Jimin merasakan sebuah kebahagiaan yang tiada tara untuk saat ini. Rasanya ia tak kuasa menahan air matanya untuk tidak keluar tatkala melihat buah hatinya kini berada di dalam gendongannya dengan manik yang terpejam. Ia merasa sangat sedih ketika mengingat kembali bagaimana perjuangan sang istri untuk melahirkan buah hatinya sampai pada akhirnya kini dapat berada di dalam gendongannya. Andai saja Jimin bisa bertukar peran dengan Keina, ia rela jika saja dirinyalah yang kini terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dengan sebuah jarum infus yang tertanam pada punggung tangannya. Setelah melahirkan sang buah hati, sang istri tak sadarkan diri sejak beberapa jam yang lalu. Bahkan sang istri belum melihat wajah sang Putera yang mirip sekali dengannya.
"Kau mirip sekali denganku." ucap Jimin sembari menatap pada wajah sang Putera yang terlihat begitu mirip dengannya.
Merasa sangat bersyukur karena doa Jimin selama ini telah dikabulkan oleh yang maha kuasa. Pasalnya Keina melahirkan seorang Anak laki-laki yang begitu ia inginkan kehadirannya. Dan yang paling membuat dirinya merasa sangat bahagia yaitu wajah sang Putera begitu mirip dengannya. Mulai dari mata, hidung, bahkan bibirnya pun begitu mirip dengan Jimin.
"Boleh Eomma menggendongnya?" tanya Nyonya Park pada sang Putera.
Jimin mengangguk, lalu memindahkan sang buah hati ke dalam gendongan sang Ibu, "Dia sangat mirip denganku." ucap Jimin yang langsung saja mendapat anggukan dari sang Ibu.
"Boleh aku menggendong cucuku?" tanya Nyonya Han pada besannya.
Tentu saja Nyonya Park merasa begitu kesal, pasalnya sang cucu baru saja berada di dalam gendongannya.
"Aku baru saja menggendongnya."
"Tapi aku juga ingin menggendongnya." ucap Nyonya Han yang terlihat sekali begitu ingin menggendong cucu pertamanya yang selama ini memang begitu ia tunggu kehadirannya.
Jimin tidak mau peduli dengan perdebatan yang dilakukan oleh Ibu dan Ibu mertuanya, yang ia pedulikan untuk saat ini adalah keadaan sang istri yang terlihat begitu menyedihkan. Dengan hati yang terasa diremat kuat di dalam sana, Jimin melangkahkan kakinya untuk mendekat kearah ranjang sang istri.
"Gomawo. Kau sudah berjuang untuk melahirkan anak kita." ucap Jimin sembari memberikan sebuah kecupan singkat pada kening sang istri yang saat ini tengah terbaring di atas ranjang dengan manik yang tertutup rapat.
Jimin bukanlah Pria yang lemah. Hanya saja ketika melihat sang istri tengah berjuang di dalam ruang persalinan tentu saja membuat hatinya sangat tersentuh. Meskipun Keina kerapkali berperilaku menyebalkan, namun saat melihat sang istri tengah berjuang melahirkan sang buah hati ia menjadi begitu terharu, hingga membuat air matanya terus saja luruh ketika sang istri berada di dalam ruang persalinan. Dan kini air matanya kembali menetes tatkala melihat sang istri yang tengah terbaring di atas ranjang dengan manik yang tertutup rapat.
"Kau tak ingin melihat anak kita?" tanya Jimin sembari menggenggam tangan istrinya.
Tentu saja tak akan ada jawaban yang Jimin dapatkan, pasalnya setelah melahirkan sang buah hati Keina tak sadarkan diri.
"Nanti dia akan sadar. Kau jangan bersedih seperti itu, Keina anak yang kuat." ucap sang mertua yang mencoba menenangkan menantunya yang terlihat begitu sedih atas perjuangan yang telah dilakukan oleh Keina untuk kelahiran sang Putera.
Jimin menghapus air matanya menggunakan punggung tangan, "Tapi aku merasa sedih atas perjuangan Keina melahirkan anak kita, Appa."
Tuan Han melangkahkan kakinya untuk mendekat kearah sang menantu. Lantas ia memberikan sebuah tepukan lembut pada punggung menantu yang teramat ia sayangi tersebut. Ia merasa beruntung karena Puterinya yang memiliki sifat galak seperti sang istri bisa mendapatkan suami sebaik Park Jimin.
