Terlalu Banyak Informasi

67 11 1
                                    

Arto kembali dengan seekor burung merpati tergantung di genggaman. Sebuah lubang peluru menembus sempurna di salah satu sayap merpati tersebut.

Hari sudah menjelang siang tanpa mereka berdua sadari. Meskipun begitu, matahari masih saja terasa hangat. Terbantu dengan angin semilir yang sejuk membuat siang yang terik menjadi tak terlalu panas.

Segera Arto dan Eva mencari tempat yang sempurna untuk memasak merpati tadi.

Mereka mendapati sebuah toko yang memiliki kanopi. Mereka menggunakan kanopi tadi sebagai tempat berteduh. Meskipun kanopi tersebut memiliki beberapa lubang dan kerusakan, hal itu bukanlah masalah besar.

Lalu apa?

Merpati ini tidak bisa memasak dirinya sendiri, bukan?

Setelah mencabuti bulu-bulu yang ada, Arto mencari beberapa kayu kering untuk dikumpulkan. Meskipun bahan makanannya sudah dipersiapkan, apabila tidak ada kayu bakar maka akan sia-sia.

Kayu serta ranting kering mudah didapatkan. Mereka berserakan di jalanan. Bagaimanapun juga kota ini sudah berubah. Pohon-pohon serta tanaman liar sudah menjalar di mana-mana.

Arto kembali ke bawah kanopi tadi dengan beberapa ranting kering di tangannya. Seraya mendekat, Arto melihat gadis tadi kembali murung.

Mengapa ia kembali tidak bersemangat?

Apakah rasa lapar juga membuat murung seseorang?

"Arto..." Panggil Eva.

"Aku mengantuk." Lanjut gadis itu.

Mungkin berlarian di taman bunga tadi membuatnya kelelahan.

"Berbaringlah, Eva. Nanti akan aku bangunkan ketika makanannya sudah jadi." Balas Arto sembari menyusun ranting-ranting tadi.

"Tidak! Aku ingin melihat dirimu memasak!" Jawab gadis itu menolak.

"..."

[Menampilkan cara membuat api sederhana]

Tentunya dengan komputer canggih yang tertanam di kepalanya, Arto dapat dengan mudah mengakses informasi yang ada. Sayangnya, informasi-informasi di internet sudah tidak diperbarui selama lebih dari tahun yang lalu.

"Wow... Arto sangat jenius!" Ujar Eva.

Arto tidak tahu mengenai apa yang gadis itu ucapkan. Apakah itu sebagai pujian seutuhnya atau itu semacam sindiran.

Arto hanya mengikuti panduan yang komputer tampilkan. Menggosok dua ranting kayu kering secara cepat dan searah dikatakan ampuh untuk menimbulkan sebuah percikan api.

Mungkin Eva mengira bahwa cara yang Arto lakukan adalah cara kuno yang memakan waktu yang lama. Sudah pasti dengan menggunakan korek ataupun pemantik api akan menghasilkan api yang lebih cepat.

"Aku pernah melihat ibuku membuat api dengan pemantik api dan apinya keluar dengan cepat."

"..."

Itu jelas sebuah sindiran!

Secara perlahan asap mulai muncul dari salah satu ranting yang Arto gosok. Untuk melanjutkan apa yang panduan, Arto harus meniup asap tadi secara perlahan untuk memperbesar api.

"Eva, tiup ranting ini." Pinta Arto.

"Ehh.. Bukankah itu akan memadamkan apinya?"

"Ini adalah panduan yang komputer berikan. Aku juga tidak terlalu yakin dengan hal ini."

Eva meniup ranting itu seperti apa yang Arto pinta. Benar saja, asap tadi semakin besar dan bara api mulai nampak. Tanpa membuang waktu, Arto segera meletakkan ranting itu ke tumpukkan ranting yang sudah disusun tadi.

Lalu langkah selanjutnya...

[Menampilkan resep masakan unggas.]

[Menampilkan bumbu-bumbu.]

[Menampilkan tingkat kematangan.]

[Menampilkan rasa-]

Sudah cukup! Ini terlalu banyak!

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang