15 - Quince

15.5K 1K 28
                                    

"Berdiri, Nya."

Nadine merengut kesal saat Denya tetap berlutut didepannya. Ia memajukan badannya dan menarik ujung lengan Denya ke atas agar pria itu berdiri. "Rasanya aneh – uhm, saat melihat lo berlutut didepan gue."

"Because that is not what I expected," sahut Nadine dengan cepat sebelum Denya menjawabnya.

"Aku bisa melakukannya berkali – kali. Berlutut didepan kamu, do you know what it means when a man propose on one knee? It meant he had a lot of respect for the woman he proposed to."

"Gue akan menikah, Nya."

"Belum," ralat Denya.

"Apa yang kupikirkan sangat sederhana," Denya tidak bergerak dari posisinya. "Menikah dengan kamu. Ini bukan tentang tanggung jawab saja, Nadine. Aku melihat gambaran besarnya - melamar kamu karena aku mencintai kamu. "

"Itu bukan pilihan yang sederhana, Nya. Bagi gue ini sangat kacau, bagaimana dengan keluarga gue?"

"Kalian belum terikat dengan janji suci didepan altar, Nadine. Mungkin akan berat, tetapi kita bisa membuat keluarga Saka untuk memahaminya."

Nadine menelungkupkan kedua tangannya di atas meja. "I can't."

"Jadi apa yang kamu inginkan, Nadine? Sejak aku menyatakan semuanya, aku akan melakukan semua yang kubisa."

"Karena gue mangandung anak lo?"

"Because I love you."

Nadine kemudian mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya. "Nya, look at this."

Nadine mengacungkan layar ponselnya yang menyala di depan wajah Denya. "Tuxedo Saka untuk pernikahan kami baru saja datang dari Italia dan dia melakukan fitting di Australia karena pekerjaannya."

"Hubungan kami sudah sejauh ini, why did I make a mistake, Nya?"

"Mengaku kepada Saka sama seperti kiamat kecil untuk gue. Nya, lo tahu dia siapa? Dia adalah orang penting di TJ Group dan perusahaan - rumor buruk seperti pernikahan kami yang dibatalkan – I can't think more. Gue sangat merugikan keluarganya dan dirinya sendiri. Saka terlihat sangat bahagia di foto ini, Nya. Apa lo mengira gue tega untuk menghancurkan kebahagiannya? Tidak – karena gue mencintainya."

"Ketika lo bertanya apa yang gue inginkan," Nadine menghela napas panjang. "I don't know what the answer. Rasanya sangat mengecewakan mengingat ini semua perbuatan gue."

"Nya, gue sangat bodoh, ya?"

....

Nadine menatap tidak minat kepada makanan yang ada didepannya. Tidak ada coke, kopi atau burger yang biasa ia makan dengan Denya jika keduanya keluar bersama. Denya memesan makanan yang sangat – Nadine mulai mual saat melihat sup tuna yang tepat berada di depannya.

"Nya, gue ingin pulang."

"Ya?"

Nadine mengemasi barang – barangnya dan mengenakan kacamata hitam yang juga ia pakai saat masuk ke restoran ini. "Pulang ke rumah gue. Tolong antar. Sopir gue libur sejak seminggu yang lalu dan yang mengantar gue tadi Nina."

"Dan pembicaraannya? Aku kira kita sedang menentukan apa tanggung jawab yang akan kita ambil karena bayi kita."

"Menikah bukan solusi. Gue ingin menikah dengan Saka, bukan dengan lo."

"Nadine - "

Denya segera berdiri saat ia melihat Nadine melangkah keluar dari ruangan ini dan menahan tangan wanita itu. Nadine berbalik dan menghentakkan tangannya, "Nya, gue sangat mual sekarang. Lebih baik gue keluar daripada muntah disini. Gue butuh udara segar."

"Ini hormon ibu hamil namanya. Lo bilang sudah membaca buku kehamilan – seperti ini lo tidak tahu?"

"Maaf, Nadine." Denya kemudian segera mengambil jasnya dan berdiri dengan percaya diri di depan Nadine untuk membuka pintu.

"I hope you know this little thing, Nya. Hidung gue sangat sensitif sejak kehamilan ini," bisik Nadine sebelum Denya benar – benar membuka pintu – setidaknya ia ingin Denya mengetahui hal ini.

____

RécrireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang