Keina menaruh kembali ponselnya di atas nakas setelah membalas pesan yang dikirimkan oleh sahabatnya. Sona mengundangnya untuk menghadiri acara makan malam yang diadakan di rumah mertuanya. Acara tersebut diadakan untuk mempertemukan sahabatnya dengan kedua orang tuanya yang kini tengah berada di Seoul.
Manik Keina menatap pada Jimin yang kini terlihat tengah fokus bermain game di ponselnya. Bahkan suaminya masih sempat-sempatnya bermain game. Jimin tidak merasakan bagaimana sulitnya ia selama mengurus Jimmy seorang diri. Sang suami melarangnya untuk menyewa jasa baby sister. Dengan alasan bayinya tidak boleh disentuh oleh orang asing. Jimmy hanya boleh dirawat olehnya dan orang tuanya saja.
"Kau bahkan masih sempat bermain game."
"Memangnya kenapa? Jimmy sudah tidur. Jadi apa masalahnya?" tanya Jimin tanpa mengalihkan atensinya sedikitpun dari layar ponselnya.
Ingin sekali marah dengan ucapan sang suami barusan. Ia merasa begitu jenuh berada di rumah setiap harinya. Bahkan Jimin memperlakukannya bagai burung yang ada di dalam sangkar. Menyuruhnya untuk terus berada di rumah dengan alasan Jimmy masih sangat kecil untuk diajak berpergian. Suaminya ini begitu posesif dan aneh. Dan Keina tidak menyukai akan sikap posesif Jimin kepadanya. Terkadang ia berpikir bahwa Chan Yun lebih beruntung karena mendapatkan suami yang begitu pengertian seperti halnya Kim Namjoon. Pria itu selalu mengutamakan kebahagiaan Chan Yun. Sedangkan Jimin malah membuat dirinya merasa tertekan.
"Besok malam Sona mengundang kita untuk hadir di acara makan malam yang diadakan di rumah mertuanya."
Jimin masih fokus menatap layar ponselnya. Hal itu membuat Keina seakan naik darah. Ia segera mengambil paksa ponsel yang ada ditangan suaminya. Lalu menaruhnya di atas nakas. Hendak marah karena perlakuan istrinya. Namun, saat melihat Keina yang melotot horor kearahnya membuat Jimin seketika bergidik ngeri.
"Aku malas ikut. Mulut suaminya sangat kejam. lagipula aku tidak menyukainya." ucap Jimin yang merasa malas jika harus datang ke acara makan malam yang diadakan di rumah mertua dari sahabat istrinya. Lagipula ia tidak menyukai Yoongi. Setiap kali keduanya dipertemukan dalam suatu momen. Pasti akan ada saja pertengkaran yang terjadi. Entah itu hanya adu mulut. Atau mungkin hanya sekedar menatap tak suka diantara satu sama lain.
Helaan napas berat keluar dari belah bibir Keina. Bagaimana caranya membuat suaminya dan suami dari sahabatnya ini akur. Yoongi begitu keras kepala. Begitupula dengan Jimin yang masih suka bersikap kekanakan.
"Kalau kau tidak ikut aku pergi dengan siapa? Apa aku pergi dengan Pak Kim saja? Biar Pak Kim juga yang menemaniku makan malam di rumah mertua Sona."
Mendengar ucapan yang baru saja keluar dari belah bibir istrinya membuat Jimin merasa kesal. Bagaimana bisa Keina dengan begitu mudah mengatakan hal seperti itu. Lagipula Pak Kim adalah seorang supir. Usianya juga sudah tua. Apa Keina tidak merasa malu membawa supirnya yang sudah paruh baya itu datang ke acara makan malam bersama yang diadakan di rumah mertua Sona.
"Apa kau sudah gila?"
"Kau yang sudah gila. Aku ini istrimu, seharusnya kau yang menemaniku kemanapun aku pergi." ucap Keina dengan suara yang tanpa sadar meninggi. Namun, untungnya tidak membuat sang bayi terbangun dari tidurnya.
Sebagai seorang istri, ia merasa kesal dengan suaminya. Jimin terlalu posesif kepadanya. Setiap hari ia menghabiskan waktu di rumah hanya untuk merawat bayinya. Itu adalah hal yang sangat membosankan. Ketika ada sahabatnya yang mengajaknya untuk berkumpul, Jimin akan menyuruhnya untuk cepat pulang. Padahal Ibu mertuanya saja tidak seperti itu.
"Kau seharusnya tahu jika aku bekerja."
"Kau hanya lelah karena bekerja. Sedangkan aku mengurus Jimmy setiap hari."
