Kemampuan Sebuah Robot

39 9 4
                                    

Mereka berdua saling menjaga jarak. Berjalan berputar membentuk lingkaran. Tidak melepaskan pandangan satu dengan lainnya.

Tidak ada yang bergerak maju. Baik Arto maupun pria itu saling menunggu. Siapapun yang menyerang terlebih dahulu, dia harus melakukannya dengan maksimal.

Pria itu bukanlah orang sembarangan. Terlihat dari sikap kuda-kuda yang ia tunjukkan. Terlebih bagaimana dia mampu menghindari dua serangan beruntun. Arto harus lebih berhati-hati.

Serentak mereka berdua berhenti. Tatapan tajam setia mengikuti. Dengan satu buah hentakan pria itu kembali maju.

Arto segera bersiap. Segala kemungkinan serangan merasuki kepala robot tersebut. Namun untuk saat ini ia hanya akan bertahan.

Arto memperkirakan arah datangnya pukulan. Membaca setiap gerakan yang akan pria itu lakukan. Membuat kesimpulan bahwa kepalanya akan menjadi sasaran untuk kali ini.

Segera robot itu mengangkat kedua tangannya untuk mengambil posisi bertahan. Membuat kedua tangan besinya menjadi sebuah perisai guna melindungi kepalanya.

Seperti apa yang Arto prediksi, sebuah hantaman lurus mengarah ke atas. Akan tetapi sesaat pukulan itu mendekat. Sebuah serangan mendadak pria itu lakukan.

Pukulan lurus itu hanya sebuah upaya mengecoh. Karena serangan sesungguhnya adalah bagian kaki dari robot tersebut.

Mengganti posisi untuk menyerang bagian kepala menjadi posisi untuk menendang. Pria itu melakukan hal tersebut dengan cepat.

Sebuah tendangan keras menghantam sendi belakang lutut Arto. Membuat robot tersebut goyah dan kehilangan keseimbangan.

Pria terlihat menahan rasa sakit. Akan tetapi tidak ada waktu untuk beristirahat kembali. Pria itu harus segera melanjutkan serangannya.

Pria itu menarik lengan Arto. Memutar serta mengunci setiap pergelangan yang ada. Membuat Arto tidak mampu bergerak bagaimanapun juga.

Beberapa usaha Arto lakukan untuk membebaskan kuncian itu. Akan tetapi tidak ada hasil yang terjadi. Kuncian yang pria itu lakukan terlalu kuat untuk dibuka, bahkan oleh sebuah robot sekalipun.

"Berhenti melawan, bodoh! Sekarang kembalikan gadis itu dan aku anggap ini tak pernah terjadi." Bisik pria itu disamping kepala Arto seolah-olah membisikkan langsung di telinga Arto, meskipun tidak ada apapun disana.

"Lepaskan! Sam! Lepaskan! Arto bukanlah robot jahat, dia adalah temanku!" Eva berteriak dengan panik.

Gertakan Eva tidak berarti apa-apa bagi pria itu. Dirinya terus mengunci Arto hingga robot tersebut menyerah dan mengabulkan apa yang ia minta.

Anehnya pria itu mulai melemah. Kuncian kuat yang ia lakukan tadi mulai terasa longgar. Bukan karena dirinya mendengar permintaan gadis itu, melainkan karena luka yang ada ia miliki.

Rasa sakit dan perih ditambah dengan rasa lelah yang berat membuat pria itu melemah dari waktu ke waktu. Membuat sebuah celah yang dapat Arto manfaatkan.

Tak ingin terus berada posisi itu, Arto segera membuka kuncian pria itu. Sedikit perlawanan pria itu lakukan namun ia sudah terlalu kelelahan.

Akhirnya Arto terbebas dan segera memposisikan diri. Di sisi lain pria itu segera memberikan serangan kejutan kembali.

Hantaman kuat mengarah ke kepala Arto. Menjawab hal itu, Arto juga memberikan serangannya. Keduanya memberikan serangan bersama-sama. Mendaratkan pukulan pada waktu yang bersamaan.

Keduanya tersungkur akibat serangan yang terjadi pada waktu yang sama. Pria itu terjatuh di dekat tas ranselnya. Sedangkan Arto terjatuh tepat di hadapan senapannya.

CLICKKK...

CLINGGG....

...!!!

Keduanya kembali saling berhadapan. Namun bukan lagi dengan tinju mereka. Dua buah senjata api saling mengarah satu dengan lainnya.

Jarak mereka berdua begitu dekat sehingga kemungkinan meleset akan tidak mungkin terjadi. Ujung laras senapan Arto menempel di dahi pria itu. Sementara itu, ujung laras senapan serbu pria itu menempel pada dada Arto, tempat mesin robot itu berada.

"Haha! Aku tahu kalau kamu ini licik. Akhirnya kamu mengangkat senapanmu meskipun ini pertarungan jarak dekat." Ujar pria itu dengan napas yang terengah-engah.

"Kamu juga sama."

Tidak ada dari mereka berdua yang bergerak. Meskipun dengan satu buah tarikan pelatuk, mereka dapat menjatuhkan lawannya. Tidak ada dari mereka yang melakukan hal itu.

"Hen-Hentikan!" Eva kembali berteriak.

Napas pria itu semakin tidak teratur. Begitu pula dengan darah yang mengalir di luka bahunya. Ia menjadi terombang-ambing. Konsentrasi pria itu juga mulai kabur.

Ujung senapan serbu pria itu sedikit ditarik. Menjauh dari dada Arto. Pria itu mundur beberapa langkah dengan tidak pasti. Memandang Arto sekali lagi dengan mata yang sayu.

"Sialan kamu robot berengsek!"

BRRRRTTTTT...

...!!!!

Jari telunjuk pria itu menarik pelatuknya. Arto yang sudah menduga hal itu akan terjadi segera menepis ujung laras senapan pria itu. Membuat peluru-peluru yang ditembakkan berhamburan ke lantai.

Sekali lagi Arto terhindar dari peluru-peluru yang mampu menghancurkan dirinya. Berkat dari kecepatan gerakan yang robot itu miliki serta kemungkinan yang tergambar di dalam kepalanya.

"ARTO!"

Tidak berniat menunggu lawannya kembali pulih, Arto segera mendaratkan pukulan keras kepada pria itu. Membuat pria itu tumbang dalam sekali serangan.







GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang