36 - Treinta Y Seis

10.4K 820 42
                                    

Raphael Giovanni Tjahjadi tahu bahwa lebih baik tidak menjawab sesuatu ketika ia marah. Dan itulah yang ia lakukan kepada anak perempuannya, Marvella. Ia membutuhkan waktu untuk membicarakannya dengan Kandiya - apa yang ia dengar di rumah Iliona sangat jelas karena Marvella sendiri yang mengatakannya. " - Aku ingin belajar beberapa hal ketika aku memutuskan untuk menjadi istri kamu -"

Raphael duduk bersandar di kepala ranjangnya - hanya mengamati Kandiya yang masih belum mengganti bajunya sejak keduanya sampai di rumah ini. "Kandiya - "

Kandiya hanya menggigit ibu jarinya dan tidak menoleh walau suaminya sekarang sedang memanggilnya. Melihat itu Raphael tidak menyerah, "Indy."

Kandiya menoleh saat Raphael memanggil nama yang dibuat oleh suaminya itu - nama itu hanya digunakan oleh suaminya ketika mereka di rumah. "Sebenarnya apa yang ada di pikiran Marvella sampai dia memutuskan untuk menikah dengan Saka? Apa yang sudah aku lakukan sampai dia tidak mempercayai aku?"

Raphael yang sudah mengganti bajunya menjadi baju tidur hanya menggeleng. "Aku tidak tahu, Indy. Tapi daripada kamu berbicara sambil berjalan seperti itu - kita bisa membicarakannya dengan duduk."

"Raphael, anak kamu menikah dan aku sebagai ibunya tidak tahu sama sekali!"

Kandiya menyatukan kedua tangannya dan berdiri didepan Raphael yang sekarang berpindah duduk di pinggir ranjang mereka. "Apa aku memiliki dosa yang sangat besar sampai anakku sendiri memutuskan suatu hal yang sangat sakral - dimana seharusnya aku mendampinginya? Aku gagal, Raphael. Aku adalah ibu yang gagal."

Raphael terperanjat saat melihat Kandiya menangis untuk ketiga kalinya hari ini. Ia kemudian menarik tangan Kandiya agar istrinya duduk disampingnya. "Aku juga, Indy. Tetapi setidaknya kamu harus tenang saat ini - alasanku membawa kamu pulang adalah agar kita bisa berpikir dengan kepala dingin, Indy."

"Indy, aku tidak bisa melihat kamu menangis ."

Kandiya memegang kepalanya karena rasa pusing yang ia rasakan sejak ia sampai di rumah. "Aku kecewa dan sedih, Raphael."

"Jadi apa yang kamu inginkan? Marvella mengajukan perceraiannya kepada Saka? They can do that - keduanya menikah di Massachusetts dan belum mendaftarkan pernikahannya ke kantor sipil di Jakarta, Indy. Mereka bisa melakukan perceraiannya disana dengan mudah dan sepertinya hubungan mereka akan benar-benar berakhir - both as brother sister and as friends." Raphael menatap mata istrinya dan ia berusaha membuat Kandiya memahami kata-katanya.

" .... "

"Indy, kita tidak gagal sebagai orang tuanya. Marvella sangat menyayangi kita dan kita sendiri juga sangat menyayanginya. Dia berumur tiga puluh satu tahun ini dan dia tahu sendiri bagaimana dia mengambil resikonya. I know how it feels - kita seperti dikhianati oleh putri kita sendiri. Aku marah - tentu saja. Tetapi semarah apapun aku, Marvella tetap anak kita dan kita bisa membiarkannya untuk melanjutkan pernikahannya dengan Saka jika ia benar-benar menginginkannya. Mereka sudah menikah dan itu adalah keputusan serta tanggung jawab mereka untuk menyertakan atau mengecualikan kita."

"Raphael, kamu ingin membiarkan Marvella tetap bertanggung jawab dengan keputusannya - menikah dengan Saka?" tanya Kandiya dengan tidak percaya.

Raphael tidak mengangguk maupun menggeleng, yang ia lakukan justru menghela napas panjang. "Either win or learn - kamu seharusnya tahu bahwa ini adalah waktu untuk putri kita menyelesaikan masalahnya sendiri. Masalah mereka sendiri yang tidak pernah terselesaikan karena mereka memilih tidak menyinggungnya sama sekali."

Raphael memegang kedua tangan istrinya. "Karena segigih apapun kita mencari pria untuk Marvella, atau sekeras apapun kita mengupayakan perjodohannya dengan pria lain - Marvella tidak akan pernah menyetujui ide itu, Indy. Tidak ketika ia masih terjebak dengan perasaannya sendiri."

RécrireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang