39

140 23 17
                                    


Dan benar saja dugaan Keina kali ini jika saja sang Suami kini tengah dekat dengan sekretarisnya. Kini dirinya tengah duduk di sofa yang berada di ruangan sang suami, menunggu Jimin kembali dari makan siangnya bersama dengan sekretaris pribadinya. Keina jelas marah karena hal ini. Apalagi jika mengingat pesan yang dikirim oleh Hwang Jinae pagi tadi. Perempuan itu benar-benar kurang ajar, berani sekali mencoba untuk mendekati suaminya. Keina juga telah membaca beberapa pesan yang telah dikirim Jinae semalam. Hal tersebut membuat kepalanya terasa panas luar biasa. Jika hal seperti ini terus dibiarkan bisa saja rumah tangganya bersama dengan Jimin yang baru saja seumur jagung bisa hancur berantakan. Ia tidak akan membiarkan Perempuan manapun mengganggu keutuhan rumah tangganya, Keina akan maju paling depan jika ada seseorang yang berniat menggoda suaminya.

Keina masih setia menunggu dengan manik yang berulang kali menatap kearah jam yang menggantung pada dinding. Terhitung sudah setengah jam ia duduk di sofa dengan raut wajah yang terlihat penuh dengan amarah. Kedua tangannya terkepal begitu kuat, menahan emosi yang sudah membumbung tinggi sejak tadi. Sejak pertama kali menginjakkan kakinya di kantor dan dirinya tak mendapati sang suami berada di ruang kerjanya, saat itu pula emosi Keina seketika meluap. Ia sempat bertanya pada resepsionis, dan benar saja dugaannya jika kini suaminya tengah pergi makan siang bersama dengan sekretaris pribadinya. Keina tidak akan merasa berlebihan seperti ini jika ia tak membaca sebuah pesan yang dikirim oleh Jinae semalam. Ia akan menganggap hal semacam ini adalah wajar. Karena dirinya dulu juga sering makan siang diluar bersama dengan Min Yoongi yang saat itu berstatus sebagai atasannya.

Keina mengambil ponsel miliknya yang berada di dalam tak. Hendak menghubungi sang suami, mencoba memastikan sendiri hal ini dari mulut suaminya. Ia ingin tahu bagaimana jawaban dari suaminya.

"Hallo, Jim." ucap Keina pertama kali saat telepon baru saja tersambung.

"Iya sayang."

"Kau dimana sekarang?" tanya Keina.

"Aku sedang makan siang di luar. Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa sudah mendingan?"

"Makan siang diluar bersama siapa? Aku sudah mendingan, kau tidak perlu cemas."

Jimin yang berada di sana tak segera menjawab, Pria itu sempat terdiam untuk beberapa saat. Dan Keina dapat dengan jelas mendengar helaan napas berat yang berasal dari seberang sana.

"Aku pergi sendiri, sayang."

Darah Keina seketika mendidih, kali ini Jimin sudah berani mengatakan hal bohong padanya. Ia jelas tidak suka dibohongi seperti ini. Suaminya juga perlu diberi perhitungan rupanya.

Keina mematikan sambungan teleponnya sepihak, matanya kini mulai berkaca-kaca. Ia bukan Perempuan yang lemah, tapi entah kenapa saat dirinya hamil perasaannya begitu sensitif dan membuat dirinya mudah sekali menangis. Rasa sakit hati yang sedari pagi tadi bersarang di dalam hatinya kini kembali mencuat ke permukaan. Kendati demikian, Keina masih begitu setia mendudukkan dirinya di sofa guna menunggu sang suami datang.

"Kenapa kau membohongiku?"

Kini wajahnya telah basah dengan air mata. Keina tidak mengerti kenapa dia selemah ini. Harusnya dia kuat, karena menangis adalah hal yang begitu memalukan untuk dirinya. Tangannya segera terulur untuk mengambil tissue yang berada di atas meja. Ia menghapus kasar air mata yang kini telah membasahi wajahnya.

Ceklekk.....

Suara pintu ruangan terbuka, membuat Keina seketika menoleh kearah sang suami yang saat kini tengah berdiri mematung di ambang pintu dengan sang sekretaris yang berada di belakang tubuhnya.

"Kau bilang makan siang seorang diri. Kenapa sekarang bersama dengan sekretaris pribadimu?" tanya Keina dengan raut wajah yang dibuat setenang mungkin. Padahal dalam hati ia sudah ingin sekali mencakar muka mulus sekretaris pribadi suaminya.

My Stupid Boss 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang