87

98 11 2
                                    

Kedatangan Ayah dari Park Keina tentu saja membuat Perempuan yang kini tengah mengandung buah hati Park Jimin tersebut merasa begitu bahagia. Pasalnya ia begitu merindukan Ayahnya, dan kini rasa rindu yang selama ini ia rasakan dapat terobati dengan kedatangan sang Ayah.

"Appa." pekik Keina.

Keina berlari mendekat kearah sang Ayah yang baru saja masuk ke dalam rumah milik keluarga Park.

Jimin yang awalnya menunjukkan ekspresi bahagia pun kini digantikan dengan raut wajah panik luar biasa tatkala melihat sang istri yang berlari menghampiri sang Ayah mertua yang baru saja masuk ke dalam rumah.

"Astaga. Keina jangan berlari seperti itu." teriak Jimin yang membuat seluruh atensi tertuju padanya. Termasuk sang Ibu mertua yang kini tengah menatap kearah sang menantu yang menurutnya begitu berlebihan. Ia tahu jika saja Jimin sangat mencintai Puterinya, hanya saja terkadang sikap Pria itu terlalu berlebihan dalam memperlakukan sang Puteri.

Telat. Karena kini Keina sudah berada di dalam pelukan hangat Pria yang selalu ia sebut sebagai cinta pertamanya. Sebab bagi Keina Ayah adalah cinta pertama bagi Puterinya.

"Appa aku rindu." ucap Keina sembari menghentakkan kakinya berulang kali. Merasa kesal namun juga bahagia secara bersamaan. Kesal karena Ayahnya yang melepaskan pelukannya secara sepihak.

"Appa juga merindukanmu." ucap Tuan Han pada sang Puteri, "Astaga. Badanmu semakin mengembang." raut wajahnya shock, hanya ingin menggoda sang Puteri. Karena Jimin sempat mengatakan beberapa kali saat keduanya bertukar pesan jika saja Keina sangat tidak suka saat ada seseorang yang mengatainya gemuk. Nyatanya tubuh Puterinya memang sangat besar sekarang ini. Bahkan pipinya nampak sekali Chubby. Selain sedang dalam keadaan hamil, sudah ia pastikan sang Puteri merasa sangat bahagia saat hidup bersama dengan Jimin.

Sebagai seorang Ayah, Tuan Han merasa bahagia karena Jimin telah menepati janjinya untuk membuat Keina bahagia lahir dan batin.

Keina kembali menghentakkan kakinya berulang kali karena merasa sangat kesal dengan apa yang baru saja terucap dari belah bibir sang Ayah, "Berat badanku memang bertambah, tapi aku tidak gendut."

"Jangan menghentakkan kakimu seperti itu." Jimin memperingati dengan sebuah tatapan tajam yang ditujukkan pada sang istri. Ia tahu jika saja Keina memang memang memiliki kebiasaan menghentakkan kakinya berulang kali ketika merasa kesal. Jika saja istrinya tidak sedang hamil ia sama sekali tidak masalah dengan kebiasaan itu. Tapi kini Keina tengah mengandung Anak yang sangat ia nantikan kehadirannya.

"Kenapa sih? Jangan membentakku seperti itu." ucap Keina kembali menghentakkan kakinya lagi, hal tersebut sontak membuat Jimin rasanya ingin marah tapi sekarang sedang ada kedua mertuanya.

"Jangan menghentakkan kakimu seperti itu."

"Kalau begitu jangan membuatku kesal."

Nyonya Han hanya dapat tersenyum memaklumi melihat perilaku konyol menantu dan Anaknya di pagi hari. Jimin yang seringkali berlebihan dan sang Puteri yang memang memiliki sikap seperti Anak kecil.

"Eomma. Apa kau tidak merindukan suamimu?" tanya Tuan Han pada sang istri yang saat ini tengah mematri sebuah senyuman yang begitu manis.

"Tentu saja aku merindukanmu." jawab Nyonya Han sembari melangkahkan kakinya untuk mendekat kearah sang suami dengan kedua tangan yang merentang.

Dua pasangan yang telah berpisah dalam kurun waktu tidak terlalu lama itu pun berpelukan. Yang memiliki perasaan rindu paling dalam adalah Tuan Han. Pria paruh baya tersebut begitu merindukan sang istri. Meskipun saat di rumah istrinya kerapkali marah-marah dan suka memakinya, tapi saat berada jauh dari sang istri ternyata ia merasa sangat rindu. Dan yang paling membuat Ayah kandung dari Keina itu rindu adalah alunan kecerewetan sang istri yang biasanya selalu ia dengar sebelum tidur. Namun ketika sang istri tidak berada di rumahnya semuanya terasa begitu hening.

"Mereka berdua manis sekali meskipun sudah tak lagi muda." ucap Jimin yang langsung mendapat tatapan tajam dari sang istri.

"Apa maksudmu?"

"Aku berharap saat tua nanti kita bisa tetap romantis seperti kedua orang tuamu. Yang saling merindukan satu sama lain saat tidak berada di tempat yang sama."

Tidak. Bahkan berada di dekat Jimin saja sudah membuat Keina merasa kesal. Jimin selalu saja membuat dirinya merasa kesal. Namun sebagai seorang istri yang baik ia harus bisa menemani Jimin sampai hari tua nanti. Semoga saja Tuhan selalu memberinya kesabaran untuk menghadapi sikap Jimin yang begitu menyebalkan.

"Semoga saat tua nanti kau tidak menyebalkan."

"Menyebalkan bagaimana? Justru aku berharap saat tua nanti kau tidak cerewet seperti sekarang ini."

"Aku ini tidak cerewet." ucap Keina sembari menghentakkan kakinya berulang kali.

Jimin melotot horor, "Jangan menghentakkan kakimu seperti itu. Anakmu bisa keluar sebelum waktunya." bentak Jimin yang membuat atensi kedua orang tua Keina teralihkan padanya.

Jimin ingin sekali memukul mulutnya sendiri tatkala mengetahui jika kedua mertuanya kini tengah menatap kearahnya karena ia refleks membentak sang istri yang menghentakkan kakinya berulang kali.

"Jangan berlebihan begitu, Nak. Aku tahu kau sangat mencintai Puteriku." ucap Tuan Han pada sang menantu.

"Dia memang seperti itu, Appa. Aku kadang sangat kesal." ucap Keina yang mencoba untuk mencari pembelaan mumpung ada Ayahnya disini. Biar saja Ayahnya tahu jika selama ini Jimin selalu bersikap berlebihan pada dirinya.

Nyonya Han hanya dapat memaklumi saja. Beberapa hari berada di rumah sang menantu membuatnya tahu bagaimana sikap Jimin pada Puterinya. Begitupula sikap Keina kepada suaminya. Sebagai seorang Ibu tentu saja ia tidak membenarkan sikap berani Keina pada sang suami. Bahkan Puterinya seringkali membentak Jimin. Ingin heran tapi Keina itu Puterinya. Nyonya Han sudah sangat tahu bagaimana sikap galak sang Puteri. Karena sifat galak Keina tentu saja menurun pada dirinya.

"Suamimu terlalu khawatir padamu. Jangan seperti itu padanya. Pelankan nada suaramu ketika bicara dengan suami." ucap Tuan Han sembari melirik sekilas pada sang istri. Berharap jika saja Keina tidak seperti Ibunya yang suka sekali membentak suami dan suka melawan ucapan suami.

"Dia terlalu berlebihan, Appa." ucap Keina.

Memang dasarnya Keina, ternyata nasehat dari Ayah kandungnya sendiri pun tidak mempan untuknya. Lantas siapa yang bisa memberi nasehat pada Keina agar tidak selalu galak pada Jimin. Karena biar bagaimanapun Jimin adalah suaminya.

Mungkin salah Jimin karena memilih Puterinya.

Begitulah isi hati Tuan Han saat ini. Mungkin Jimin juga yang salah karena terlalu mencintai Puteri galaknya ini. Sudah tahu Keina sangat galak tapi tetap saja ngeyel mau menikahinya.

"Kalau begitu terserah kau saja." ucap Tuan Han pada akhirnya. Sedang malas berdebat dengan sang Puteri karena ia tahu bahwa mulut Anaknya ini sama kejamnya dengan mulut sang istri.

My Stupid Boss 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang