Keina melempar tas mewahnya begitu saja ke atas sofa. Ia merasa begitu kesal akan kelakuan suaminya yang selalu saja membuatnya merasa malu pada sahabatnya. Jimin tidak pernah bisa berubah. Pria itu tetap saja suka berlaku layaknya anak berusia sepuluh tahun. Ia merasa kesal karena acara berkumpul dengan kedua sahabatnya harus hancur karena Jimin yang begitu menyebalkan.
"Aku kesal padamu, kesal sekali." ucap Keina sembari menghentakkan kakinya berulang kali. Hal tersebut lantas membuat Jimin melotot galak. Ia tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh sang istri. Karena menurutnya itu akan membahayakan anaknya yang masih berada di dalam perut sang istri.
"Jangan menghentakkan kakimu seperti itu. Kalau anakku keluar sebelum waktunya bagaimana?" Jimin membentak dengan manik yang menatap tajam pada sang istri.
"Aku kesal padamu, sangat kesal. Pokoknya kalau ada acara berkumpul dengan sahabatku kau tidak boleh ikut." ucap Keina sembari menatap nyalang pada sang suami.
Sebagai seorang suami yang begitu mencintai istrinya dengan sepenuh hati. Tentu saja Jimin tidak terima dengan ucapan yang baru saja terlontar dari belah bibir istrinya. Kemanapun Keina pergi ia harus selalu berada di samping sang istri untuk menemani. Hal ini ia lakukan juga demi kebaikan sang istri. Ia tidak ingin istrinya dilirik oleh Pria lain di luar sana. Tidak. Hal seperti itu tidak boleh terjadi. Karena membayangkannya saja sudah membuat hati Jimin panas luar biasa.
"Tidak bisa begitu. Kemanapun kau pergi aku harus ikut. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi begitu saja. Apalagi jika di tempat itu ada Pria berkulit pucat itu." ucap Jimin.
Dendam Jimin pada Min Yoongi masih membara hingga kini. Ia masih merasa sakit hati karena Pria berkulit pucat itu. Meskipun masalah yang terjadi di antara keduanya hanyalah sebuah kesalahpahaman belaka, tapi tetap saja Jimin masih merasa jika Yoongi cukup tertarik pada istrinya. Meskipun istrinya amat tidak peka dengan hal itu. Tapi sebagai seorang Pria ia paham akan bagaimana cara Yoongi memandang istrinya.
"Aku tidak ada hubungan apapun dengannya. Lagipula kenapa kau masih saja merasa tidak suka dengannya? Apa karena masalah saat kita liburan dulu?" tanya Keina. Ia merasa tidak habis pikir dengan sikap Jimin tadi.
"Dari awal aku memang tidak suka dengan mantan atasanmu itu. Cara memandangnya terhadapmu itu berbeda. Aku takut jika dia tertarik padamu."
Helaan napas kasar keluar dari belah bibir Keina. Ia merasa tidak habis pikir dengan jalan pikiran sang suami. Bagaimana bisa Jimin berpikir demikian. Tidak mungkin suami dari sahabatnya itu menyukai dirinya. Ia merasa akrab dengan Yoongi itu karena ia pernah menjari sekretaris pribadi dari Pria berkulit pucat tersebut. Tapi selama ia menjadi sekretaris Min Yoongi, tidak ada tanda-tanda ketertarikan yang ditunjukkan oleh Yoongi padanya. Memang Yoongi seringkali berkata mesum yang pada akhirnya membuat dirinya tidak betah dan memilih untuk berhenti menjadi seorang sekretaris.
"Pikiranmu sudah sangat kacau, Jim. Lagipula dia sudah punya istri. Untuk apa dia tertarik padaku? Jika saja Sona tahu aku yakin dia akan mencakar mukamu." ucap Keina sembari melipat kedua tangannya di dadan, "Jaga mulutmu kalau bicara."
"Kenapa kau jadi membela Pria itu? Aku ini suamimu. Seharusnya kau membelaku."
"Kau ini sudah jelas bersalah. Untuk apa aku membelamu?"
"Aku hanya ingin melindungi istriku dari Pria brengsek sepertinya."
Brengsek. Kata itu memang pantas disematkan untuk seorang Min Yoongi. Karena memang Pria itu adalah tipikal Pria brengsek. Hanya saja, Keina merasa jika setelah menikah dengan Sona pasti kelakuan brengsek seorang Min Yoongi sedikit berkurang.
