"Benar, Jim? Kau tidak berbohong kan?"Jimin menggeleng, "Tentu saja. Kau bisa mengundang kedua sahabatmu itu untuk makan malam bersama di rumah kita." ucap Jimin sembari mengulurkan tangannya untuk mengelus lembut surai hitam sang istri.
Keina spontan melompat-lompat kecil sangking senangnya. Akhirnya ia dapat kembali bertemu dengan kedua sahabat yang selama ini begitu ia rindukan. Ia ingin sekali bertemu dengan Sona dan juga Chan Yun. Tapi Jimin selalu melarangnya untuk keluar rumah tanpa adanya Jimin disampingnya. Hal tersebut tentu saja membuat Keina merasa sedikit tertekan dengan peraturan yang dibuat oleh suaminya. Dulu sebelum menikah, Keina adalah tipe gadis yang begitu bebas. Ia banyak menghabiskan waktu bersama dengan kedua sahabatnya. Pergi jalan-jalan bertiga, menonton bertiga, apapun ketiganya lakukan bersama-sama. Tapi semenjak menikah dengan Park Jimin, ia bagai burung yang dikurung di dalam sangkar. Jimin banyak sekali mengatur, melarang dirinya ini dan itu. Keina tak boleh keluar rumah tanpa dirinya, Keina tidak boleh memasak karena di rumah mewahnya sudah ada pelayan yang bertugas untuk memasak setiap hatinya. Dan masih banyak lagi peraturan yang Jimin buat untuk sang istri.
"Yakk. Jangan melompat seperti itu. Nanti Anakku keluar sebelum waktunya." protes Jimin dengan tatapan tajamnya. Tentu saja ia merasa khawatir dengan keadaan bayi yang berada di dalam kandungan sang istri. Ia begitu mendambakan sang buah hati di dalam rumah tangganya. Ia tak ingin karena tingkah sembrono yang dilakukan oleh sang istri membuat keadaan bayinya yang berada di dalam perut istrinya itu dalam keadaan bahaya. Tidak. Hal seperti itu tidak boleh terjadi. Kalau sampai terjadi sesuatu dengan Anaknya, ia akan menyalahkan Keina. Karena sang istri tidak dapat menjaga kandungannya dengan baik.
"Aku hanya melompat kecil saja. Tidak akan terjadi apa-apa dengan Anakmu." ucap Keina tak terima. Mencoba untuk membela diri. Lagipula tak mungkin ia melakukan sesuatu yang dapat membahayakan janin dalam kandungannya. Jimin saja yang memang selalu berlebihan. Ia adalah calon Ibu, ia pasti akan menjaga bayi yang ada di dalam kandungannya dengan sangat baik.
"Aku hanya khawatir saja. Biasanya kau akan berbuat sesuatu di luar nalar." ucap Jimin sembari melangkahkan kakinya mendekat kearah ranjang. Lalu mendudukkan dirinya di atas ranjang.
"Melakukan apa? Jangan sembarangan."
Jelas saja Keina tak terima dituduh seperti itu. Ia tak pernah merasa melakukan hal di luar nalar. Seperti memakan paku misalnya. Tidak, Keina tidak pernah melakukan hal semacam itu. Apa yang dia lakukan selama ini selalu wajar-wajar saja.
"Biasanya kau akan tidur di atas tubuhku jika sampai larut malam kau susah untuk memejamkan matamu. Kau pikir itu tidak aneh. Hal seperti itu jelas menyakitiku, tubuhmu semakin besar. Dan saat ini aku terlihat lebih kecil darimu. Dan kau berada di atas tubuhku." ucap Jimin pada sang istri. Selama ini ia merasa cukup tersiksa dengan kebiasaan aneh dari istrinya. Tapi ia mencoba untuk bersabar menghadapi tingkah Keina yang semakin hari semakin tidak jelas itu. Tapi makin kesini apa yang kadang di lakukan oleh Perempuan itu jelas menyiksa dirinya. Berat badan istrinya saat ini jelas bertambah dan itu sangat terlihat sekali dari badan Keina yang kian hari semakin berisi. Pipinya pun kini terlihat sekali sangat chubby. Napsu makan Keina berubah drastis saat hamil. Belum lagi Perempuan itu mengkonsumsi susu setiap harinya.
Raut muka Keina seketika berubah drastis, tadinya ia terlihat sangat bahagia karena Jimin mengatakan akan mengundang kedua sahabatnya untuk makan malam bersama di rumah besarnya. Tapi kini senyuman kebahagiaan itu seketika pudar, digantikan dengan raut sedih yang begitu kentara.
"Benar kan aku gendut. Dan kau mulai merasa resah berada di dekatku." ucap Keina sembari menghentakkan kakinya berulang kali. Tangan kirinya ia gunakan untuk meremat kuat ujung piyama tidurnya lantaran merasa sangat kesal karena ucapan yang terlontar dari belah bibir suaminya.
