23

157 21 5
                                    


Jimin mengernyit ketika mendapati sang istri yang berulang kali keluar masuk kamar mandi. Sejak setengah jam yang lalu sudah terhitung enam kali Keina bolak-balik ke kamar mandi.

"Kau kenapa?" tanya Jimin sembari memakai jas kerja berwarna hitam. Maniknya menatap lekat ada presensi sang istri yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Saat ini Jimin sudah terlihat rapi dengan jas kerja yang melekat sempurna pada tubuhnya. Sedangkan sang istri masih mengenakan piyama bergambar Hello kitty, dengan surai panjangnya yang nampak sekali berantakan.

"Aku mual. Perutku seperti di aduk." ucap Keina sembari memegangi perutnya yang terasa bagai di aduk didalam sana. Padahal pagi ini ia belum memakan apapun. Kepalanya pun terasa sedikit pening, ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pasalnya semalam ia dalam keadaan yang baik-baik saja.

"Kau nanti ke Dokter, ya. Biar di antar Pak Kim."

Keina mengangguk pelan, "Jim. Sepertinya aku tak bisa menemanimu sarapan. Aku bahkan belum mandi. Penampilanku sangat berantakan. Kau sarapan bersama Eomma saja tak apa'kan?"

Jimin tersenyum begitu lembut, setelahnya mengangguk, "Tak apa. Kau bersihkan dirimu. Aku akan membawakan sarapan pagi untukmu."

Keina merasa sangat beruntung memiliki Suami sebaik Jimin. Pria itu sangat perhatian padanya, memperlakukannya dengan sangat baik. Walaupun terkadang sang suami bersikap begitu menyebalkan, layaknya Anak berusia sepuluh tahun.

Sebuah senyuman terpatri pada belah bibirnya tatkala Keina merasakan sesuatu yang basah mendarat pada keningnya. Sebelum berangkat ke kantor Jimin tak lupa memberikan sebuah kecupan singkat pada kening sang istri. Sebagai tanda sayang Jimin yang begitu dalam pada Keina. Pria itu terkadang bisa bersikap romantis, meskipun Jimin terkadang sikap kurang ajar Jimin lebih mendominasi, tapi Keina merasa bahagia. Benih-benih cinta mulai tumbuh seiring dengan berjalannya waktu. Kini ia mulai merasa sangat nyaman ketika berada di dekat Jimin. Ketika Pria itu pergi ke kantor untuk bekerja, ia merasa sangat kesepian. Entahlah, padahal dulu saat pertama kali menikah, ia selalu ingin jauh-jauh dari Jimin karena sikap kurang ajarnya. Tapi kini malah berbanding terbalik, ia selalu ingin berada di dekat Jimin.

"Kau cepatlah mandi. Aku akan mengambilkan sarapan untukmu."

Keina mengangguk, "Jim. Cium aku." ucap Keina sembari memajukan sedikit bibirnya. Membuat Jimin seketika mundur beberapa langkah. Apa yang terjadi pada Istrinya pagi ini. Tak biasanya sang istri bersikap seperti ini. Biasanya Keina akan bersikap jual mahal padanya. Kenapa sekarang nampak murahan sekali. Bukan. Jimin bukannya tidak senang, ia hanya takut jika kepala sang Istri terbentur dinding dan mengakibatkan otaknya sedikit bergeser dari tempatnya.

"Keina kau baik-baik saja, kan? Apa kau tadi sempat jatuh dikamar mandi?" tanya Jimin sembari menatap pada istrinya yang terlihat masih berantakan. Surainya acak-acakan, seperti hantu di film horor yang pernah ia tonton waktu kecil dulu.

Keina menggeleng, "Tidak! Aku tidak jatuh dikamar mandi." ucap Keina.

"Baiklah kalau begitu. Cepat mandi, kau sangat bau."

Plak..

Tangan Keina mendarat begitu ringan pada bibir tebal Jimin. Membuat Jimin mengaduh kesakitan. Bibirnya sudah tebal, dan ia rasa akan semakin tebal jika Keina sering sekali memukulnya.

"Sakit. Kenapa kau memukul bibirku?"

Keina mendengus, "Kau mengataiku bau. Padahal mulutmu sendiri bau dosa."

Jimin menghela napas kasar. Sebenarnya ia sangat suka berdebat dengan sang istri. Karena memang itu adalah hobby barunya setelah menikah dengan Keina. Andai saja ia tak harus pergi bekerja pagi ini, ia akan meladeni Keina berdebat bahkan sampai nanti malam sekalipun. Sayangnya ia harus pergi ke kantor untuk bekerja.

"Mandilah. Akan aku ambilkan sarapan untukmu."

"Aku ingin morning kiss. Berikan aku morning kiss satu kali saja."

Semoga Jimin dapat menguatkan dirinya agar tak menyerang sang istri detik ini juga. Pasalnya Keina terlihat seperti menggodanya. Tak biasanya Keina bersikap murahan seperti ini. Andai dia tak harus pergi bekerja, sudah dipastikan Jimin akan menghajar Keina di ranjang sampai mampus sekalian.

Jimin kuat. Ia tidak lemah. Ia pasti bisa menahan diri untuk tidak menghajar Keina detik ini juga.

"Cepat mandi. Jangan menggodaku." ucap Jimin. Ia segera melangkahkan kakinya untuk keluar dari dalam kamarnya. Ia tak akan kuat jika terus berada di dekat Keina. Lebih baik ia pergi saja, daripada berkahir ia tidak jadi berangkat ke kantor karena godaan setan di pagi hari.

"Yak. Park Jimin. Aku hanya minta morning kiss." teriak Keina, ia merasa sangat kesal saat ini. Ia hanya meminta sebuah ciuman di pagi hari dari Jimin. Tapi Pria itu tak memberinya, lihat saja nanti saat Jimin meminta ciuman padanya. Ia akan balas dendam dengan cara menarik bibir Pria itu.























🐣🐣🐣🐣

Nyonya Park membuka pelan pintu kamar Puteranya. Ia menatap sekeliling kamar tapi tak mendapati presensi sang menantu berada di dalamnya. Ia jelas takut terjadi sesuatu pada sang Menantu. Pasalnya Jimin tadi mengatakan jika sang Menantu sedang dalam keadaan tidak enak badan. Ia mencoba memastikan sendiri bagaimana keadaan sang menantu saat ini.

Helaan napas lega keluar dari belah bibir Nyonya Park ketika melihat sang menantu baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Dengan langkah cepat ia segera mendekat pada Keina.

"Kau kenapa, Nak?" tanya Nyonya Park sembari mengelus lembut punggung sang menantu.

"Aku mual, Eomma. Perutku rasanya sangat tidak enak. Kepalaku sedikit pening."

Nyonya Park tersenyum begitu lembut. Ia begitu berharap jika apa yang tengah dialami oleh sang menantu adalah sebuah gejala kehamilan. Ia sudah lama mengharapkan kehadiran seorang cucu.

"Kita harus ke Dokter. Semoga saja kau hamil, Nak." ucap Nyonya Park sembari tersenyum begitu lembut.

Keina terdiam, cukup lama. Pikirannya menalar kesana-kemari tak tahu arah. Apa mungkin ia benar-benar hamil. Hal itu mungkin saja terjadi karena hampir setiap malam Jimin selalu saja bersemangat untuk membuat bayi. Pria bertubuh pendek itu sangat berharap jika rumah tangganya cepat dikarunia buah hati.

"Apa mungkin aku hamil, Eomma?" tanya Keina. Matanya mengerjap berulang kali. Keina terlihat begitu polos saat ini.

Nyonya Park mengangguk semangat, "Bisa saja. Mengingat Jimin yang setiap malam selalu bersemangat."

Kedua pipi Keina sontak bersemu merah. Jadi sang mertua tahu, jika hampir setiap malam Jimin selalu bersemangat untuk membuat bayi. Ia merasa malu saat ini, suaminya memang Pria yang kelewat kurang ajar.

"Kau ganti baju, Nak. Eomma tunggu di bawah, ya."

Keina dengan cepat mengangguk sebagai jawaban. Kedua pipinya masih terasa panas saat ini. Sungguh ia merasa sangat malu.

My Stupid Boss 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang