Sebuah Janji

103 17 2
                                    

"T-Ta-"

Si gadis berusaha mengucapkan sesuatu. Namun ada yang terus menghalangi dirinya.

Tanpa ia sadari air matanya mulai membasahi pipinya kembali. Si gadis menunduk, membiarkan air matanya menetes ke lantai gerbong.

Apakah aku salah bicara?
Mengapa ia kembali menangis?
Apakah aku membuatnya takut?

Si robot tidak tahu mengapa gadis itu kembali menangis. Isi kepalanya mulai memeriksa kembali semua kalimat yang ia ucapkan. Menelaah nya satu per satu untuk mengetahui kalimat mana yang menyinggung.

"Tahu apa kamu tentang kasihan?" Secara mengejutkan si gadis mampu mengucapkannya dengan jelas.

Si gadis memberanikan diri untuk menatap mata si robot kembali.

"Anak seperti tidak perlu dikasihani. Ayahku tak pernah mencintai diriku. Kedua orang tuaku selalu bertengkar karenaku." Lanjut si gadis.

Tak lama kemudian si gadis kembali menunduk sembari memeluk bonekanya.

"Bahkan sekarang ibuku telah tiada karena melindungiku. Aku sudah tidak punya siapapun lagi. Apakah aku masih pantas mendapatkan simpati, bahkan dari sebuah A.I. sepertimu?"

Si robot terdiam. Di isi kepalanya terdapat ribuan kalimat jawaban yang sudah disiapkan. Namun...

Ia menolak semuanya.

Kedua tangan si robot merangkul pelan gadis tersebut. Mendekat perlahan hingga si gadis mampu mendengar deru mesin si robot.

Layaknya sebuah jantung yang berdetak. Berbunyi dengan tempo yang sama. Begitu pelan dan menenangkan.

Entah mengapa si gadis mulai berhenti menangis. Ia merasa tenang. Meskipun ia tengah dirangkul oleh besi yang dingin, ia merasakan sebuah kehangatan. Seolah tengah di bela oleh sang ibu.

"Kamu salah." Ujar si robot pelan.

"Terkadang beberapa hal terjadi diluar keinginan kita sehingga berhentilah beranggapan bahwa semua hal yang terjadi adalah salah mu." Lanjut si robot.

"Saat ini aku sangat takut. Satu-satunya orang mencintaiku kini telah tiada. Aku bahkan tidak tahu apa yang harus aku lakukan setelah ini." Balas si gadis pelan.

Mendengar hal itu, si robot pun terdiam sejenak.

"Neraka ini terlalu kejam untuk gadis manis sepertimu, maka dari itu izinkan aku untuk selalu berada di sisimu." Balas ssi robot.

Dengan suara yang pelan si robot berbisik, " Selagi mesin ini masih dapat berderu, tak akan kubiarkan satu pun hal di neraka ini yang merebut kebahagiaanmu."

Kalimat itu tidak datang dari seorang manusia, namun sebuah robot. Entah mengapa itu terdengar hangat dan menenangkan.

Si gadis menarik senyuman tipis dan balas berbisik dengan lembut.

"Terima kasih."



GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang