81

113 16 0
                                    




Keina fokus menatap pada layar ponselnya yang kini tengah menampilkan video seorang Perempuan yang tengah melahirkan. Ia berulang kali menggigit bibir bawahnya lantaran merasa begitu takut. Tinggal hitungan hari ia akan melahirkan buah hatinya. Bagaimana jika ia merasakan rasa sakit yang sama seperti Perempuan pada video yang ia tonton. Hal yang paling ia takutkan sejak dulu adalah melahirkan.

"Kau kenapa?" tanya Jimin sembari menatap pada sang istri yang berada di sampingnya.

"Aku takut." ucap Keina. Meskipun merasa takut tapi maniknya tetap fokus pada layar ponselnya. Ia sudah sering melihat video orang melahirkan. Tapi tetap saja ia merasa sangat takut.

"Kau sedang menonton film horor, ya? Kenapa tidak mengajakku sih." ucap Jimin sembari semakin mendekatkan dirinya pada sang istri. Maniknya menatap pada layar ponsel istrinya. Sekarang ia tahu apa yang membuat sang istri merasa begitu takut.

"Aku takut, Jim. Rasanya pasti sangat sakit." ucap Keina sembari menaruh ponselnya di atas nakas yang berada tepat di samping ranjang. Ia tidak ingin melanjutkan lagi menonton video Perempuan yang sedang melahirkan, karena hal itu malah semakin membuat dirinya merasa begitu takut.

Jimin tersenyum, tidak menyalahkan sang istri atas hal ini. Ia begitu memahami ketakutan yang dirasakan oleh sang istri saat ini, "Aku akan menemanimu sampai anak kita lahir nanti." ucap Jimin sembari mengelus lembut surai sang istri.

Keina menggeleng, "Aku tidak mau, Jim. Aku tidak ingin ditemani oleh siapapun. Biar dengan Dokter saja." ucap Keina.

Jimin mengernyit, "Memangnya kenapa, sayang? Aku akan menemanimu. Memegang tanganmu dan selalu berada disampingmu."

Keina kembali menggelengkan kepalanya, rasa takutnya semakin menjadi ketika Jimin mengatakan hal tersebut padanya. Jelas saat melahirkan nanti ingin semuanya berjalan dengan lancar tanpa gangguan dari siapapun. Melihat wajah menyebalkan sang suami pasti akan membuatnya sangat terganggu ketika melahirkan sang buah hati nantinya. Ia juga sangat tidak setuju jika saat melahirkan nanti Ibunya akan ikut serta untuk menemani dirinya. Sungguh dengan kehadiran sang Ibu di ruang persalinan pasti akan membuat dirinya semakin merasa ketakutan nantinya. Akan lebih baik jika dirinya melahirkan tanpa ada keluarga yang menemaninya.

"Aku tidak mau ditemani oleh siapapun kecuali Dokter. Kau dan keluarga menunggu di luar saja sambil berdoa."

Ucapan Keina tentu saja membuat Jimin merasa tidak terima. Pasalnya ia adalah Ayah dari bayi yang dikandung oleh sang istri. Sudah seharusnya sebagai seorang suami dan calon Ayah yang baik ia menemani sang istri melahirkan. Lagipula Jimin sudah menyiapkan mentalnya mulai dari sekarang guna bisa menemani istrinya melahirkan nantinya.

"Aku, Eomma Han, dan juga Eomma ku akan menemanimu."

Manik Keina spontan membulat, "Aku akan melahirkan, bukan akan mengikuti lomba bernyanyi. Kenapa banyak sekali yang ingin menemaniku. Aku akan merasa malu nantinya jika dilihat oleh orang sebanyak itu."

"Saat melahirkan nanti pasti kau akan membutuhkan suami dan keluargamu yang selalu berada di sampingmu." ucap Jimin.

Apa yang dikatakan Jimin memang benar adanya. Jika saja kebanyakan istri ingin sekali sang suami dan keluarga terdekatnya menemaninya saat persalinan, namun hal ini sangat berbanding terbalik dengan Keina. Ia malah tidak ingin Jimin menemaninya saat dirinya melahirkan sang buah hati nantinya. Ia pasti tidak akan bisa fokus nantinya jika ada Jimin disampingnya, melihat wajah sang suami yang begitu menyebalkan kadang sudah membuat dirinya emosi. Belum lagi sang Ibu yang ingin ikut serta menemaninya saat bersalin nanti. Ia jelas keberatan jika Ibunya yang begitu cerewet itu ikut serta menemani dirinya saat melahirkan nanti. Alangkah baiknya jika melahirkan nanti ia hanya ditemani oleh Dokter saja. Biarkan suami dan keluarganya berada di luar.

"Aku tidak mau, Jim. Ini sudah menjadi keputusanku. Kau dan keluarga menunggu di luar."

"Tidak bisa, Keina. Aku ini suamimu. Aku ingin saat Anakku lahir ke dunia aku adalah orang pertama yang melihatnya."

"Apa maksudmu? Kau ingin mengintip saat aku melahirkan nanti? Kau ingin melihatnya saat keluar nanti?" tanya Keina.

"Aku ini suamimu. Kenapa kau berlebihan sekali."

"Aku tidak mau kau temani saat melahirkan nanti. Aku takut nanti Anakku lahir mirip sepertimu."

Ucapan yang baru saja keluar dari belah bibir Keina membuat manik Jimin spontan membulat. Jika saja sang istri tidak dalam keadaan mengandung buah hatinya, mungkin saja Jimin sudah menjatuhkan istrinya dari lantai paling atas rumah mewahnya ini. Bisa-bisanya Keina berkata seperti itu padanya. Sebagai seorang Ayah, jelas Jimin berharap jika Anaknya mirip sekali dengan dirinya.

"Aku ini Ayahnya. Lalu kau ingin Anakku mirip dengan siapa?" tanya Jimin yang mulai tersulut emosi. Ia yang paling semangat saat membuat bayi yang saat ini masih berada di dalam kandungan sang istri. Bisa-bisanya Keina berkata seperti itu kepadanya.

"Jika laki-laki aku ingin hidungnya mancung, matanya bulat, dan bergigi kelinci. Anakku pasti akan sangat lucu." ucap Keina sembari tersenyum membayangkan betapa lucunya anaknya nanti jika memiliki kemiripan dengan mantan kekasihnya yang begitu tampan dan juga manis secara bersamaan.

"Kau pikir aku tidak tahu jika yang kau sebutkan itu adalah ciri-ciri mantan kekasihmu. Aku tidak terima jika anakku mirip dengan Pria lain. Apa kau sudah gila dengan berharap seperti itu."

"Dia akan sangat lucu nantinya, Jim. Bayangkan saja bagaimana menggemaskannya anak kita nanti. Kalau dia mirip denganmu dia pasti akan sangat menyebalkan. Kau juga tidak punya hidung, matamu hanya segaris." ucap Keina sembari menatap wajah sang suami yang selalu dianggapnya menyebalkan.

Menyebalkan tapi Keina begitu mencintainya.

"Kau jangan menghinaku seperti itu. Aku ini suamimu. Jika tidak ada aku, maka tidak akan adapula bayi di dalam perutmu."

"Aku tidak menghinamu. Memang kenyataannya kau tidak punya hidung dan matamu hanya segaris." ucap Keina yang tidak mau kalah.

Ingin rasanya Jimin menenggelamkan istrinya ke dasar laut terdalam agar dimakan hiu ganas di sana. Namun ia tidak mungkin melakukan hal itu karena Perempuan teramat menyebalkan yang kini tengah berada disampingnya ini adalah calon Ibu dari anaknya.

"Lihat hidungmu sangat besar dan matamu sangat lebar seperti mangkuk." ucap Jimin sembari menunjuk hidung sang istri.

Keina yang merasa tidak terima pun memukul bibir tebal suaminya dengan sangat keras. Hal tersebut sukses membuat Jimin terdiam dengan tangan yang memegangi bibirnya yang terasa panas akibat tangan kurang ajar istrinya.

"Kenapa kau memukul bibirku?"

"Karena kau mengataiku." ucap Keina sembari menatap nyalang pada sang suami.

Sudah jelas yang mengawali semuanya adalah Keina. Perempuan itu yang terlebih dulu menghina suaminya, namun saat Jimin menghinanya balik Keina malah merasa tidak terima dan berakhir memukul bibir tebal suaminya dengan sangat keras.

Sebagai seorang suami Jimin tidak dapat berbuat lebih selain mengalah dengan keadaan. Ia tidak mungkin membalas perlakuan yang baru saja dilakukan oleh Keina padanya.

"Kau yang mengataiku lebih dulu. Tapi aku tidak memukul bibirmu." ucap Jimin.

"Apa kau mau memukul bibirku? Kau berani padaku?" tanya Keina sembari mendekatkan bibirnya pada sang suami, hanya ingin menguji seberapa berani Jimin kepada dirinya, "Sini pukul kalau berani."

Jimin tersenyum, lantas memberikan sebuah kecupan singkat pada bibir sang istri. Ia tidak mungkin tega memperlakukan Keina seperti apa yang dilakukan oleh Perempuan itu terhadap dirinya.

"Aku cium saja sampai bengkak sebagai bentuk pembalasan dariku." ucap Jimin sembari menarik tengkuk sang istri untuk menempelkan ranum hangat keduanya.

My Stupid Boss 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang