Pembidik Sempurna

49 10 0
                                    

Untuk sesaat Arto lupa akan situasi saat ini. Terdapat sesuatu yang lebih menganggu. Jauh di dalam robot itu, ia merasakan sesuatu. Itu adalah amarah yang menggebu-gebu.

"Arto!" Gadis itu berlari menghampiri.

Eva tidak peduli akan kenyataan bahwa terdapat sebuah mesin pembunuh tepat dibelakang dirinya. Doominator tengah mengisi ulang pelurunya. Cepat atau lambat mesin itu akan menembak sekali lagi.

"Arto! Bangun!" Eva menggoyang-goyangkan badan besi Arto. Robot itu tergeletak tak memberikan respon. Membuat Eva semakin khawatir.

Gelap...

Ada apa ini?

Sistem ku mematikan daya.

"Arto... Ku-Kumohon!"

Suara?

Siapa?

"Arto... Ba-Bangun. Aku takut!"

Eva?

Aku harus kembali sadar!

Doominator sudah selesai mengisi ulang pelurunya. Kini ia kembali membidik. Dua target dalam satu tembakan. Hasil yang akan amat memuaskan.

Bangun!

Bangun!

Bangun!

Apa yang kamu lakukan?

Aku harus melindungi Eva!

Aku bilang bangun!!

[Sistem kembali normal.]
[Mesin kembali aktif!]
[Selamat sore Ar2–]

Berisik!

Ada musuh yang harus aku kalahkan!

Mata biru Arto kembali bercahaya. Diikuti dengan suara mesin yang menderu-deru. Robot itu kembali bangkit untuk melanjutkan pertarungan.

"Jangan menangis, Eva. Aku akan selalu ada untuk melindungi mu." Ucapan Arto seketika menghentikan tangisan gadis itu.

Arto bangkit berdiri. Kemudian ia mengokang senapannya sekali lagi. Dengan mata biru miliknya yang bersinar-bersinar, ia menatap ke arah Doominator.

Ada yang berbeda dari robot itu. Kali ini ia menatap tajam dengan penuh amarah.

Sementara disisi lain, Doominator mulai mencemkram aspal jalan. Keempat kaki mekanis nya mulai meninggi. Ia bersiap untuk menembak.

Ini semua hanya permasalahan waktu. Salah satu dari mereka yang mampu menghancurkan musuhnya terlebih dahulu adalah pemenangnya.

Maka dari itu Arto mulai berlari. Bukan lari menjauh seperti sebelumnya. Kali ini ia tidak ingin lari dari musuhnya. Robot itu ingin menghabisi musuhnya.

Ia berlari ke arah Doominator.

"A-Arto?" Gadis itu tidak tahu akan hal apa yang hendak dilakukan robot itu. Namun gadis itu percaya bahwa Arto dapat mengalahkan musuhnya.

Arto melihat bahwa Doominator perlu untuk meninggikan kaki-kakinya sebelum menembak. Memberikan ruang antara jalanan dengan badan utama mesin itu.

Jika mengingat kembali, terdapat sebuah celah berlubang di bagian bawah Doominator. Satu-satunya tempat agar peluru dapat melesat menuju mesinnya.

Dalam penglihatan Arto, semua hal terjadi dengan begitu lambat. Daun yang terbawa angin. Burung-burung yang terbang di angkasa. Bahkan tetesan air mata Eva. Semuanya nampak lambat.

Namun itu hanya dalam penglihatan robot itu. Karena kenyataan yang sebenarnya, Arto bergerak dengan sangat cepat.

Arto berlari dengan cepat hingga begitu dekat dengan Doominator. Menggunakan momentum yang ia ciptakan, Arto meluncur di antara kaki-kaki Doominator.

Punggung robot itu bergesekan dengan aspal jalan. Meninggalkan bekas di tubuh besinya.

Dengan segera Arto mengarahkan senapannya. Jari telunjuknya sudah siap untuk menarik pelatuk. Kedua matanya senantiasa terbuka, menunggu celah itu terlihat.

[Tembak!]

Tembak!

Whhooshhh...!!!!

Peluru Arto melesat melewati celah di bagian bawah Doominator. Menembus kuat ke arah mesin Doominator tersebut. Merusaknya dalam sekali tembakan.

Arto meluncur keluar dari bagian bawah Doominator. Ia telah berhasil menembak tepat di titik lemah Doominator.

DOOOMMMM...!!!!!!

Ledakan hebat terpicu tak lama setelahnya. Doominator meledak berhamburan. Beberapa bagian dari mesin perang itu terhempas tak beraturan. Asap tebal mengepul dari bangkai mesin perang itu.

Dari sisi sebelah, Eva hanya terdiam dengan apa yang terjadi. Semua kejadian terjadi begitu cepat hingga matanya tak dapat mengikuti.

Dari balik kepulan asap tebal, Eva melihat secercah cahaya biru. Tidak lain itu adalah mata biru Arto.

Mata biru yang nampak begitu indah, namun dibalik itu semua.

Mata itu adalah pembidik sempurna.



GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang