Robot dan Perasaan

135 19 1
                                    

Malam itu berlalu dengan begitu tenang. Waktu-waktu mengerikan malam itu pudar seketika. Semua mimpi buruk itu berhenti. Matahari menunjukkan dirinya secara perlahan.

Si robot mencari sesuatu dari balik tumpukkan mesin. Jalanan kota itu penuh dengan sisa-sisa perang. Tubuh robot berserakan di mana-mana. Mesin-mesin raksasa yang sudah tak lama aktif juga memenuhi tempat itu.

Si robot mengisi ulang bahan bakarnya. Ia juga menyempatkan diri untuk mengais beberapa butir peluru. Hal yang menimpa dirinya semalam telah membuatnya menjadi sebuah robot yang penuh dengan kewaspadaan.

Kini ia tak sendiri. Setelah sekian lama akhirnya ia menjumpai seorang manusia kembali.

Menolak semua protokol sistem yang ia miliki, si robot akhirnya memiliki sebuah keinginannya sendiri. Ia ingin melihat anak itu tetap hidup. Ia masih terlalu muda untuk hidup di neraka ini.

Si robot sangat ingin melihat anak itu bahagia.

Setelah merasa bahan bakar serta amunisinya terisi kembali, si robot kembali. Berjalan menelusuri seisi kota yang benar-benar tak terawat. Ia kembali ke dalam stasiun.

Mayat-mayat para White face sudah menghilang. Lenyap dan menjadi butiran abu. Seakan tidak ada apapun di sana. Namun bekas cakar di seluruh badan gerbong menjadi bukti nyata serangan malam itu.

Gadis itu masih disana. Duduk sendiri di dalam gerbong. Ia sudah cukup tenang daripada tadi malam. Hanya saja ia masih enggan untuk berbicara kepada si robot.

Si robot menghampiri gadis itu perlahan. Menemaninya dengan duduk disebelahnya.

Mulut si robot membuka perlahan, seolah hendak mengucapkan sebuah kalimat. Namun hingga kini ia masih belum berbicara.

"A-" Belum sempat sebuah kalimat terucap oleh si robot, gadis itu mendahuluinya.

"Mengapa kamu melakukan ini?"

Si robot terdian sejenak. Mengelolah semua data di kepalanya menjadi sebuah jawaban.

Ia melihat kembali kejadian kemarin sore ketika ia melihat gadis itu diatas reruntuhan. Ketika malam mulai tiba, si robot bisa saja meninggalkan gadis itu sendirian. Namun ia tidak melakukan hal itu.

Si robot lebih memilih untuk mencari si gadis kembali dan melalui semua mimpi buruk itu bersama.

Ia sadar bahwa itu semua bukan sebuah perintah dari seorang atasan yang diberikan kepada dirinya. Hal itu juga berupa kewajiban yang perlu ia perbuat.

Itu adalah keinginan dirinya.

"Karena aku ingin. Hal ini adalah keinginanku yang pertama." Sebuah kalimat yang membuat si gadis bingung untuk menanggapinya.

"Selama ini aku hanya menerima perintah. Namun kali ini ada sebuah keinginan yang mendorong diriku untuk menyelematkan dirimu." Si robot melanjutkan ucapannya.

"Tetapi, mengapa?" Balas si gadis seolah masih belum puas dengan jawaban ia terima.

"Sore itu, aku melihat dirimu yang menangis. Aku merasakan sesuatu. Aku merasa..."

"... Kasihan."

Sebuah robot yang di desain untuk bertempur. Tidak dirancang untuk memiliki rasa takut maupun perasaan. Kini mengaku merasa iba.

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang