Menelusuri Lebih Dalam

27 4 0
                                    

[Peluru tersisa satu.]
[Bahan bakar tersisa 18 persen.]

Semua peringatan dari komputer Arto bukanlah pertanda yang baik. Terlebih kini dirinya masih perlu masuk lebih dalam ke bunker.

Arto menapakkan kakinya lebih jauh. Robot itu melihat semua hal yang baru. Dia tidak akan pernah menyangka bahwa manusia yang tersisa menggunakan fasilitas ini untuk bertahan.

Arto telah melewati beberapa tahun tanpa melihat keberadaan manusia. Dia sempat mengira bahwa masa kehidupan mereka telah berakhir bersamaan dengan perang yang mereka mulai. Akan tetapi nyatanya, mereka masih bertahan dan membentuk koloni.

"Seharusnya mereka semua berada di sini. Kemana perginya semua orang?"

Kedua mata robot Arto tidak henti-henti nya memandang. Dia melihat semua hal yang ada di ruangan tersebut.

Semuanya hancur dan rusak. Perabotan, dinding, fasilitas dan segala hal yang ada telah menjadi bagian dari misteri kehancuran. Hal ini menjadikan bangunan tersebut tidak berbeda dengan bangunan terbengkalai lainnya.

Sudah pasti terdapat hal yang salah disini. Semua kekacauan ini bukanlah pertanda baik untuk siapapun yang ada disini. Maka dari itu, Arto mempersiapkan diri untuk segala hal yang akan terjadi.

Lampu yang berkedip, kian lama kian meredup. Begitupun dengan sistem penghangat yang tidak bekerja, menjadikan keadaan semakin dingin didalam sana. Sudah dipastikan bahwa bunker akan segera kehabisan daya listrik.

Arto menulusuri ruangan demi ruangan hingga membawanya ke lantai yang lebih dalam. Sejauh langkah yang ia ambil, ia tidak menemukan seseorang pun didalam sana.

Semua orang menghilang layaknya hantu. Hal tersebut berbanding terbalik dengan apa yang Eva dan Sam katakan mengenai tempat ini.

Cahaya biru dari kedua mata robot itu membantu menerangi jalannya. Dia mengisi ruangan yang ditempati dengan sinar biru yang terpantul.

Bunker ini memiliki banyak ruangan didalamnya. Semua ruangan dalam keadaan tertutup dan beberapa diantaranya terkunci. Arto tidak akan menghabiskan semua waktunya untuk memeriksa satu per satu ruangan itu.

Akan tetapi, Arto memandang ke arah satu pintu dihadapan dirinya. Dia cukup lama berdiri mematung di depan pintu itu. Pintu tersebut seolah memanggil-manggil untuk dibuka.

Arto nampak ragu untuk meraih gagang pintu. Dia sedikit menahan dirinya untuk tidak langsung membukanya. Semua keraguaan itu muncul ketika dia membaca kata 'EVA' di pelat pintu.

"Kamar... Eva..."

Arto membuka pintu itu dengan perlahan. Secara perlahan namun pasti, isi didalam ruangan itu terlihat.

Ruangan ini memiliki tempat tidur, lemari, dan meja. Sebuah komposisi sempurna untuk mengatakan bahwa ini adalah kamar tidur.

Dinding ruangan di cat dengan warna merah muda. Beberapa bagian dari tembok itu terdapat gambar kartunis dari krayon.

Arto tidak tahu pasti mengenai gambar tersebut dan melewatinya begitu saja. Dirinya lebih tertarik dengan sesuatu yang berada di atas meja.

Sebuah buku tulis dengan stiker hati yang tertempel pada sampul depan. Arto tidak perlu bingung akan buku itu karena buku itu sudah memperkenalkan dirinya sendiri dengan tulisan, 'Diary Eva.'

"Buku diary? Mengapa dia tidak membawanya?"

[Diary adalah sebu-]

Aku tahu apa itu diary.
Kamu tak perlu menjelaskannya.

"Eva bilang bahwa dirinya melarikan diri bersama ibunya. Mungkin ia tergesa-gesa dan melupakan ini."

Arto meletakkan senapan runduknya di atas meja kemudian mengangkat buku tersebut. Jari besi robot itu membuka lembaran pertama dari buku itu.

...

"Dear Diary,

Hari ini aku bertemu dengan dua orang asing. Mereka nampak seperti sepasang kekasih. Si pria memiliki janggut dan jambang yang lebat sementara si wanita memiliki kulit mulus dan cantik.

Kesan pertama yang aku lihat dari mereka berdua adalah reaksi terkejut. Jujur saja, mereka berdua memberikan ekspresi yang lucu hingga aku tidak dapat menahan ketawa ku. Kurasa mereka tidak akan menyangka bahwa dapat bertemu dengan seseorang duduk santai di lubang bekas hantaman nu-"

...

Arto belum sempat membaca hingga akhir karena menjatuhkan buku tersebut.

"Ahh, aku menjatuhkannya." Robot itu segera merunduk untuk mengambilnya kembali.

Buku itu terjatuh dengan keadaan terbuka. Secara kebetulan, buku tersebut langsung memperlihatkan isi dari halaman pada bagian tengah.

...

"AKU TIDAK TAHAN LAGI! SUDAH CUKUP! SUDAH CUKUP!"

...

Tidak ada kata-kata lain selain umpatan dan makian yang ditulis dengan huruf kapital. Arto menjadi sedikit penasaran dengan apa yang Eva alami. Sehingga dia membuka halaman selanjutnya dari buku tersebut.

"Kosong?" Tanya Arto, "Eva tak melanjutkannya la-"

...!!!

Suara jeritan dari seseorang menggema dari lantai bunker yang lebih dalam. Suara itu langsung mendapatkan perhatian dari sang robot yang langsung menoleh ke sumber datangnya suara.

Arto meletakkan buku diary milik Eva kembali ke tempatnya. Dia segera mengambil senapan runduknya dan bergegas keluar dari kamar itu.

Arto tidak dapat membiarkan rasa penasarannya menjadi alasan untuk tidak membantu. Terutama jika itu adalah suara yang berasal dari Eva sendiri.



















GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang