Keina berulang kali mencebikkan bibirnya, lantaran merasa begitu kesal pada presensi Jimin yang saat ini tengah berada tak jauh darinya. Sedari tadi ia terdiam, tanpa suara. Bahkan ketika Jimin berucap pun, tak ada jawaban yang keluar dari belah bibir tebalnya. Keina merasa kesal, hingga membuatnya uring-uringan tak jelas sejak tadi.
"Kau kenapa?" tanya Jimin sembari melangkahkan kakinya untuk mendekat pada sang istri yang kini tengah duduk ditepi ranjang dengan tangan yang terlipat didada.
Keina bungkam, wajahnya terlihat begitu masam. Entahlah, Jimin sendiri tidak mengerti setan apa yang merasuki diri sang istri dipagi hari begini. Keina mendiaminya sejak semalam.
Menghela napas lelah, setelahnya Jimin mendudukkan dirinya tepat disamping istrinya, namun dengan cepat Keina bergeser, mencoba memberikan jarak diantara keduanya.
"Kau kenapa sih? Mukamu terlihat sangat jelek jika seperti itu."
Keina masih terdiam, bahkan merasa enggan untuk menatap pada sang suaminya.
"Aku kesal." jawab Keina pada akhirnya. Dengan wajah kesal yang begitu kentara, akhirnya ia menatap kearah Jimin yang kini juga tengah menatapnya dengan tatapan yang begitu lembut. Kedua netra tersebut saling bertemu.
Jimin tersenyum begitu lembut, tangannya terulur untuk mengusak lembut surai sang istri penuh sayang.
"Kau kesal kenapa?"
Keina merengek, persis seperti Anak kecil berusia delapan tahun yang tidak diberi permen oleh orang tuanya.
"Kau akan bekerja di Kantor, Eomma. Dan aku akan kesepian setelah ini."
Oh astaga. Jadi karena hal ini sang istri yang teramat dicintainya itu cemberut sejak semalam.
"Kan dirumah banyak pelayan. Kau bisa melakukan banyak hal. Seperti menyiram bunga, memberi makan ikan. Atau apapun yang kau suka."
Keina menggeleng, "Itu sangat membosankan. Kau melarangku keluar rumah, Park. Tapi kau malah akan meninggalkanku."
Jimin sangat posesif pada sang istri. Itu jelas membuat Keina merasa sangat tidak nyaman. Ia ingin sekali bebas seperti dulu saat dirinya masih lajang. Menghabiskan waktu untuk bersama dengan sahabatnya. Berkunjung ke apartemen Chan Yun hanya untuk sekedar menghabiskan waktu menonton drama favorit keduanya. Namun Jimin jelas melarangnya untuk pergi. Jika saja Keina akan pergi meninggalkan rumah, tentu saja harus ada Jimin yang ikut serta bersamanya. Itu sudah menjadi peraturan, dan tidak bisa diganggu gugat.
"Aku tidak mau. Aku akan pergi ke apartemen Chan Yun saat kau bekerja dan akan kembali kerumah saat kau pulang."
"Tidak! Berani kau melakukan itu awas saja."
Mata Keina melotot, hingga nyaris keluar sangking lebarnya, "Aku tidak peduli."
Jimin jelas tak terima jika saja Perempuan yang kini telah berstatus menjadi istrinya tidak menuruti apa yang sudah menjadi peraturannya. Jimin melarang Keina untuk tetap berada dirumah ketika tak ada dirinya jelas ada alasannya. Ia kerap kali merasa cemburu jika sang istri berinteraksi dengan Pria lain. Saat Keina dipuji oleh mantan atasannya di Kantor dulu saja Jimin merasa panas hati luar biasa. Ia sadar istrinya ini kelewat manis, dan Keina juga mudah bergaul dengan siapapun. Bagaimana jika Keina dilirik oleh Pria hidung belang diluar sana. Tidak. Membayangkannya saja sudah membuat hatinya panas luar biasa. Apalagi kalau sampai hal itu terjadi. Jimin tidak akan menyalahkan Pria yang melirik istrinya, jelas ia akan menyalahkan Keina atas hal itu, siapa suruh istrinya terlalu manis hingga mengundang ketertarikan Pria lain.
