Jimin masih tidak habis pikir dengan perbuatan tidak terpuji yang dilakukan oleh Keina terhadap dirinya. Bagaimana bisa istrinya meninggalkannya begitu saja saat dirinya tengah berada di dalam kamar mandi. Niat Jimin ikut hanya untuk menemani sang istri. Ketika Keina berbelanja, ia bisa menggendong sang Putera sembari menemani sang istri dan meringankan beban istrinya agar bebas memilih barang belanjaan. Namun kenapa ia malah ditinggal begitu saja.
"Awas saja jika kau pulang." monolog Jimin sembari menatap pada jam yang menggantung di dinding. Istrinya sudah pergi sejak empat jam yang lalu. Dan sangking kesalnya, ia sampai mengirim pesan secara beruntun kepada Keina agar cepat sampai di rumah.
Kali ini Keina benar-benar sangat keterlaluan. Tidak menghargai Jimin yang berstatus sebagai suaminya. Perempuan itu selalu bertingkah sesuka hatinya, tanpa mau peduli akan perasaannya. Apa yang Jimin lakukan selama ini semata-mata demi kebaikan dari Perempuan yang sangat dicintainya tersebut. Hanya saja, Keina tidak pernah mau mengerti.
Ceklek....
Pintu kamar terbuka, menampilkan sosok Perempuan yang sedari tadi memang Jimin tunggu kedatangannya.
"Aku sudah pulang." ucap Keina dengan sebuah senyuman yang begitu mengembang, seakan terlihat begitu bahagia di atas rasa kesal yang kini Jimin rasakan.
Manik Jimin membulat tatkala melihat surai sang istri yang kini terlihat begitu pendek. Dengan pipi yang begitu mengembang, hal tersebut tentu saja membuat Keina terlihat seperti donat.
"Kenapa kau memotong rambutmu?" tanya Jimin.
Keina tersenyum, "Aku terlihat cantik, kan?"
"Kau terlihat seperti kartun yang pernah aku tonton waktu kecil dulu. Karena rambut pendek mu kau terlihat semakin bulat seperti donat." ucap Jimin yang merasa tidak terima dengan keputusan istrinya memotong rambut menjadi pendek. Padahal ia sangat menyukai Keina ketika berambut panjang, selain cantik Perempuan yang berstatus sebagai istrinya tersebut juga terlihat begitu menawan.
Keina melangkahkan kakinya kearah box bayi. Lalu menaruh sang Putera di dalam box bayi tersebut. Kali ini merasa sakit hati atas apa yang baru saja Jimin katakan padanya. Ia sadar jika saja kini bentuk badannya memang tidak seperti dulu. Kini badannya memang terlihat semakin berisi, namun ia sangat tidak terima jika ada yang mengatainya bulat seperti donat. Termasuk Jimin sekalipun.
"Aku tidak suka dengan ucapan mu barusan ya, Jim. Aku tahu tubuhku tidak seperti dulu lagi. Kau pasti mulai merasa sangat resah, kan?"
Jimin menggelengkan kepalanya, bukan seperti itu maksudnya. Ia tidak pernah sekalipun merasa resah berada di dekat istrinya. Justru ia merasa bahagia selalu bisa berada di dekat sang istri.
"Bukan begitu, tapi aku lebih suka rambutmu yang panjang."
"Ini rambut kan rambutku, kenapa aku harus peduli denganmu?"
"Karena aku ini suamimu." tanpa sadar nada suara Jimin meninggi karena emosi yang sedari tadi ia tahan karena kelakuan istrinya yang sangat tidak terpuji dengan meninggalkannya begitu saja.
Keina tersentak, tidak biasanya Jimin seperti ini padanya. Lagipula ia hanya memotong pendek rambutnya karena merasa sukar dengan rambut panjang. Terlebih lagi ia berpikir jika menyusui sang Putera dengan rambut pendek tidak akan terlalu mengganggunya. Jimin tidak akan paham dengan hal itu. Pria itu terlalu egois, tidak pernah mau memikirkan perasaannya.
"Lalu kau sekarang marah padaku karena rambutku pendek? Kau akan mencari Perempuan lain yang lebih sexy dariku dan berambut panjang, begitu?"
Sebenarnya Keina sadar jika saja bentuk tubuhnya semenjak melahirkan memiliki perubahan. Terlebih lagi kini pipinya terlihat begitu bulat. Apa yang dikatakan oleh suaminya memang benar adanya, namun tetap saja ia tidak terima jika dikatai gendut. Sebab ia seperti sekarang ini adalah suatu bentuk pengorbanan sebagai seorang Ibu dan seorang istri untuk Park Jimin.