68

109 17 19
                                    



Kali ini Keina benar-benar merasa kesal luar biasa pada suaminya. Karena sangking kesalnya sempat terbesit dalam pikirannya untuk kembali ke rumah kedua orang tuanya karena merasa sudah tidak kuat lagi jika harus terus menjadi istri dari Pria bermarga Park tersebut. Ingin rasanya ia pensiun saja menjadi istri dari Pria bertubuh tidak terlalu tinggi itu.

Keina meraih ponselnya yang berada di atas nakas guna menghubungi sang Ibu. Ia ingin mencurahkan semua isi hatinya kepada Perempuan yang telah melahirkannya tersebut. Karena jika bercerita kepada kedua sahabatnya ia akan merasa malu karena sikap Jimin yang begitu menyebalkan itu.

"Eomma." ucap Keina sesaat setelah sambungan telepon tersambung.

"Kenapa?"

Huaaa.....

Tangis Keina seketika pecah setelah mendengar suara sang Ibu. Meskipun hanya dari sebuah sambungan telepon tapi ia merasa begitu lega. Ia ingin sekali memeluk Ibunya dan mengatakan jika ia ingin kembali ke rumahnya.

"Aku ingin pensiun saja menjadi istri Park Jimin. Dia selalu saja membuatku kesal. Aku sudah lelah, Eomma."

"YAK.. BAGAIMANA KAU BISA BERPIKIR SEPERTI ITU. KAU MAU MENJADI ORANG MISKIN LAGI."

Keina seketika tersentak dengan teriakan ibunya. Lantas dengan cepat ia segera menjauhkan ponselnya dari telinga. Ia masih begitu muda, tidak ingin jika diusianya yang masih kepala dua ia harus mengalami gangguan pendengaran hanya karena teriakan maut dari sang Ibu.

Lagipula Keina masih tidak habis pikir. Setiap ia mengeluh pada sang Ibu perihal dirinya yang sudah sangat tidak tahan dengan kelakuan suaminya. Sang Ibu selalu saja mengatakan jika Keina harus banyak bersyukur karena mendapatkan suami yang begitu perhatian seperti Park Jimin dan pastinya jangan lupakan harta kekayaan Jimin yang melimpah. Tentu saja itu yang membuat Nyonya Han begitu membanggakan menantu kayanya itu.

"Eomma aku ini tersiksa asal kau tahu."

"Jimin itu baik. Dia sangat mencintaimu. Seharusnya kau bersyukur karena memiliki suami sepertinya."

"Dia selalu membuatku kesal, Eomma. Aku sangat hiks kesal sekali."

"YAKK. JANGAN MENANGIS LAGI SEPERTI ANAK KECIL BEGITU."

Keina kembali menjauhkan ponsel dari telinganya karena tidak kuat dengan teriakan maut sang Ibu dari seberang sana. Sungguh teriakan maut ibunya lebih dahsyat ketimbang teriakan maut Sona.

"Eomma. Berhenti berteriak seperti itu. Gendang telingaku bisa rusak karena mu."

Keina dapat dengan jelas mendengar suara decakan sang ibu. Mungkin kini Ibunya tengah merasa kesal terhadapnya. Sebab ia seringkali mengeluh pada ibunya lewat sebuah pesan perihal perilaku yang menyebalkan yang seringkali Jimin lakukan padanya.

"Ini masih pagi. Jangan membuat Eomma kesal. Sebentar lagi kau akan punya anak. Kurangi sikap kekanakan mu itu. Jangan setiap hari ribut terus dengan suamimu. Bisa-bisa dia mencari perempuan lain jika kau marah-marah terus."

Omelan dari ibunya semakin membuat Keina merasa kesal luar biasa. Disaat seperti ini bukannya memberi solusi yang tepat untuk rumah tangganya. Sang Ibu malah mengomelinya. Selalu saja Keina yang disalahkan dalam hal ini. Ia adalah anak kandungnya, tapi kenapa ibunya selalu saja membela sang menantu kurang ajarnya itu. Memang selama ini yang ibunya tahu adalah sikap Jimin yang begitu sopan dan murah senyum. Tapi ibunya tidak tahu saja jika dibalik senyum malaikat yang selama ini ditunjukkan Jimin terdapat sebuah kelakuan bejat yang tidak diketahui oleh ibunya. Jimin sangat mesum dan begitu kurang ajar terhadap dirinya.

My Stupid Boss 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang