Malam ini Kim Namjoon tak dapat memejamkan matanya barang sejenak saja. Ia masih memikirkan kejadian tadi, saat seorang gadis bertubuh mungil memanggil namanya. Seolah dia merasa begitu akrab dengannya. Namjoon tak habis pikir, kenapa gadis itu melayangkan pukulan pada dirinya. Berulang kali ia mencoba memaksakan otaknya untuk mengingat hal di masa lalu. Namun, semakin ia memaksakannya kepalanya akan terasa begitu sakit. Ia sama sekali tak bisa mengingatnya sedikitpun.
Ia masih begitu ingat bagaimana cara gadis mungil tadi saat memandangnya. Ia merasa tak asing ketika melihat manik indah milik gadis mungil tersebut.
"Siapa gadis itu sebenarnya?" monolog Namjoon. Ia merasa begitu frustasi saat ini. Ingin sekali dapat mengingat kembali kejadian dimasa lalu. Ia benci pada keadaan dirinya sekarang. Ia sama sekali tak dapat mengingat apapun, bahkan dirinya sendiri. Semenjak kecelakaan yang terjadi satu bulan yang lalu. Membuatnya kehilangan ingatan. Ia lupa pada semuanya, termasuk pada dirinya sendiri.
Namjoon memejamkan matanya sejenak, membayangkan kembali wajah gadis yang tadi sempat memukulnya itu. Seseorang tak akan melakukan hal seperti itu tanpa alasan. Ia juga mengenal namanya, sudah jelas jika gadis itu pernah berhubungan dengannya. Entah sebagai teman, atau mungkin lebih dari itu.
"Argkkk." meremas kuat surai hitamnya lantaran merasakan sakit yang tiba-tiba mendera kepalanya. Lantas tangan Namjoon terulur untuk mengambil botol obat yang berada di atas nakas samping ranjangnya. Mengambil satu obat dalam botol tersebut, memasukannya kedalam mulut lantas menelannya dengan bantuan segelas air putih.
Ceklekk..
Atensinya teralihkan pada presensi sang Ibu yang saat ini tengah berjalan kearahnya dengan raut wajah khawatir yang begitu tersirat.
"Kau kenapa, Nak?" tanya Nyonya Kim pada sang Putra. Ia nampak begitu khawatir jika saja terjadi sesuatu pada Putera kesayangannya.
"Eomma. Kepalaku sakit, aku mencoba untuk mengingat sesuatu. Tapi sangat sulit." ucap Namjoon dengan pandangan yang seketika berubah menjadi senduh.
"Jangan memikirkan apapun dulu. Tolong jangan paksa otakmu untuk mengingat apapun. Kau harus tenang, Nak."
Namjoon merasakan dirinya sedikit lebih tenang ketika sang Ibu memberikan usapan lembut pada punggungnya.
Nyonya Kim merasa begitu terpukul akan apa yang tengah dialami oleh Puteranya saat ini. Andai saja, waktu itu Namjoon tak nekad kembali ke Seoul, mungkin semua ini tak akan terjadi. Perempuan paruh baya tersebut begitu membenci Kim Chan Yun. Karena Perempuan itulah sang Putera jadi mengalami hal seperti ini. Keinginannya untuk memisahkan keduanya menjadi semakin kuat. Ditambah lagi keadaan Namjoon yang saat ini telah kehilangan ingatannya. Puteranya tak akan pernah mencari lagi Chan Yun. Karena Perempuan itu tak lagi ada dalam pikiran sang Putera. Hal itu semakin memudahkan dirinya untuk memisahkan keduanya.
"Eomma. Saat aku pergi bersama dengan Sora tadi, ada seorang gadis mungil memanggil namaku. Dia mengatakan kalau dirinya tengah merindukanku. Apa aku mempunyai kekasih di masa lalu?"
Nyonya Park sedikit tersentak mendengar penuturan sang Putera barusan. Ia yakin jika gadis itu adalah Chan Yun. Lantas dengan cepat ia segera mengubah raut wajahnya menjadi setenang mungkin. Agar Puteranya tak merasa curiga padanya.
"Sayang. Kau belum memiliki kekasih sebelumnya. Lagipula kau ini Putera dari keluarga Kim Namseok. Keluarga kita cukup terkenal. Jadi Eomma mohon padamu untuk berhati-hati pada orang lain. Apalagi dengan keadaanmu yang seperti ini."
Namjoon mengangguk, entah kenapa jawaban dari sang Ibu barusan lantas tak membuatnya langsung mempercayainya. Kendati begitu, ia masih merasa penasaran pada gadis yang sempat memukulnya tadi. Ia memang tak mengingatnya sama sekali, tapi dari pandangan mata gadis itu. Entah kenapa saat melihat matanya ia merasa begitu tak asing.
