Park Jimin duduk di sofa sembari menatap fokus pada layar ponselnya. Jika sudah begini sudah dipastikan kini Jimin tengah bermain game di dalam ponselnya. Mengabaikan presensi sang istri yang kini duduk terdiam di atas ranjang dengan raut kesal yang terlihat begitu kentara. Keina kesal jika Jimin bersikap abai seperti ini padanya. Ia kan juga ingin di manja seperti istri yang sedang hamil di sebuah drama yang pernah ia tonton bersama dengan Chan Yun dulu.
"Jim." panggil Keina namun tak kunjung mendapat sahutan dari sang suami. Jimin fokus sekali pada ponselnya. Membuat Keina ingin sekali menjejalkan ponsel tersebut ke mulut suaminya sangking kesalnya.
Keina segera beranjak dari atas ranjang. Ia melangkah mendekat kearah sang suami yang kini tengah duduk di sofa.
"Jim."
Jimin memandang Keina sekilas, lalu kembali mengalihkan atensinya pada ponselnya, "Apa?" tanya Jimin datar.
Keina segera merebut ponsel yang berada ditangan sang suami. Lantas menaruhnya di atas meja. Hal tersebut sukses membuat Jimin merasa kesal luar biasa. Ia tengah asyik bermain game, namun Keina suka sekali mengganggu kesenangannya.
Keina dengan santainya mendudukkan dirinya di pangkuan sang suami. Tak peduli dengan raut wajah kesal yang ditujukan oleh Jimin saat ini. Entah kenapa dirinya hanya ingin selalu berada di dekat suaminya.
Jelas Jimin tidak berani protes dengan apa yang dilakukan oleh sang istri saat ini. Istrinya mudah sekali tersinggung, jadi ia berpikir ribuan kali untuk melontarkan sebuah kata-kata yang bisa saja membuat Keina sakit hati dan berakhir istrinya akan ngambek padanya. Jika sudah begitu akan sangat sulit nantinya membujuk sang istri jika sudah seperti itu. Apalagi saat hamil Keina jadi semakin sensitif, Perempuan yang kini duduk di pangkuannya ini mudah sekali tersinggung. Bahkan Keina begitu mudahnya menangis jika hatinya merasa sangat kesal. Tapi ia tidak mungkin menyalahkan sang istri atas perubahan yang kini telah terjadi. Biar bagaimanapun Keina tengah mengandung buah hatinya. Jadi Jimin harus siap siaga untuk menjaga sang istri yang galaknya melebihi ibu tiri.
"Ayo makan Tteokbokki." ucap Keina antusias. Ia ingin semaki makan Tteokbokki. Sudah sangat lama ia tidak memakan makanan yang terkenal pedas tersebut.
Jimin dengan cepat menggelengkan kepalanya, pertanda jika ia tidak setuju dengan apa yang baru saja dikatakan oleh istrinya, "Tidak! Kau tidak boleh makan yang pedas dulu." ucap Jimin tegas. Kini ucapan yang keluar dari belah bibirnya tidak bisa diganggu gugat. Ini demi kesehatan sang buah hati. Ia tidak mungkin membiarkan sang istri mengkonsumsi makanan yang menurutnya tidak sehat untuk istri dan bayi yang kini berada di dalam perut Keina. Apapun akan ia belikan, asal itu makanan yang sehat juga mengandung gizi yang cukup untuk perkembangan janin istrinya di dalam sana.
"Tapi aku sangat ingin makan Tteokbokki. Sudah lama aku tidak makan itu." ucap Keina dengan wajah yang dipasang menyedihkan. Lantas hal tersebut sama sekali tak membuat Jimin luluh. Pria itu tetap pada kekeh melarang sang istri untuk tidak memakan makanan yang pedas.
Jimin menggelengkan kepalanya, "Aku melarangmu makan Tteokbokki."
Keina menggerakkan pinggulnya di atas paha Jimin, membuat Jimin merasa tak nyaman atas apa yang dilakukan oleh sang istri.
"Sedikit saja."
"Jangan banyak bergerak, Keina. Kau bisa membuatnya bangun."
Keina mengernyit, "Apa yang bangun?" tanya Keina tak mengerti.
Sialnya kenapa wajah polos Keina saat ini malah membuat Jimin sangat ingin menerkam sang istri.
"Kenapa kau jadi sok polos begini?"