Bersama

29 3 0
                                    

Eva dan Jessy duduk pada satu sisi meja yang sama. Tidak seperti beberapa saat yang lalu, dimana mereka menggunakan meja itu sebagai pemisah keduanya.

Mereka bersandar pada bagian datar meja stainless. Keduanya sudah tidak merasakan suasana tegang seperti tadi. Sekarang, mereka memiliki kesempatan untuk berbicara lebih santai.

"Bagaimana dengan robot itu? Siapa dia?" Jessy membuka pertanyaan.

"Namanya Arto." Balas Eva menjelaskan, "Dia adalah sahabat robot ku."

"Arto, dia sangat menyayangi mu, kan? Dia bahkan tidak segan-segan mengeluarkan senapannya untuk melindungi mu." Jessy menatap ke langit-langit dapur dan dengan nada tenang dia melanjutkan, "Andai aku punya sahabat seperti itu."

"Tetap saja dia adalah robot militer. Jujur saja, Eva kurang suka apabila Arto selalu menggunakan kekerasan."

"Dia pasti punya caranya sendiri."

Keduanya terus berbicara mengenai Arto hingga terdengar suara pintu terbuka. Suara kasar mengikuti pintu itu terbuka, engsel yang berkarat menjadikannya berbunyi hebat.

"Itu pasti Arto." Ucap spontan Eva disaat mendengar suara tadi, "Dia selalu datang untuk membantu."

Eva bangkit berdiri dan menengok ke arah pintu dapur. Gadis itu mengamati dari balik meja stainless dan tanpa ragu langsung menyapa.

"Arto! Aku dan Jessy sudah berbaikan, jadi-!!?"

Raut wajah Eva berubah seratus delapan puluh derajat disaat dia memperhatikan lebih lanjut siapa yang datang ke ruang dapur. Dia bukanlah Arto, seperti apa yang diharapkan.

Eva menjatuhkan diri dan bersandar di meja kembali. Kedua mata gadis itu terbelalak menatap ke arah lantai dapur. Napasnya juga berubah menjadi lebih cepat dan kacau. Sesuatu pasti sudah menganggu pikirannya.

Jessy yang merasa bingung dengan perubahan sikap Eva pun, bertanya, "Ada apa? Bukankah kamu dan Arto... Kalian bersahabat?"

Eva menggelengkan kepalanya, "I-Itu bukan Arto."

Jessy enggan menunggu kelanjutan penjelasan Eva. Remaja itu segera mengintip dari balik meja dan tanpa perlu waktu lama, dia segera mendapatkan reaksi yang serupa seperti milik Eva.

"Mahkluk itu, dia masuk kesini!" Ucap Jessy dengan panik.

"..."

Jessy bersandar kembali pada sisi datar meja stainless. Remaja itu melihat ke arah sekelilingnya sembari berpikir upaya yang dapat mengeluarkan mereka berdua.

"Eva! Pikirkan cara... Setidaknya bantu aku berpikir."

Jessy benar-benar panik pada saat ini. Semua kalimat yang ia ucapkan terdengar terbatah-batah. Tubuh remaja itu juga gemetar hebat dan sulit untuk ia kendalikan. Tanpa Jessy sadari, kepanikannya justru mengundang rasa takut itu.

"Eva!"

Jessy memandang ke arah gadis itu dan mendapati ia tengah memejankan kedua matanya. Bibir gadis itu juga nampak bergerak seperti mengucapkan sesuatu, namun tak ada suara yang keluar darinya.

Perbuatan Eva segera mengundang rasa penasaran Jessy, "Apa yang kamu lakukan!? Tidaklah kamu tahu ada monster diruangan ini?"

Eva tidak menjawab dan tetap melakukan hal yang ia lakukan sedari tadi. Eva semakin merapatkan matanya, kemudian menggelengkan kepalanya untuk memberikan respon kepada Jessy.

Eva membuka matanya, kemudian dengan tenang membalas, "Jangan takut... Mahkluk itu tidak akan tahu posisi kita saat kita tidak takut."

"Hah?! Kamu pasti gila!" Jawab panik remaja itu, "Apakah mahkluk yang mencium rasa takut itu benar-benar ada?"

Rasa takut yang manis menggelora di udara. Hal tersebut direspon baik oleh White face yang berada di ruang dapur. Dia mulia mengendus untuk mencari keberadaan sumber rasa takut tadi.

Jessy mengintip kembali ke arah White face tadi. Mahkluk itu mencari pada rak besi kemudian berpindah pada daerah kompor. Hingga disaat Jessy melihat wajah mengerikan mahkluk itu, aura rasa takut semakin menggelegar.

Mahkluk mutasi itu menoleh ke arah Jessy. Sempat beberapa saat keduanya saling bertatapan, hingga Jessy mengalah dan kembali bersembunyi. Namun, mahkluk itu sudah semakin mengetahui keberadaan dirinya.

Jessy menelan ludah untuk mencoba mengurangi rasa takutnya, "Eva! Kita benar-benar dalam masalah!"

"Jangan panik, kumohon jangan panik. Dia semakin mengetahui posisi kita jika kamu panik dan takut!"

Jessy mencoba menenangkan dirinya. Remaja itu mengambil napas panjang kemudian menghembuskannya kuat-kuat. Tak lupa juga, dia menutup kedua matanya rapat-rapat. Kedua tangannya juga sibuk untuk menutup kedua telinganya guna menutup suara aneh mahkluk itu.

"Aku tidak takut-aku tidak takut..." Jessy mengucapkan kalimat itu berulang kali, semakin cepat dan cepat.

"AKU TIDAK BISA!!" Teriak Jessy sembari membuka matanya kembali, diikuti dengan dirinya yang menarik rambutnya sendiri.

Langkah mahkluk itu kian terdengar jelas. Dia naik pada barisan pertama meja stainless. Mahkluk itu hanya perlu satu baris lagi hingga menemukan keberadaan Jessy dan Eva yang bersembunyi.

"Tenang..." Ujar Eva sekali lagi guna mencoba menenangkan, "Coba ikuti nyanyian ini."

"Ehh... A-Apa kamu gila?! Ini bukan s-saatnya bernyanyi!!"

Eva tidak membalas perkataan Jessy, namun segera menyanyikan lagu yang biasa Eva nyanyikan disaat dia membutuhkan ketenangan.

Na... Na... Na...

Mentari kecilku~♪
Karena dirimu~♪
Hari ini diriku tersenyum~♪

Na... Na... Na...

Mentari kecilku~♪
Jangan biarkan malam~♪
Mengambil sinar hangatmu~♪

Eva tersenyum sembari tetap mempertahankan nada dan liriknya. Ia terdengar cukup mahir mengendalikan dirinya pada tekanan rasa takut ini.

Hal tersebut tidak berlaku pada Jessy. Remaja itu tetap mendapatkan tekanan yang luar biasa, meskipun Eva sudah menyanyikan sebuah lagu kepadanya. Jelas, setiap orang punya caranya masing-masing.

Jessy mendangah ke atas. Kedua mata remaja itu terbelalak disaat mengetahui mahkluk tadi sudah berada di atas meja stainless, tempat mereka bersembunyi.

Rasa takut Jessy keluar dengan jelas, dan hal itu mengundang mahkluk tadi untuk menerjang ke arahnya. Tubuh Jessy gemetar namun ia memaksa untuk bergerak.

"Eva! Kemari!" Perintah Jessy sembari menarik tangan Eva.

"Ehh... Wooo..."

...!!!

Mereka berdua meloloskan diri pada detik-detik terakhir mahkluk itu menyerang. Eva dan Jessy melarikan diri ke samping barisan meja dan berharap dapat keluar dari ruangan ini.

"Pintu keluar!" Jessy memandu Eva untuk menuju lorong.

Eva yang telah mengetahui keadaan lorong, segera menahan, "Tidak! Jangan keluar! Lebih banyak mahkluk yang sama di lorong. Kamu tak akan mampu."

"A-Apa yang-!!?" Jessy memandang Eva dengan raut wajah penuh kepanikan, "Apa yang harus kita lakukan?!"

"Kita akan bersembunyi di ruang dapur, hingga Arto datang."

"Kamu gila?! Ada satu mahkluk itu didalam sini! Ini hanya seperti kandang singa dan kita ada didalamnya!"

Eva menggelengkan kepalanya, kemudian menunjuk pada rak gantung penyimpanan pisau, "Kita bisa membunuhnya."

Jessy mengikuti tempat yang Eva tunjuk dan segera menyadari maksud gadis itu, "Tidak-tidak! Kamu gila!"

"Bersama! Bersama, kita bisa mengalahkan mahkluk itu!"





GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang