Kim Namjoon menatap bingung pada sang istri yang berulang kali keluar masuk kamar mandi. Wajah istrinya terlihat pucat dan surai yang biasanya terlihat rapi dengan poni yang menutupi keningnya pun kini terlihat begitu berantakan. Sebagai suami yang begitu mencintai istrinya dengan sepenuh hati. Lantas ia segera menaruh segelas jus mangga yang belum sempat ia minum di atas meja. Lalu ia segera beranjak dari sofa. Melangkahkan kakinya untuk menghampiri sang istri yang kini masih berdiri di depan pintu kamar mandi dengan napas yang tidak beraturan.
"Kau kenapa?" tanya Namjoon sembari mengulurkan tangannya untuk menghapus keringat yang menempel pada kening sang istri.
"Aku mual. Padahal aku tadi hanya makan sedikit. Rasanya sangat tidak enak."
"Kalau begitu ayo kita ke Dokter."
Perut Chan Yun kembali terasa seperti di aduk di dalam sana. Lantas ia kembali masuk ke dalam kamar mandi. Ia kembali memuntahkan isi perutnya. Dan tiba-tiba saja kini kepalanya terasa pening.
Chan Yun mencoba untuk mematikan kran di wastafel. Ia menatap pantulan wajahnya di cermin. Wajahnya terlihat begitu pucat. Padahal semalam ia merasa baik-baik saja. Tidak ada apapun yang ia keluhkan.
"Ayo kita ke Dokter. Wajahmu sangat pucat." ucap Namjoon sembari mengulurkan tangannya untuk mematikan kran wastafel.
Pria tampan bertubuh tinggi itu memeluk istrinya dari belakang. Berulang kali Namjoon memberikan sebuah kecupan pada surai sang istri. Ia begitu mencintai sang istri dengan sepenuh hatinya.
"Padahal semalam aku baik-baik saja." ucap Chan Yun pada sang suami.
"Apa kau salah makan?"
Chan Yun menggeleng, "Aku sarapan menu yang sama denganmu. Itupun aku hanya makan sedikit tapi sudah merasa mual."
"Kalau begitu ayo kita ke Dokter."
Chan Yun terdiam sejenak, nampak sedang berpikir. Sahabatnya pernah bercerita kepadanya jika gejala awal saat dirinya hamil adalah mual. Chan Yun masih ingat betul dengan ucapan Keina beberapa bulan yang lalu.
"Babby tolong lepaskan." ucap Chan Yun sembari mencoba menjauhkan tangan sang suami yang melingkar pada perutnya.
Dengan segera Namjoon melepaskan pelukannya. Ia sedikit menjauhkan tubuhnya dari sang istri agar Chan Yun dapat leluasa bergerak.
Tanpa mengatakan apapun lagi Chan Yun segera keluar dari dalam kamar mandi. Ia melangkahkan kakinya untuk mendekat kearah nakas guna mengambil ponsel miliknya yang berada di atas nakas. Hal pertama yang harus ia lakukan saat ini adalah menghubungi Keina. Ia ingin bertanya banyak perihal mual yang dialaminya pagi ini. Ia merasa yakin jika ini adalah tanda-tanda kehamilan. Karena setiap harinya sang suami selalu mengajaknya untuk bercocok tanam. Jadi ia merasa begitu yakin jika dirinya kini tengah hamil.
Chan Yun masih setia menunggu sang sahabat untuk mengangkat teleponnya. Maniknya menatap pada kalender yang menggantung pada dinding kamarnya. Tidak salah lagi ia sudah telat datang bulan. Ia semakin yakin jika ini adalah tanda-tanda kehamilan.
"Kau menghubungi siapa?" tanya Namjoon yang merasa bingung dengan kelakuan istrinya. Bukannya menerima ajakannya pergi ke Dokter untuk periksa tapi kini sang istri malah menghubungi seseorang.
"Aku sedang menghubungi Keina." ucap Chan Yun.
Akhirnya telepon pun tersambung. Entah kenapa kini Chan Yun merasa begitu gugup hanya untuk sekedar bertanya pada sang sahabat.
"Ada apa?"
Chan Yun terdiam cukup lama. Maniknya menatap kearah sang suami yang kini juga tengah menatap kearahnya. Namjoon sama sekali tidak mengerti dengan kelakuan sang istri pagi ini. Pagi ini sang istri begitu aneh, tidak seperti biasanya.
