Makanan Sang Robot

70 12 2
                                    

Tak perlu waktu yang cukup lama, burung tersebut sudah siap untuk dimakan.

Mungkin beberapa bagian gosong akan mengurangi rasa yang ada, atau mungkin saja dari awal sudah tak memiliki rasa.

Itu hanyalah makanan polos tanpa bumbu apapun. Meskipun begitu, Eva menyantapnya dengan penuh semangat.

Ketika rasa lapar sudah memuncak, apapun makanan yang ada akan menjadi sangat nikmat.

"Pelan-pelan saja, Eva. Itu masih panas." Ujar Arto mengingatkan.

Eva tidak mendengarkan apa yang robot itu katakan. Gadis yang kelaparan itu makan dengan lahapnya.

Di tengah sibuknya menyantap makanan, gadis itu melirik ke arah Arto. Robot humanoid itu hanya duduk bersila disebelah dirinya.

Gadis itu kemudian merobek bagian paha dari burung bakar tersebut dan memberikan bagian tersebut kepada Arto.

"Arto! Ini! Makanlah!" Ucap gadis tersebut sembari menyodorkan bagian paha dari burung bakar tadi.

"Tidak." Balas Arto menolak.

"Mengapa tidak? Bukankah kamu juga belum makan? Kamu pasti kelaparan!"

"Kami tidak makan seperti itu. Bahkan kami tidak memiliki mulut yang dapat diisi."

"Lalu, apakah kamu pernah merasa lapar, Arto?" Tanya gadis itu penasaran.

"Tidak. Aku bukanlah manusia. Aku tak pernah merasa lapar."

"Mungkin kamu bisa menyebut ini sebagai makanan kami." Lanjut Arto sembari mengeluarkan botol dengan cairan biru didalamnya.

"Heh?! Apa itu!" Teriak Eva terkejut. Kedua mata gadis itu berbinar-binar penuh dengan tanda tanya.

"Ini...adalah makanan kami. Selama ini, benda kecil inilah yang membuat kami hidup." Jelas Arto.

"Kamu hanya makan itu selama ini? Bukankah itu membosankan?"

Bosan...

Perasaan apa itu?

Apakah mengulangi hal yang sama berulang kali akan menciptakan hal itu?

Kalau begitu mungkin aku juga pernah merasa bosan.

Bukan perkara cairan biru ini.

Aku bosan dengan satu hal.

Perang yang terjadi terus menerus.

Ya...

Aku bosan akan hal itu.

"..."

Eva melanjutkan makannya. Sementara itu Arto membuka tabung bahan bakarnya guna mengisi ulangnya kembali.

Suara gesekan pelan yang terjadi kala tabung keluar kembali menarik perhatian Eva.

"Wow! Apa itu?!"

Arto segera menutupi tabung nya tersebut dengan kedua tangannya. Robot tersebut tidak ingin Eva tahu mengenai kerusakan yang ia miliki. Singkatnya, robot itu tidak ingin membuat Eva mencemaskan dirinya.

"Ini mungkin semacam mulut kami. Disinilah kami memasukkan cairan biru itu." Ujar Arto sembari menuangkan cairan bahan bakarnya secara hati-hati.

"Wahhh, keren! Tak kusangka mulut para robot ada disitu."

"Yah kamu bisa bilang seperti itu, tapi ini bukan mulut asli yang aku maksud."

"Bagaimana rasa cairan itu? Apakah itu enak?"

"Bahan bakar ini tak memiliki ra-"

"Atau rasanya pahit seperti burung bakar ini?" Potong Eva.

"Yahh, kurasa kamu benar. Ini juga terasa pahit."

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang