Jembatan Penuh Bahaya

35 7 0
                                    

"Eva?! Kamu dimana?"

Tidak ada yang dapat Arto maupun Sam lakukan selain mengikuti jejak kaki yang tercetak di atas salju. Menuntun mereka ke tempat gadis itu berada.

Seraya mereka berlari, suara-suara raungan terdengar mendekat. Membuat burung-burung yang bertengger di atap bangunan terbang menjauh karenanya.

Arto dan Sam tidak mempedulikan suara-suara itu. Selagi tidak ada rasa takut pada diri mereka, keduanya akan baik-baik saja. Akan tetapi yang perlu dikhawatirkan adalah gadis itu.

Hingga sampailah mereka berdua pada sebuah jembatan layang. Jembatan itu membentang panjang, menghubungkan dua jalan raya yang terpisah oleh adanya sungai. Mobil dan kendaraan lainnya tertinggal sembarangan diatasnya.

"Sialan... Gadis itu... Punya energi lebih!" Ujar Sam dengan terbata-bata akibat kelelahan berlari.

Salju turun semakin banyak. Lebih besar intensitasnya daripada tadi. Membuat keadaan semakin dingin. Hal itu juga membuat jejak kaki Eva terhapus karenanya.

"Jejaknya hilang! Jejaknya hilang?!"

"Iya... Kamu benar!" Ucap Sam setuju, "Tapi tunggu dulu!" Lanjut Sam dengan terkejut.

"Apakah kamu panik? Baru kali ini aku melihat sebuah robot panik." Sam melanjutkan ucapannya.

"Aku tidak panik! Hanya saja Eva..."

"Jangan bohong! Kamu sedang panik, sialan! Aku tidak pernah salah!"

"Robot... Tidak bisa... Panik." Kata robot itu dengan memperkecil volume suaranya pada setiap kata yang terucap, "Hentikan omong kosong ini! Kita harus menemukan Eva segera."

"Ya, ya! Terserah kau saja."

Mereka berdua memutuskan berpencar. Mencari gadis itu dari di antara banyaknya kendaraan terbengkalai yang berada di atas sebuah jembatan layang.

Sam melihat ke bawah jembatan. Sebuah aliran sungai yang cukup deras berada tepat di bawah jembatan itu. Sam memperhatikan lebih seksama. Pada tepian sungai, pembekuan aliran terjadi.

Musim dingin kali ini berbeda. Lebih dingin daripada tahun-tahun sebelumnya. Mempengaruhi segala aspek yang ada. Salah satunya sungai ini. Alirannya akan segera berhenti dan mengubahnya menjadi es.

"Eva?! Kamu dimana?"

Dilain sisi Arto masih fokus untuk menemukan gadis itu. Melihat ke sekeliling. Mengintip ke dalam setiap kendaraan yang ada. Berharap menemukan titik terang keberadaan Eva.

Tick... Tick.. Tick...

Suara yang tidak asing kembali terdengar. Cukup dekat hingga membuat Arto meningkatkan kewaspadaan. White face juga ikut naik di atas jembatan layang ini.

Arto mengokang senapannya. Ia juga menuangkan satu botol bahan bakar untuk berjaga-jaga.

Robot itu maju perlahan. Melewati beberapa mobil yang menghadang jalan. Dari balik sebuah mobil, Arto memperhatikan kerumunan White face. Mereka memenuhi satu bagian dari jembatan itu.

Mahkluk-mahkluk berkulit putih itu berkerumun. Berjalan sembari mengendus dari banyak mobil yang ada. Seolah-olah mereka juga tengah mencari keberadaan sesuatu.

Mereka mencari sesuatu.

Sesuatu yang manis.

Sesuatu yang menggugah mereka.

Rasa manis dari ketakutan manusia.

Eva!?

Dari balik mobil itu, Arto memperhatikan lebih jauh. Mengamati betapa banyaknya White face yang ada di hadapannya. Mahkluk-mahkluk itu memenuhi seisi jalan jembatan.

Kedua mata Arto berhenti pada sebuah truk. Robot itu mendeteksi sebuah pergerakan perlahan yang terjadi pada kabin truk itu. Seseorang dengan jaket kuning ada didalam truk itu.

Tidak lain tidak bukan itu adalah Eva, gadis yang mereka cari-cari keberadaannya. Pada akhirnya robot itu menemukan keberadaan gadis itu. Akan tetapi masalah baru muncul. Gadis dengan rasa takut yang manis akan menjadi hidangan lezat bagi mahkluk-mahkluk itu.

Namun berdiam diri dan mengamati dari balik sebuah mobil bukanlah sebuah jawaban bagi robot itu. Yang ia inginkan pada saat ini adalah kembali bersama gadis itu dan mengeluarkan dia dari keadaan ini.

Maka dari itu Arto segera melangkah maju, hendak menerobos masuk kedalam kerumunan White face yang ada dihadapan dirinya.

Akan tetapi sebelum mengambil sebuah langkah, seseorang menghentikan robot itu. Arto menoleh kebelakang guna mencari tahu siapa yang menahan tangannya.

Arto mendapati Sam tengah menahan tangannya. Pria itu menggeleng perlahan tanda tidak setuju dengan apa yang akan Arto lakukan.

"Kamu gila?" Bisik pria itu.

"Eva membutuhkan diriku."

"Hanya orang tanpa rasa takut saja yang akan berhasil keluar hidup-hidup." Sam kembali berbisik seakan tidak ingin para White face mendengar mereka.

"Robot..." Arto menarik tangannya dari Sam, "...Tidak memiliki rasa takut."


GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang