Keina baru saja menginjakkan kakinya di rumah. Ia terlalu lama mengobrol dengan anak manis bernama Daniel yang baru saja ia temui di taman tadi sore. Sampai ia tidak sadar jika ia telah melewatkan jam makan malam bersama dengan suaminya. Lantas ia segera melangkahkan kakinya kearah meja makan. Takut jika saja Jimin akan marah nantinya karena ia melewatkan jam makan malam bersama.
Langkah kaki Keina berhenti tepat di depan meja makan. Tak ada presensi Jimin berada di sana. Hanya ada dua maid yang sedang membereskan makanan dan satu piring kosong.
"Apa Jimin sudah makan?" tanya Keina pada salah satu maid.
"Tuan muda sudah makan malam duluan."
Keina mengernyit, "Benarkah? Apa dia tidak marah-marah karena aku tidak berada di rumah?" tanya Keina yang merasa penasaran. Karena tidak biasanya Jimin bersikap seperti ini. Biasanya Pria itu akan menunggunya pulang terlebih dulu untuk makan malam bersama.
"Tidak. Tuan muda makan seorang diri dan tidak marah-marah sama sekali."
Keina segera melangkahkan kakinya untuk menuju kearah kamarnya yang berada di lantai paling atas. Ia menaiki satu persatu anak tangga dengan perasaan kesal luar biasa. Bagaimana bisa Jimin memilih untuk makan malam duluan tanpa menunggunya terlebih dulu.
Helaan napas berat keluar dari belah bibir Keina sebelum pada akhirnya tangan Perempuan manis itu terulur untuk membuka pelan pintu kamar.
Setelah pintu kamar telah berhasil terbuka, hal pertama kali yang dapat ia lihat adalah sang suami yang sedang duduk di sofa dengan ponsel ditangannya. Jimin sangat sibuk dengan ponsel yang ada dalam genggamannya. Bahkan Pria itu seakan tidak peduli dengan kehadiran dirinya.
"Kenapa kau makan malam duluan? Kenapa tidak menungguku?" tanya Keina yang merasa kesal.
Jimin masih terdiam dengan manik tajam yang kini menatap pada sang istri.
"Aku lapar. Haruskah aku menunggu istriku yang bahkan aku tidak tahu dia kapan akan sampai di rumah?"
Jimin merasa begitu kesal dengan sang istri yang selalu saja bersikap seenaknya. Dalam benaknya ia selalu merasa khawatir akan bagaimana keadaan Keina jika saja tidak berada di rumah. Namun kini Jimin sudah berada di ambang batas kesabarannya. Keina selalu saja menguji kesabarannya sebagai seorang suami. Istrinya sudah tidak lagi mau menuruti kata-katanya. Keina bahkan pergi dari rumah lagi tanpa izin darinya terlebih dahulu.
Kini Jimin marah, tapi berusaha tidak menampakan amarahnya.
"Aku hanya keluar sebentar saja."
Jimin tersenyum sinis, "Hanya sebentar, ya?"
Bibi Choi mengatakan padanya bahwa sang istri telah pergi meninggalkan rumah sejak tadi sore. Tanpa izin darinya terlebih dulu, tanpa mengatakan pada siapapun akan pergi kemana. Bukankah kali ini Keina sudah sangat keterlaluan.
"Sebenarnya aku pergi sejak tadi sore."
Jimin bungkam. Ia bahkan tidak bertanya kemana istrinya pergi dari sore tadi. Ia hanya ingin memberikan sang istri pelajaran agar tidak bersikap seenaknya lagi.
Keina menatap kearah sang suami yang kini kembali asyik dengan ponselnya. Ia jadi merasa penasaran akan apa yang dilakukan oleh Jimin sampai harus mengabaikannya seperti ini.
"Jim, kenapa kau mengabaikan ku? Kau sedang bertukar pesan dengan seseorang, ya?" tanya Keina yang merasa begitu penasaran.
"Aku sedang bermain game." jawab Jimin tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.
