"Dan selamat ya, Marvella. Aku tidak tahu kalau kamu menikah dengan Askari," ucap Raynand sambil mengulurkan tangannya kepada Marvella.

"T –terima kasih."

Raynand yang merupakan anak dari teman ibunya sekarang terlihat lebih santai saat berbicara kepadanya. "Direktur rumah sakit berniat ke kamar ini dengan dua belas dokter spesialis lainnya untuk menjenguk dan mengambil alih tugasku sampai sekretaris Askari menelpon lagi untuk memberi tahu kalau tidak perlu melakukan hal yang mencolok seperti itu. Katanya itu tidak membuat kamu nyaman, ya?"

" ... "

"Marvella, apa ada sesuatu yang salah?" tanya Raynand Segara saat melihat ekspresi Marvella.

Marvella kemudian menatap pria berjas putih yang berdiri di depannya. "Tidak," katanya. Mendengar itu, Raynand mengerutkan keningnya. Ia ingin berbicara lebih lanjut tetapi Marvella mendahuluinya, "Tidak ada apa-apa, Raynand. Terima kasih karena sudah memberi tahuku prosedurnya. Aku akan meneleponnya malam ini."

___

RécrireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang