Keina menidurkan dirinya tepat disebelah sang suami. Ia merasa kesal karena Jimin yang sedari tadi mengabaikannya karena lebih asyik bermain dengan game di ponselnya. Padahal Keina ingin disayang. Kandungannya sudah mulai membesar, ia sudah dapat merasakan bayinya berulang kali menendang-nendang di dalam sana. Sangking kesalnya dengan sang suami yang begitu fokus pada game di ponselnya, rasanya Keina ingin sekali menyuruh bayi yang masih berada di dalam kandungannya untuk menendang wajah Jimin. Agar Pria itu dapat peka terhadap dirinya yang begitu membutuhkan kasih sayang, bukan malah diabaikan seperti ini.
"Jim. Aku ingin dipeluk." ucap Keina sembari menarik lengan baju sang suami.
Merasa terganggu akan sikap sang istri yang sepertinya mulai terlihat kekanakan. Akhirnya Jimin memutuskan untuk sedikit menggeser guna menjauhkan diri dari sang istri.
"Apa? Aku sedang fokus. Nanti aku kalah lagi." ucap Jimin sembari tetap fokus pada game yang ada di ponselnya.
Berada seharian di kantor membuat dirinya merasa begitu lelah. Saat berada di rumah ia ingin sedikit saja menghibur dirinya dengan bermain game yang ada di ponselnya. Tapi sang istri selalu saja mengganggunya. Padahal semenjak menikah dengan Keina ia juga sudah mulai mengurangi kebiasaan bermain game.
Keina beranjak dari atas ranjang. Berharap jika saja Jimin mau sedikit peduli akan dirinya yang kini mulai haus akan kasih dan sayang. Padahal setiap harinya Jimin selalu memberinya kasih sayang tapi di mata Keina hal tersebut masih tetap saja kurang.
Memang tipe istri yang serakah.
Beberapa detik Keina masih berdiri di samping ranjang. Tapi Jimin benar-benar mengabaikan dirinya.
"Aku akan tidur dengan Eomma."
"Eomma sedang berlibur dengan teman sosialitanya." jawab Jimin begitu santai.
"Kalau begitu aku akan tidur di ruang tamu." ucap Keina mencoba mengancam sang suami.
Jimin masih fokus pada menatap layar ponselnya. Bahkan ia tidak melirik pada sang istri sedikitpun. Padahal wajah Keina saat ini begitu menunjukkan raut kesal yang luar biasa.
Sampai beberapa detik tak ada jawaban yang diberikan oleh Jimin. Hal tersebut membuat Keina akhirnya melangkahkan kakinya untuk keluar dari dalam kamar. Alih-alih memanggil sang istri agar tetap berada di dalam kamar bersamanya, Jimin malah terkekeh geli dengan tingkah laku sang istri yang menurutnya begitu menggemaskan. Ia memang berniat mengerjai sang istri dengan cara mengabaikannya. Karena Jimin begitu merindukan raut wajah kesal istrinya, jika sedang kesal istrinya terlihat begitu lucu di matanya.
Tak berselang lama, pintu kamar kembali terbuka. Menampilkan sosok Keina yang kini tengah berdiri di ambang pintu dengan manik yang menatap lekat kearah sang suami.
Jimin rasanya ingin tertawa dengan kelakuan istrinya. Dalam hati ia sangat yakin jika Keina tidak akan mungkin tidur di ruang tamu. Perempuan itu pasti tidak akan bisa jauh darinya, karena beberapa hari ini ia harus mengelus surai Keina agar Perempuan itu dapat tertidur dengan nyenyak.
"Kenapa tidak jadi tidur di ruang tamu?" tanya Jimin yang semakin membuat Keina merasa begitu kesal.
"Jadi kau ingin aku tidur di ruang tamu, begitu?"
Jimin terkekeh, lantas menaruh ponselnya di atas nakas samping tepat tidur, "Lagipula kau tidak akan bisa tidur jika tidak ada yang mengelus kepalamu saat tidur."
"Jika kau tidak mau peduli padaku. Aku bisa menyuruh Pak Kim untuk mengelus kepalaku agar aku bisa tidur."
Seketika manik Jimin membulat, tak percaya atas jawaban yang diucapkan oleh sang istri. Bagaimana bisa dengan mudahnya Keina mengatakan hal seperti itu padanya. Istrinya dilirik Pria lain saja hatinya sudah merasa panas. Apalagi jika sampai ada Pria lain yang mengelus kepala sang istri selain dirinya.