Hilang dalam Kabut

43 6 2
                                    

Salah seekor muncul dari belakang. Menggiring Arto dan Eva untuk maju.

Akan tetapi dua lainnya muncul dari kabut. Menghadang robot dan gadis itu.

Kini mahkluk serigala itu bertiga. Bukan angka yang besar apabila dibandingkan dengan jumlah White face yang berburu. Namun tetap saja mereka memiliki potensi untuk membunuh.

Organ insang di leher mereka bertiga terus terbuka. Mencari sebuah titik suara yang terdengar.

Tidak butuh waktu yang lama, ketiga mahkluk itu mengarah kepada Arto.

Suara deru dari mesin Arto yang tidak berhenti adalah pemicunya. Meski suara mesin itu nyaris senyap bagi pendengaran manusia, hal itu tidak berlaku bagi mahkluk-mahkluk tersebut.

Pendengaran mereka jauh lebih baik.

Ketiga mahkluk itu berjalan dengan mengendap-endap. Mengarah kepada Arto dengan begitu senyap.

Arto segera melepaskan genggaman tangannya dari Eva guna mengokang senapannya.

Menembak mereka adalah satu-satunya hal yang dapat dilakukan. Meskipun itu juga dapat mengundang lebih banyak mahkluk yang serupa untuk datang, Arto tidak memiliki pilihan.

Clicckkk...

Suara dari tuas pengokang yang nyaring kembali terdengar.

Membuat mahkluk-mahkluk itu menggerang.

Clanggg...

Proses akhir dari sebuah kokangan juga mendatangkan suara.

Memberikan aba-aba bagi ketiga mahkluk itu untuk menyerang.

Dua dari arah depan dan satu dari belakang. Ini tidak akan berakhir baik-baik saja.

Arto mengambil posisi membidik.

Kedua mata robot itu terus memperhatikan gerak-gerik dua mahkluk mutasi dihadapannya.

Ia juga tetap memperhatikan suara langkah dari satu mahkluk yang berada dibelakang dirinya.

Arto terlalu fokus untuk meladeni ketiga mahkluk itu tanpa menyadari bahwa ada seekor lagi yang sudah menanti dirinya.

[Target terkunci.]
[Tembak!]

Temb-!!

...!!!

Belum sempat menarik pelatuknya, Arto mendapatkan terjangan dari seekor mahkluk.

Dia adalah mahkluk serigala yang menanti Arto sedari tadi. Menunggu diatas sebuah truk untuk menanti saat yang pas.

Mahkluk itu berempat sekarang.

Terjangan dari serangan tadi begitu kuat dan cepat. Seolah-olah memberikan gelombang kejut yang terasa bagi orang disekitarnya.

Arto terjatuh dengan posisi tengkurap dengan mahkluk tadi yang masih bertahan di atas punggung Arto dan mengigit-gigit leher robot itu.

Begitu pula dengan Eva yang terhempas menjauh. Masuk kedalam kabut tebal yang masih setia berada di terowongan tersebut.

Eva dan Arto terpisah...

Lagi.

...

"Ahh!!" Eva berteriak kesakitan.

Berbenturan dengan aspal jalan yang kasar bukanlah sesuatu yang menyenangkan bagi gadis itu.

Gadis itu mencoba berdiri.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Eva menyadari bahwa dirinya kini sendirian.

Baik kanan, kiri, depan, maupun belakang. Semuanya hanya ada kabut tebal yang terlihat.

"Arto...??"

Eva melihat kedua telapak tangannya. Begitu pucat dan gemetar hebat. Eva tahu bahwa penyakitnya sudah semakin parah, "Di-uhuk-Dingin..."

Eva berjalan diantara mobil-mobil dan kendaraan lainnya yang sudah ditinggalkan.

Tanpa menyadari bahwa dirinya sudah semakin jauh masuk kedalam kabut tebal.

Hilang dalam kabut.

"Ar-to?" Bisik Eva pelan karena takut akan keberadaan mahkluk-mahkluk tadi, "Dimana kamu?!"

Semakin gadis itu berjalan, semakin jauh ia dari tempat Arto. Akan tetapi gadis itu tidak tahu arah mana yang harus diambil.

Kabut.

Kabut.

Dan kabut.

Kabut-kabut itu membutakan Eva.

Hingga akhirnya, Eva menyerah dengan keadaan.

Ia duduk bersandar pada ban sebuah mobil terbengkalai. Memeluk kedua kakinya yang gemetar akibat kedinginan.

"A-Aku takut."

Secara mengejutkan seseorang menjawab rintihan sedih gadis itu.

Dengan samar-samar terdengar suara seseorang dari balik kabut yang tebal.

"Jangan takut, mentari kecilku. Aku akan selalu bersamamu."

Suara dari seseorang yang Eva kenal.

Suara dari seseorang yang selalu dapat menenangkan gadis itu.

"I-Ibu?"

















GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang