Malam Itu

16 3 0
                                    

Malam itu semua penduduk desa berada di sebuah lapangan luas. Masing-masing dari mereka membawa sebuah mangkok dan sendok yang terbuat dari kayu. Mereka berbaris guna mendapatkan jatah makan malam.

Para penduduk membuat empat baris antrian, sesuai dengan jumlah petugas. Empat orang bertugas berdiri dibalik meja dan memberikan makanan dari kuali besar.

Untuk malam ini adalah semangkok sup sayuran sisa kemarin dan sepotong roti. Jatah yang mereka dapat terlalu sedikit, bahkan tidak mampu menutupi setengah mangkok mereka. Sup mereka juga terasa hambar karena terbuat dari potongan kentang dan wortel dengan sedikit kaldu sapi sebagai dasar sup.

Tidak ada yang dapat dikomentari mengenai sepotong roti itu. Mereka terlalu keras untuk dikunyah. Sebagai solusinya, para penduduk biasa mencelupkan potongan roti itu pada kuah sup, sehingga terasa lebih lunak.

Makan malam ini terdengar tidak layak, namun hanya ini yang dapat mereka andalkan untuk bertahan hidup. Musim dingin yang kejam menjadikan hewan buruan dan buah-buahan sukar untuk dicari. Terlebih para mahkluk mutasi, White Face akan menjadi penghalang untuk keluar dari tembok.

Lapangan tempat para penduduk mengantri sangatlah luas. Disana juga terdapat kayu bakar yang ditumpuk menyerupai menara. Disanalah api besar berkorbar membara, memberikan kehangatan dan penerangan. Itu juga menjadi alasan mengapa para White Face tidak berani mendekat.

Guna menghalau mahkluk-mahkluk itu mendekati tembok, para warga Redwood Village juga memasang obor pada tembok. Obor-obor itu terpasang  dengan sulur tanaman dan terpasang dengan jarak sekitar dua kaki antara satu dengan yang lain.

Tembok-tembok itu menjadi tempat sempurna bagi Arto untuk bersandar dan menjauh dari para penduduk. Robot itu memandang jauh ke arah lapangan, tempat makan malam dibagikan. Tidak, robot itu hanya memandang ke satu orang saja sejak tadi.

Dia hanya memandang kepada Eva dan memaku penglihatan kepadanya saja. Gadis itu mengantri makan malam sama seperti yang lain, namun sesekali melihat ke kanan dan kiri seperti tengah mencari sesuatu.

Arto tidak perlu khawatir Eva tidak mendapatkan jatah makanan. Itu semua sudah Ivan atur agar anak-anak berada di barisan terdepan untuk mendapatkan makanan mereka terlebih dahulu, disusul oleh para lansia dan wanita, kemudian para warga lainnya.

Ivan selaku pimpinan mereka justru berada pada barisan paling belakang, memastikan setiap penduduk mereka mendapatkan jatah makanan mereka terlebih dahulu. Berada pada posisi paling belakang juga berarti berpeluang tidak mendapatkan jatah makanan, dan Ivan sudah sering mengalaminya.

Setiap malam, Ivan sering terlihat datang terlambat untuk mengantri dan berada pada barisan paling belakang. Namun untuk malam ini, dia tidak terlihat sama sekali, bahkan ketika setengah penduduk Redwood Village selesai mendapatkan jatah makanan.

Penduduk yang sudah mendapatkan jatah makanan biasanya duduk tidak jauh dari menara api unggun. Beberapa duduk bersila di atas batu besar, yang lain menyandarkan diri pada batang kayu yang tumbang. Tidak terkecuali, Eva yang juga ikut diantara mereka, duduk bersama dengan anak-anak yang lain.

"Kamu melihat temanku?" Tanya Eva sembari mengambil sesendok kuah sup itu.

Anna, Boy, dan Jill duduk melingkar bersama-sama dengan Eva. Anna hanya menggeleng, sementara Boy mengangkat kedua bahunya, sebelum mencoba mengigit potongan roti keras yang dia dapatkan.

"Aneh!" Jill berucap dengan spontan, "Tuan Arto menghilang, ayahku juga tidak ada sejak tadi sore. Bibi Amanda juga tidak aku lihat!"

Jill kemudian meletakkan mangkok sup dan menatap wajah anak-anak yang lain dengan serius, "Apakah mereka semua di culik?!"

"A-Ap!!" Boy lantas terkejut dan tersedak makanannya.

"Mana mungkin, Arto itu robot perang. Mana mungkin ada yang berani menculiknya." Balas Anna mencoba menenangkan, "Ketua Ivan juga nampaknya sedang sibuk menyiapkan malam natal." Lanjutnya.

"Natal?" Boy berkomentar cepat, "Itu masih sekitar dua minggu lagi."

"Apa salahnya menyiapkan lebih awal?" Balas Anna yang merasa alasannya tidak terima.

"Hei, aku cuman bilang!"

Ditengah keributan kedua anak itu, Eva hanya memandang langit malam. Sayang sekali, langit terlalu pelit untuk memunculkan bintangnya.

Hanya terdapat bulan yang terlihat samar-samar diantara kabut. Namun sudah cukup sebagai teman Eva dalam lamunannya, "Mana kamu Arto?" Ucap gadis itu, bahkan tanpa dia sadari. Hingga sebuah salju turun mengenai pipinya, memecah lamunan Eva.

"Hei, kamu tidak apa-apa?" Tanya Jill yang duduk disebelahnya sembari menarik-narik jaket yang Eva kenakan.

Eva menggelengkan kepala, "Tidak..." Gumamnya, "Tidak apa-apa. Hanya saja roti ini keras sekali."

Dari kejauhan, Arto yang duduk bersandar di tembok pertahanan juga memandang bulan yang sama. Dia menyadari bahwa bulan itu sendirian di angkasa yang luas, tanpa ada bintang yang menemani. Sendiri dan sangat kesepian.

"Bukankah kita sama?" Ujar robot itu sembari memandang bulan di langit malam saat itu.

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang