Hari ini adalah hari pertama Jimin masuk ke kantor. Dalam dua minggu ini ia akan belajar banyak dengan orang kepercayaan Ibunya, bagaimana cara menjadi pemimpin yang baik dan benar. Karena pada dasarnya ini adalah pengalaman pertama Jimin dalam bekerja. Trauma Pria itu akan masa lalu yang mengerikan perlahan dapat Jimin lupakan begitu saja. Ia merasa sedikit lebih tenang saat berada didekat orang lain. Jika dulu ia akan merasa takut, lain lagi dengan sekarang."Pak Lee akan mengajarkanmu banyak hal. Eomma harap kau mau bersungguh-sungguh dalam belajar. Agar bisa menjadi pemimpin yang baik." ucap Nyonya Park sembari menepuk pelan punggung sang Putera kesayangan. Ia tentu merasa sangat bahagia akan perubahan Jimin.
Tangan Nyonya Park terulur untuk membuka pelan ruangan kerja yang nantinya akan ditempati sang Putera. Ketika pintu berhasil terbuka, Jimin dapat melihat seorang Pria paruh baya dengan berdiri didepan meja kerjanya dengan seorang Perempuan yang bertubuh tinggi, terlihat cukup sexy dimata seorang Park Jimin.
"Dia Pak Lee, orang yang akan mengajarimu untuk mengurus pekerjaan di kantor ini." ucap Nyonya Park sembari menunjuk Pria paruh baya yang kini tersenyum begitu lembut padanya, "Dan itu Sekretaris pribadimu. Namanya Hwang Jinae." lanjutnya sembari beralih menunjuk Perempuan cantik yang berada tepat disebelah Pak Lee.
Jimin mengangguk, ia memberikan sebuah senyuman yang cukup ramah pada kedua orang yang baru saja dikenalkan oleh sang Ibu. Dihari pertama ia sudah cukup merasa nyaman, ruangan kerja yang pastinya akan sangat nyaman ia tempati. Orang kepercayaan sang Ibu yang kelihatannya cukup baik, dan tak lupa Sekretarisnya yang terlihat sexy. Dengan cepat Jimin menggelengkan kepalanya, bayang-bayang akan Keina tampak begitu jelas memenuhi pikirannya. Tidak. Di dunia ini tidak ada Perempuan yang lebih sexy ketimbang istrinya. Hanya Keina, tidak akan ada yang lain.
"Kalau begitu Eomma akan kembali. Kau belajar dengan Pak Lee." ucap Nyonya Park sembari tersenyum begitu lembut.
Jimin mengangguk, lantas menepuk pelan bahu sang Ibu, "Percayakan semuanya padaku."
"Tentu saja Puteraku."
Tak lupa Nyonya Park memberikan sebuah kecupan singkat pada kening sang Putera. Tak peduli jika saja kedua orang didepannya menatapnya dengan pandangan aneh. Pasalnya Jimin sudah teramat besar untuk mendapatkan sebuah kecupan seperti itu. Lain halnya dengan yang ada dalam pikiran sang Ibu. Ia akan menganggap Jimin tetaplah Putera kecilnya. Tetap Jimin yang menggemaskan dimatanya. Lagipula, ia sudah terlampau sering memberikan sebuah kecupan di kening, terkadang juga dikedua pipi sang Putera. Dan Jimin tak pernah mempermasalahkan hal itu.
"Eomma kembali, ya. Nanti siang Keina akan aku suruh untuk mengantarkan makan siang."
Jimin hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia jadi memikirkan bagaimana nasib sang Istri saat ia tinggal dirumah tanpa adanya dirinya yang menemani. Kasihan Keina hanya berteman dengan ikan dan beberapa kucing peliharaan sang Ibu yang selalu dibiarkan di kandang. Perempuan itu pasti akan merasa sangat bosan. Tapi lebih baik seperti itu, daripada ia harus merelakan istri yang teramat ia cintai dengan sepenuh hati, jiwa dan raga harus keluar tanpa dirinya. Bagaimana jika Keina dilirik Pria lain, atau barangkali Istrinya yang melirik Pria lain. Jimin tak mungkin bisa menerima hal itu. Alangkah baiknya ia mencegah hal itu sebelum terjadi. Biarkan Keina layaknya burung yang berada dalam sangkar, dan akan keluar atas izin Tuannya.
Setelah mengatakan hal tersebut, lantas Nyonya Park melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruangan kerja sang Putera. Membiarkan Jimin dengan orang kepercayaan dan sekretaris pribadinya.
"Sebelumnya saya akan memperkenalkan diri saya terlebih dahulu. Nama saya Lee Hyung Joong. Asisten Pribadi sekaligus kepercayaan dari Nyonya Park. Saya yang akan mengajari Tuan Jimin untuk dua minggu ke depan."
Jimin menganggukkan kepalanya, "Saya mengerti."
"Kalau begitu mari, Tuan Park. Kita mulai dari hal yang paling mudah terlebih dahulu."
Jimin kembali mengangguk, "Iya."
"Tapi sebelum itu saya akan merapikan dasi Anda terlebih dahulu. Ini sedikit melenceng dari tempatnya." ucap Hwang Jinae sembari melangkah mendekat pada Jimin. Dengan perlahan ia merapikan dasi yang dipakai Jimin. Membuka simpulnya, lalu menyimpulkan ulang.
"Aku rasa dasiku baik-baik saja. Istriku yang memasangnya."
Jinae mengangguk, ia melangkah mundur ketika kegiatannya merapikan dasi sang atasan telah selesai.
"Hanya saja kurang rapi." ucap Jinae.
Jimin tersenyum, "Baiklah. Kalau begitu terima kasih."
🐸🐸🐸🐸
Min Sona baru saja bangun dengan keadaan kepala yang pusing luar biasa. Ia tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tetapi sejak semalam ia sudah merasa tak enak badan. Maniknya beralih menatap jam yang menggantung pada dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Suaminya pasti sudah berangkat ke kantor sejak tadi. Lagipula ia juga tak peduli dengan hal itu, toh, dirinya tak ada kewajiban menyiapkan segala sesuatu untuk Yoongi. Dan hal itu juga sudah tertulis dalam kontrak keduanya. Jika saja Sona tak ada kewajiban untuk melayani Min Yoongi sebagai seorang suami. Hanya saja, jika ada kedua Orang Tua Yoongi, Sona wajib bersikap baik padanya. Bersikap layaknya seorang istri yang baik pada suaminya.
Tatapan Sona beralih pada selembar kertas yang berada diatas nakas. Lantas tangannya terulur untuk mengambilnya.
Aku tak membangunkanmu untuk ikut sarapan bersamaku. Kau bergerak gusar dalam tidurmu, teryata saat aku cek kau demam. Tapi aku harus buru-buru pergi ke kantor. Jika ada sesuatu pergilah ke rumah sakit bersama dengan supir pribadi Eomma. Karena Eomma dan Appa tidak ada dirumah. Aku akan pulang telat, tak usah menungguku.
Sona berdecih, "Tega sekali dia." monolognya.
Tentu saja ia merasa sangat kesal, setidaknya Yoongi bersikap sedikit saja peduli pada dirinya. Mentang-mentang Ibu dan Ayah mertuanya tak ada dirumah, Yoongi jadi bersikap sesukanya. Disaat sakit begini ia kan juga ingin diperhatikan. Jika saja dulu saat masih tinggal bersama dengan kedua Sahabatnya, Keina dan Chan Yun pasti akan sangat peduli padanya. Astaga. Dia jadi mengingat kembali momen manis saat bersama dengan kedua Sahabat kurang ajarnya dulu. Ia ingin sekali mengulang kembali semuanya. Tertawa lepas bersama Keina dan Chan Yun. Meruntuki kebodohan Chan Yun saat di apartemen. Memaki Keina yang terkadang suka sekali membuat dirinya tersulut emosi.
Sona menyibak selimut, lalu beranjak dari atas ranjang. Dengan kepala yang masih terasa pening ia berusaha melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam kamar mandi. Hendak mencuci mukanya, setelahnya berganti pakaian dan meminta supir pribadi mertuanya untuk mengantarkan dirinya kerumah sakit.