Hanya satu setengah detik.
Saka tidak mendorong Marvella walaupun ia bisa melakukannya – ia terkejut dan nyaris mendorong bahu wanita itu dengan kedua tangannya yang bebas, tapi ia menahan gerakannya dan memilih untuk memundurkan tubuhnya dengan cepat hingga ia hampir terjatuh dari sofa putih ini.
Tangannya menahan dengan cepat beban tubuhnya sendiri, namun ia tahu ada yang salah dengan sendi pergelan tangan kanannya, "Holy - "
Saka menahan sumpah serapah yang hampir keluar dari mulutnya. Sementara itu, Marvella membuka kedua matanya yang terpejam dan ia sekarang menyadari kalau posisinya hampir menduduki paha pria itu. "Terima kasih karena tidak mendorong aku, Saka."
"I want do it, but I can't." Saka menatap kesal ke Marvella yang hampir saja membuat pergelangan tangannya hampir terkilir.
"Kenapa?"
"Can you move, Marvella? Tanganku sakit," kata Saka dengan cemas atas keadaan pergelangan tangannya yang sedikit ngilu.
Marvella kemudian memundurkan tubuhnya dan kembali membuat jarak diantaranya dan Saka. Ia bisa merasakan wajahnya sendiri memerah – lebih tepatnya memanas. Satu-satunya hal yang ia pikirkan beberapa menit yang lalu adalah kata-kata Saka yang membuatnya kesal dan ia yang ingin mencium pria itu – agar Saka berhenti berbicara.
"You have to stop doing like that. Jangan menempelkan bibir kamu ke aku sembarangan, L."
"It's called a kiss." Marvella menatap Saka yang kini memijat pergelangan tangannya sendiri.
"Tidak – it's different between kiss and put your lips on mine. Mungkin kita harus benar-benar membahas apa yang tidak boleh kita lakukan – termasuk juga sekarang. Jangan melakukan kontak yang berpotensi mengubah rencana ini, Marvella."
"Seperti?"
"Skin to skin. Bercinta, berciuman – ataupun hal lainnya yang dapat terjadi di antara kamu dan aku. Akan lebih baik kalau kita tidak melakukannya sama sekali."
"Kenapa tidak?"
"Kenapa harus melakukannya? Tidak ada untungnya bagi kita jika melakukan itu, ayo berpikir rasional."
"Teach me. Supaya nanti ketika kamu sudah bukan menjadi suamiku lagi, aku bisa melakukannya dengan pria lain," kata Marvella kepada Saka.
"Kamu memang tipikal yang sering berubah-ubah atau memang aku yang baru menyadarinya? Baru sepuluh menit yang lalu kamu bilang kalau kamu - "
Marvella menunggu Saka menyelesaikan kalimatnya yang terpotong namun selama lima belas detik ia menunggu – ia tidak mendengar apa-apa dari mulut Saka. Marvella berdecak kesal. "Kenapa tidak dilanjutkan kata-katanya? Aku tidak akan menyangkal itu – yes, I love you. Justru karena aku yang mencintai kamu dan kamu yang tidak mencintai aku membuatku sadar, Saka. All I want to do is use this chance for the best. Cemburu tidak?"
"Aku?"
Marvella semakin kesal saat melihat kerutan di dahi Saka. "Jadi kamu cemburu tidak kalau aku menyebut nama pria lain didepan kamu? Just let you to know, dulu Raditya seringkali cemburu ketika Atha menyebutkan nama pria lain didepannya."
"Aku berbeda dengan pria itu, Marvella. Raditya dan Atha memiliki perasaan yang sama, tetapi antara aku dan kamu – tidak. Cemburu kepada pria yang mendekati kamu di masa depan adalah hal terbodoh yang aku pikirkan."
" .... "
Saka terdiam setelah ia mengatakannya, sama seperti Marvella. Ia tahu tidak seharusnya ia mengatakan hal yang menyakitkan seperti itu kepada wanita didepannya. Tetapi sekarang ia sendiri menjadi kebingungan karena ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan setelah mengatakan hal itu. Saka kemudian berdiri dan meninggalkan Marvella yang masih duduk.
"I'm gonna hit the sack," kata Saka. Ia mengibaskan tangan kanannya dengan pelan, rasanya tidak sesakit seperti sebelumnya.
Marvella dengan cepat ikut berdiri untuk menyusul Saka. "Will we sleep together in here tonight? Di apartmen ini kita akan tidur bersama? Really? Kamu dan aku? Bed or sofa?."
" ..."
Marvella terus berjalan di belakang Saka. "Kamar tidur Atha – ranjangnya lebih luas dan lebih nyaman daripada sofa. Tapi aku tidak menolak juga kalau kita akan tidur di sofa, lebih sempit tetapi jarak antara kamu dan aku menjadi dekat, kan?"
Saka membuka pintu kamar tamu – tempatnya akan tidur malam ini. Tetapi ia mengerutkan keningnya saat melihat Marvella juga ikut masuk ke dalam ruangan ini. "Berhenti, Marvella."
"Ya?" Marvella mendongakkan kepalanya dan ia menemukan lagi – manik mata hitam milik Saka yang selalu membuatnya tidak bisa bernapas. Ia sangat menyukainya.
"Berhenti membicarakan omong kosong seperti itu, bisa kamu keluar?" tanya Saka dengan datar. Hari ini ia hanya memiliki waktu lima jam untuk tidur di apartmen ini sebelum kembali ke rumahnya jam enam pagi nanti.
Marvella yang tidak mendengarkan kata-kata Saka sebelumnya karena ia terlalu sibuk menatap – mengagumi mata Saka – kemudian membalasnya. "Saka, aku sedang membicarakan kemungkinan kita semakin dekat saat kita berdua tidur di tempat yang sama."
" ... "
"Sudah?"
Saka meletakkan kedua tangannya di bahu Marvella dan memutar wanita itu agar menghadap pintu, meminta secara halus agar wanita itu keluar dari kamarnya. "Aku sangat lelah karena berbicara dengan kamu, Marvella. Kemarin sampai hari ini, bagian paling tidak aku sukai adalah berbicara dengan kamu."
"Dari dulu sampai sekarang, bagian yang paling aku sukai adalah berbicara dengan kamu. I love you," kata Marvella.
"Tahu apa kamu tentang cinta, El?" tanya Saka sambil mendorong pelan Marvella agar wanita itu keluar. Sekarang ia melupakan keinginannya untuk tidur.
"Membuat orang bahagia – aku ingin membuat kamu bahagia. Yang aku tahu adalah aku mencintai kamu sejak dulu. Bahkan ketika kamu pernah menjauhi aku dulu – aku tetap menyukai kamu."
Saka menjawab Marvella sambil terus mendorongnya hingga wanita itu keluar dari kamar. "Terima kasih karena niat kamu yang sangat mulia, but now your words distrub me. Teman seperti kita tidak tidur bersama, jadi jangan sia-siakan lagi waktu kamu setelah pernikahan ini, Marvella."
"That is enough. Selamat malam, Marvella." Saka menutup pintu kamarnya.
___
KAMU SEDANG MEMBACA
Récrire
ChickLitRécrire | Galaxy's Series #2 ©2019 Grenatalie. Seluruh hak cipta.