Pertarungan Penuh

27 3 0
                                    

"Kenapa? Kenapa?! Kenapa!! Kenapa? Kenapa! Kenapa!!" Jessy terus memandangi kedua telapak tangannya yang gemetar sedari tadi.

Tidak pernah terlintas di benaknya bahwa dia harus melawan mahkluk mutasi itu. Baginya, ini adalah pertarungan yang tidak adil. Perbedaan kekuatan, kemampuan, dan segala aspek yang ada, menjadikan mahkluk itu unggul pada pertarungan ini.

Akan tetapi, pertarungan ini adalah satu-satunya solusi terbaik yang dapat diambil. Mereka memilih cara yang berat, namun ini tidak sebanding apabila harus dihadapkan sembilan mahkluk yang sama di lorong itu.

"Apa yang salah denganku?" Jessy menggelengkan kepalanya, "Aku tak bisa seperti gadis itu! Aku payah!"

Jessy secara mengejutkan, menampar pipinya sendiri. Rasa hangat segera menyebar disana, kemudian terasa dingin karena air mata yang menetes.

"Aku payah! Benar-benar payah!" Jessy hendak menampar pipinya lagi, namun Eva berteriak tuk menghentikan.

"Kamu bukanlah seseorang yang payah! Kamu tidak pa-"

"Jangan berbohong padaku!" Balas Jessy membantah, "Aku tidak dapat menjadi seperti, aku tidak berani."

Eva mencoba untuk bangkit dari posisinya. Dia memaksakan tubuhnya untuk melakukannya. Rasa sakit menyebar hebat di sekujur tubuhnya dalam waktu yang cepat.

Tanpa Eva sadari, darah mengalir dari mulutnya. Gadis itu segera mengusapnya, kemudian melihat ke bekas darah itu ditangannya.

"Bukankah kamu bilang sendiri? -uhuk. Bahwa tak-uhuk takut adalah hal yang normal?"

Eva memaksakan untuk berbicara meskipun ia tahu bahwa ada sesuatu yang salah pada tubuhnya. Sesuatu mengalir di kerongkongannya dan membuat dia kesusahan untuk bernapas.

Eva sudah tidak dapat menahan untuk batuk dan mengeluarkannya. Dia menutup mulutnya ketika melakukan itu, namun disaat dia selesai, ada sesuatu yang mengejutkan baginya.

Telapak tangan gadis itu penuh akan bercak darah. Darah juga mengalir keluar dari mulutnya dan menetes ke dagu, hingga akhirnya jatuh bebas ke lantai.

Eva mengusap darah itu dari mulutnya untuk merahasiakannya dari Jessy. Eva kemudian bersandar pada sebuah lemari penyimpanan karena rasa pusing itu sudah memuncak di kepalanya.

"Maafkan aku, Eva... Aku tidak bisa melakukan apapun!"

Eva memandangi raut wajah remaja itu dari kejauhan. Dia mendapati bahwa remaja itu tidak dapat berbohong akan rasa takutnya.

"A-Aku-uhuk yang harusnya minta maaf." Eva kemudian menatap ke langit-langit dapur diiringi dengan napasnya yang semakin sulit untuk didapatkan, "Aku minta maaf karena telah memaksakan dirimu."

"Aku minta maaf karena telah memaksamu untuk berani, padahal dulunya aku juga seorang penakut. Aku hanyalah gadis biasa yang cengeng dan membutuhkan seseorang disisiku untuk menenangkan. Aku hanya menjadi gadis cengeng yang payah, dan satu hal yang dapat aku lakukan hanyalah menangis, menangis dan menangis saja."

Eva terus memandangi langit-langit dapur hingga hal itu tertutup oleh sesuatu. Mahkluk mutasi tadi sudah berada di hadapan Eva, dan wajah mengerikannya menghalangi pandangan Eva untuk melihat langit-langit.

"Hingga saat ini-uhuk aku masih saja berpura-pura untuk berani. Padahal, aku tetaplah seorang yang takut untuk mati."

White face itu menarik rambut Eva hingga tubuh kecilnya terangkat. Rasa sakit, perih dan nyeri terasa di mana-mana, namun ia menolak untuk melawannya. Ia sudah kehabisan tenaga untuk sekedar menarik napas lagi.

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang