Jimin hanya dapat pasrah ketika sang istri mengajaknya untuk pergi jalan-jalan dan makan ice cream. Demi menghindari pertengkaran dengan sang istri yang ketika hamil galaknya melebihi singa betina. Akhirnya Jimin menuruti apapun yang diinginkan oleh sang istri.
Jimin menatap kedai ice cream yang cukup ramai dengan pembeli. Hal seperti ini tentu saja membuat Jimin merasa sangat tidak nyaman. Ia lebih baik menghabiskan waktu seharian untuk berduaan dengan sang istri di atas ranjang daripada harus berada di tempat yang ada banyak orang seperti ini.
"Kita duduk di pojok sana, ya. Dulu aku suka menghabiskan waktu dengan mantan kekasihku untuk duduk di sana." ucap Keina begitu bersemangat. Selain dengan mantan kekasihnya dulu ia juga sering kesini bersama dengan Chan Yun.
Entah kenapa udara di sekitar tiba-tiba saja berubah menjadi panas. Jimin mulai terbakar api cemburu lantaran ucapan sang istri yang kembali mengenang masa lalunya. Ia tidak suka jika Keina terus saja membahas mantan kekasihnya. Bahkan sang istri pernah secara terang-terangan mengatakan bahwa mantan kekasihnya memiliki hidung yang sangat mancung dan tubuh yang tinggi. Tidak seperti dirinya yang memiliki hidung minimalis dan tubuh yang tidak terlalu tinggi.
Jimin spontan menghempas kasar tangan sang istri ketika Keina hendak mengajaknya untuk duduk di meja paling pojok.
"Aku tidak mau. Lebih baik kita duduk di sana saja." ucap Jimin sembari menunjuk meja nomor dua puluh yang saat ini juga tengah kosong.
Untuk kali ini Keina memilih untuk mengalah. Akhirnya ia membiarkan sang suami menggenggam tangannya. Dan keduanya melangkahkan kakinya untuk mendekat kearah meja nomor dua puluh.
"Kau tunggu sini. Aku akan memesan ice cream." ucap Jimin pada sang istri.
Keina mendudukkan dirinya, lalu menatap pada sang suami, "Aku ingin dua mangkuk ice cream rasa cokelat." ucap Keina sembari tersenyum.
Kedua manik Jimin spontan membulat. Sejak hamil porsi makan sang istri memang kerap kali bertambah. Bahkan tubuh istrinya juga sudah terlihat begitu membengkak. Tubuh sang istri begitu mirip dengan beruang kutub saat ini. Alih-alih begitu, Jimin tidak pernah merasa risih. Ia malah semakin cinta pada Perempuan yang kini tengah mengandung buah hatinya tersebut. Terkadang ia suka sekali mencubit pipi istrinya yang semakin mengembang lantaran merasa sangat gemas.
"Hanya dua saja? Kenapa tidak lima sekalian? Agar tubuhmu semakin besar nantinya." ucap Jimin sembari terkekeh. Mencoba menggoda istrinya yang malam ini nampak sekali cantik dengan make up yang menghiasi wajahnya.
Keina mencebikkan bibirnya, membuat Jimin ingin sekali menarik bibir sang istri sangking gemasnya. Tapi ia sadar jika keduanya berada di tempat yang cukup ramai.
"Aku tidak besar, Jim. Berat badanku memang sedikit naik. Tapi aku tidak gendut."
"Tidak ada yang bilang kau gendut, sayang. Tubuhmu hanya sedikit mengembang seperti adonan kue saja."
Keina sangat tidak suka jika pertambahan berat badannya dijadikan bahan untuk becandaan. Apalagi yang mengatainya adalah sang suami. Ia sangat tidak suka mendengarnya.
"Apa maksudmu mengatakan aku mengembang seperti adonan kue?" tanya Keina dengan manik yang menatap tajam pada sang suami. Hatinya sakit karena Jimin mengatai tubuhnya mengembang.
Semenjak hamil tubuhnya memang tidak sexy lagi seperti dulu. Ia sadar akan hal itu. Terkadang ia merasa iri dengan sekretaris Jimin yang memiliki tubuh ideal dengan payudara yang cukup besar. Hal tersebut tentu saja membuat hati Keina selalu was-was ketika sang suami berada di kantor. Takut jika saja suaminya yang berotak mesum tersebut akan khilaf dan melakukan hal yang tidak-tidak dengan sekretaris sexy nya tersebut.