Kali ini Jimin benar-benar marah terhadap sang istri. Kendati begitu, ia masih mencoba untuk menjaga emosinya agar tidak berakhir menyakiti sang istri dengan kata-kata maupun perbuatan. Jimin merasa tidak terima dengan perbuatan yang dilakukan sang istri kali ini. Alasan pertama yang paling membuat emosinya memuncak adalah sang istri yang sudah berani mengatakan hal bohong. Keina telah berbohong pada Bibi Choi kendati dirinya telah memberikan izin untuk sang istri pergi keluar rumah. Padahal Keina sama sekali tidak memberitahunya lewat sebuah pesan ataupun panggilan yang masuk ke dalam ponselnya.
Jimin masih setia duduk di sofa ruang tamu guna menunggu kedatangan sang istri, karena sang sepupu mengatakan jika sepupunya itu dalam perjalanan untuk mengantarkan Keina pulang. Seharian ia berada di kantor untuk bekerja, kepalanya hampir meledak karena mengurusi beberapa berkas di mejanya. Namun saat pulang ke rumah bukannya di sambut dengan baik oleh sang istri. Keina malah tidak berada di rumah sejak siang hari. Perempuan yang kini tengah hamil buah hatinya tersebut pergi bahkan tanpa meminta izin darinya terlebih dahulu. Jimin tentu saja merasa was-was karena mengingat bahwasanya kelakuan istrinya yang sedang hamil terkadang jauh dari kata manusiawi. Banyak hal aneh yang dilakukan Keina. Bahkan pikiran istrinya terkadang sudah mulai nyleneh. Bayangkan saja, mana ada seorang Perempuan yang sedang hamil memiliki pikiran untuk naik roller coaster. Membayangkannya saja sudah membuat kepala Jimin hampir meledak karenanya. Andai saja dirinya bisa hamil, mungkin ia lebih memilih untuk menaruh sang buah hati di dalam perutnya saja. Ketimbang perut sang istri, karena ia selalu was-was dibuatnya. Keina yang hamil, tapi dirinya yang selalu saja merasa khawatir.
Jimin mendengar suara bel rumah, ia segera beranjak dari duduknya. Lantas melangkahkan kakinya cepat untuk membukakan pintu. Ia yakin jika saja yang datang adalah sepupunya yang ingin mengantarkan sang istri pulang ke rumah.
Tangan Jimin terulur untuk membuka pintu rumah. Hal pertama kali yang dapat ia lihat saat pintu telah terbuka adalah wajah bahagia sang istri yang kini tengah tersenyum padanya. Bagaimana Keina bisa merasa sebahagia ini sedangkan sedari tadi ia merasa sangat khawatir.
"Jadi kau yang mengajak istriku pergi keluar?" tanya Jimin.
Bukannya mendapatkan sebuah sambutan yang baik, Namjoon malah mendapatkan sebuah pertanyaan yang cukup mengesalkan dari sepupunya. Jika saja bukan karena sang istri yang tengah hamil saat ini. Namjoon tidak mungkin mengajak Keina untuk pergi keluar dari rumah. Mengingat ia tahu sendiri bagaimana Jimin memperlakukan istrinya. Pria itu begitu posesif. Apalagi ketika Keina tengah hamil.
"Istriku ingin pergi jalan-jalan bersama dengan sahabatnya. Apa aku salah mengajak Keina untuk pergi jalan-jalan sebentar." ucap Namjoon mencoba untuk membela diri.
Sedangkan Chan Yun kini memilih untuk tetap berada di dalam mobil. Karena Perempuan itu sadar jika Park Jimin pasti akan marah. Mengingat Chan Yun tadi sempat mendengar bagaimana Jimin yang marah-marah di telepon ketika meminta sang suami untuk mengantarkan Keina pulang. Hati Chan Yun sangat sensitif. Apalagi ketika hamil begini. Dibentak sedikit saja pasti akan membuatnya mengeluarkan air mata.
Jimin memperlihatkan jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya, "Sebentar katamu. Kau pergi dari siang dan ini sudah lewat jam makan malam."
"Kau tidak perlu khawatir, Jimin-ah. Aku, Chan Yun, dan Namjoon-ssi sudah makan di luar tadi."
Oh astaga.
Seharusnya Keina tidak mengatakan hal seperti itu. Karena dengan itu membuat kepala Jimin seakan berasap. Bahkan ia sampai tidak makan malam karena menunggu kedatangan sang istri terlebih dahulu. Tapi dengan tidak tahu dirinya Keina malah makan malam terlebih dulu di luar bersama dengan Namjoon dan Chan Yun.