Obrolan Mereka

27 3 0
                                    

Eva dan Jessy sudah menenangkan diri mereka masing-masing. Mereka duduk saling membelakangi, dengan menggunakan sebuah meja diantara mereka sebagai bilik pemisah.

"Hei... J-Jessy, kan?" Eva menyapanya terlebih dahulu, memecah kecanggungan yang ada.

Jessy yang berada di sisi lain meja hanya memberikan balasan singkat, "Iya."

"Apakah kamu baik-baik saja, Jessy?" Tanya Eva kemudian diikuti tawa singkat, "Maksudku, aku tidak akan menyangka orang sepertimu akan menangis dan ketakutan."

Jessy terdiam sejenak lalu muncul dengan jawabannya, "A-Aku cuman manusia biasa. Itu hal normal."

"Meskipun terlihat keras dan pemarah, hati mu juga dapat rapuh." Gumam pelan Eva. Suaranya sangat pelan seolah tidak ingin didengar lawan bicara.

Jessy yang tetap mengikuti, tahu apa yang dikatakan. Dia menunduk dan menghapus sisa air mata di pipinya.

"Mengapa kamu membelaku saat robot itu menodong? Bukankah aku sudah menarik kerah bajumu dengan kasar?" Jessy memeluk lututnya kemudian membenamkan kepalanya.

"Bahkan ketika aku sudah membuatmu terluka dan terjatuh, kamu tetap mau berbicara seperti ini seolah tak terjadi apapun." Ujarnya dengan nada yang tenang.

"Bagiku itu semua hal yang normal, karena Eva tidak ingin bermusuhan dengan siapapun." Balas Eva.

Eva terdiam sejenak untuk merangkai kata-kata, "Aku juga tahu bahwa kamu terlarut dalam emosi ketika melakukan itu semua."

"Itu bukan hal normal!" Sanggah Jessy dengan cepat, "Memusuhi musuhmu, itulah hal yang normal."

Eva membalas sanggahan itu dengan sebuah pertanyaan, "Apakah aku musuhmu?"

"Iya." Jawab Jessy dengan tegas, Orang-orang mu telah melakukan banyak kerusakan bagi desa kami."

"A-Aku tak pernah meminta hal itu. Ini semua hanya salah paham!"

"Omong kosong!" Bantah Jessy sekali lagi dengan keras, akan tetapi remaja itu berangsur-angsur melemahkan nada bicaranya, "Ayah... ibu... warga desa... semua orang..."

Jessy mengusap kedua matanya yang mulai berkaca-kaca kembali, "Semua orang... semua orang harus menderita akibat penyerangan itu."

Keadaan menjadi hening seketika. Eva masih terdiam untuk memikirkan balasan yang sesuai dengan suasana canggung ini, sementara Jessy masih sibuk dengan menahan tangisannya.

"Aku tahu perasaanmu... ditinggalkan orang yang kamu sayangi..." Eva memberi jeda sebentar, "Itu sangat menyakitkan."

"Kamu tahu apa? Kamu terlihat seperti anak manja yang tidak tahu apa-apa." Tukas pedas mulut remaja itu.

"Eva memang tidak tahu seberapa dalam luka di hatimu itu, namun..." Eva berhenti untuk mengingat sesuatu, "Aku juga pernah kehilangan orang yang paling aku sayangi."

Remaja itu tidak membalas, sehingga memberikan Eva kesempatan untuk lanjut bercerita, "Dia adalah seseorang yang istimewa. Seseorang yang paling Eva sayangi didunia ini."

Semua ucapan Eva berhenti pada satu kalimat yang terucap cukup lembut, "Dia adalah ibuku... Sekarang, dia sudah berada bersama bintang-bintang di angkasa."

"Ibuku..." Ujar remaja itu, "Dia-Dia juga sosok istimewa bagiku."

Jessy mengingat sesuatu didalam pikirannya kemudian mulai menceritakan, "Kamu tahu, dia setiap pagi tiba, ia selalu bernyanyi kepada dunia. Aku sempat bertanya mengapa dia perlu melakukannya..."

Jessy memberi jeda dengan sebuah tawa singkat, "Ibu hanya menjawab bahwa itu adalah hobi, namun itu tidaklah benar. Aku melihatnya sebagai undangan bagi semua warga desa. Undangan untuk bersama-sama menyambut pagi hari sebagai anugerah terindah di hidup."

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang