6

254 31 23
                                    


Jimin mencoba mencari posisi ternyaman untuk tidur. Ranjang Keina yang kecil membuatnya sulit untuk banyak bergerak, membuat dirinya menjadi kesulitan bahkan untuk memejamkan matanya sejenak.

"Kau belum tidur?" tanya Keina sembari mengerjapkan matanya berulang kali. Pergerakan Park Jimin membuat tidurnya menjadi terusik.

Menggelengkan kepalanya, dengan kesal Jimin pun berucap, "Ranjangmu sangat sempit."

Keina mendudukkan dirinya di atas ranjang. Ia sadar jika ranjang di kamar lamanya memang sangat kecil, hanya muat untuk satu orang saja. Jika dibuat tidur berdua dengan Jimin, ia jadi harus memposisikan tidurnya miring.

"Kalau begitu aku tidur di sofa, ya. Agar kau bisa tidur dengan leluasa." ucap Keina sembari meraih bantal yang berada di samping Jimin. Ia hendak turun dari atas ranjang, namun tangannya lebih dulu digenggam oleh Jimin.

Keina berdecak lantaran merasa begitu kesal, ia hanya ingin tidur dengan nyenyak. Ia sudah merasa sangat mengantuk, namun sedari tadi Jimin mengusik tidurnya.

Maniknya menatap jam yang menggantung pada dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Ia merasa kasihan pada Jimin yang tak juga bisa memejamkan matanya sedari tadi karena keadaan ranjang yang sempit. Keina sadar jika Jimin tak terbiasa dengan hal seperti ini. Jika berada di rumah mewahnya, Pria itu akan mendapatkan apapun yang ia inginkan.

"Kein. Aku sudah mengantuk, tapi mataku tak bisa terpejam karena ranjangmu sangat sempit. Aku kesulitan untuk bergerak."

Oh ayolah. Jimin adalah Pria berusia dua puluh lima tahun, tapi melihat wajah melasnya saat ini. Pria itu malah terlihat seperti bocah berusia tujuh tahun yang merengek minta dibelikan ice cream.

"Aku akan tidur di sofa. Kau bisa leluasa bergerak tanpaku." ucap Keina.

Jimin menggelengkan kepalanya, "Kita pulang saja. Aku akan menghubungi Pak Kim untuk menjemput kita."

Keina menghela napas kasar. Jimin adalah tipe Pria yang suka bersikap seenaknya, tanpa berpikir panjang terlebih dulu.

"Ini pukul tiga dini hari. Pak Kim pasti sudah tidur, Park Jimin."

"Dia memang digaji untuk bekerja, Keina. Bukan untuk tidur." ucap Jimin sembari meraih ponsel miliknya yang berada diatas nakas.

Jimin hendak menghubungi Pak Kim agar menjemputnya. Namun, Keina dengan cepat mengambil ponsel dalam genggaman Jimin.

"Jangan menyuruh Pak Kim untuk menjemput. Lagipula aku merasa tak enak dengan kedua Sahabatku."

Keina sudah merasa cukup kesal karena Jimin yang memaksakan dirinya untuk ikut. Padahal ia ingin sekali menghabiskan waktunya bersama dengan kedua Sahabatnya. Ia merasa sangat rindu, ingin tidur bersama dan membicarakan banyak hal bersama dengan Sona dan Chan Yun. Tapi karena kehadiran Jimin semua itu urung ia lakukan, karena Pria itu yang sama sekali tak bisa ditinggalkan barang sejenak saja.

"Keina. Kita bisa tidur sambil berpelukan. Bukankah itu akan sangat nyaman?"

Keina terdiam, nampak berpikir sejenak. Tidur dalam pelukan sang Suami adalah hal yang sangat ia hindari. Pasalnya Jimin terkadang mendengkur dalam tidurnya, dan itu membuat dirinya merasa sangat tidak nyaman.

Menggelengkan kepalanya tak setuju, lantas Keina berucap, "Itu ide buruk. Biasanya kau akan mendengkur saat tidur. Dan itu sangat mengganggu."

Jimin menarik pergelangan tangan Keina, dan hal itu sukses membuat tubuh Keina jatuh menimpah Jimin. Untuk beberapa saat keduanya saling mengisi pandang dengan jantung yang berpacu semakin cepat.

My Stupid Boss 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang