Jimin menghela napas lelah tepat pada saat jam istirahat kantor telah tiba. Pria yang kini berstatus sebagai atasan itu membenarkan sedikit posisi dasinya yang agak melenceng dari tempatnya. Tadi pagi ia mencoba memasang sendiri dasinya, karena saat ia hendak berangkat ke kantor sang istri masih tidur dengan begitu lelapnya. Jimin tak tega jika harus membangunkan istrinya, pasalnya semalam Keina baru bisa tidur sekitar pukul tiga dini hari."Sajangnim ingin makan siang dengan apa? Biar saya pesankan." ucap sang sekretaris pada Jimin yang masih setia duduk di kursi kerjanya.
"Apa ya? Aku sedikit bingung memilih menu untuk makan siang, apa kau bisa merekomendasikannya untukku?"
"Kalau Sajangnim berminat, saya bisa pesankan lunch box." ucap Jinae sembari tersenyum begitu lembut.
Jinae merasa sedikit tertarik dengan sang atasan yang terlihat begitu tampan dimatanya, Jimin memiliki wajah yang imut, tapi juga terlihat begitu sexy secara bersamaan. Pesona Pria itu tidak main-main. Dipertemuan pertama mereka saja, Jinae sudah merasa terpikat oleh aura Jimin yang luar biasa. Namun, tak disangkanya jika Pria yang kini berstatus sebagai atasannya tersebut telah memilki seorang istri. Tapi bagi Jinae istri dari Park Jimin tidak ada apa-apanya ketimbang dirinya. Bagaimana bisa Pria setampan dan sekaya Park Jimin memilih seorang istri yang nampak sekali sederhana, bahkan dari penampilannya pun terlihat tak menarik sama sekali.
"Aku rasa itu cocok untuk menu makan siang ku hari ini. Tolong kau pesankan untukku, ya."
Jinae mengangguk, sebuah senyuman masih terpatri pada belah bibir tipisnya.
"Tapi sebelum itu saya benarkan dulu dasi Sajangnim yang agak melenceng dari tempatnya."
Jimin mengangguk, ia sadar jika simpul dasinya tidaklah rapi. Biasanya Keina lah yang menyimpulkan dasinya.
Jinae melangkahkan kakinya untuk mendekat kearah kursi kerja sang atasan, membuat Jimin seketika beranjak dari kursi kebesarannya. Ia mensejajarkan dirinya dengan sang sekretaris guna mempermudah Hwang Jinae membenarkan dasinya yang tampak sekali tak rapi.
Dengan begitu perlahan Jinae menyimpulkan ulang dasi Jimin. Sesekali ia mengumbar sebuah senyum pada Jimin. Ia memang sengaja bergerak begitu pelan, memperlama waktu agar bisa dekat dengan Jimin sedikit lebih lama. Aroma Pria dihadapannya ini begitu memabukkan. Membuatnya merasa betah berada lama-lama didekat sang atasan.
Ceklek..
Pintu ruangan tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok Park Keina yang kini tengah berdiri di ambang pintu dengan membawa kotak makan ditangannya.
"Aku mengantarkan makan siang untukmu." ucap Keina pada sang suami.
Jimin tersentak dengan kehadiran sang istri yang tiba-tiba. Keina tak memberinya kabar terlebih dahulu jika ia akan mengantarkan makan siang ke kantornya. Perempuan itu juga tak mengetuk pintu terlebih dahulu, membuat Jimin merasa kaget dengan kehadiran sang istri yang tiba-tiba begini.
Jimin segera mendorong tubuh Jinae untuk sedikit menjauh darinya, pasalnya posisi keduanya sangatlah dekat, takut jika saja sang istri akan salah paham dengan apa yang baru saja dilihatnya.
Keina masih terdiam, raut wajahnya seketika berubah menjadi tak enak, ia menatap nyalang pada sang sekretaris yang saat ini juga sedang menatap kearahnya.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Keina sembari menatap nyalang pada sang Suami dan sekretaris Pribadi suaminya secara bergantian.
"Saya hanya--
"Aku tidak bertanya padamu, aku bertanya pada suamiku."
Belum sempat Jinae melanjutkan ucapannya, Keina telah terlebih dulu memotong ucapan Hwang Jinae. Dengan tatapan yang begitu tajam, Perempuan yang berstatus sebagai istri Jimin tersebut melangkahkan kakinya untuk mendekat kearah keduanya.