Eva & Bunker

28 5 0
                                    

Gadis itu berjalan tertatih-tatih menuju bagian samping bangunan bunker. Eva berjalan sembari berpegangan pada dinding bangunan guna menjaga keseimbangannya. Rasa pening yang gadis itu alami begitu menggangu dirinya.

Tumpukkan salju yang tebal terus menahan tiap langkah kakinya. Eva terus berusaha untuk berjalan diatas hambatan yang menghalangi.

Tumpukkan salju sudah setinggi pinggang gadis itu. Ia seolah sedang tenggelam di atas permukaan salju. Gadis itu terus berusaha untuk tetap menerobos salju hingga ke tempat yang dirinya inginkan.

"Paman Sam dimana?" Tanya gadis itu ketika dirinya menoleh kebelakang dan hanya mendapati Arto yang bersamanya.

"Dia masih bersandar di depan pintu." Balas Arto cepat, "Kamu mau kemana?"

Eva melanjutkan jalannya untuk menerobos tumpukkan salju, "Ada sebuah ventilasi udara di sini. Aku bisa masuk dan membuka pintu utama dari dalam."

Arto terdiam sejenak untuk memandangi gadis itu. Eva yang terus berusaha untuk melewati tumpukkan salju menjadi pusat perhatian robot itu. Arto merasa bahwa Eva terlalu memaksakan dirinya untuk melakukan hal ini sendirian.

"Mengapa kamu mau melakukan ini?" Arto bertanya-tanya, "Bukankah kamu bisa memintaku untuk membantu mu?"

Eva terus berjalan, "Aku tidak mau terus menerus dibantu kalian. Aku tidak mau digendong lagi cuma dengan alasan karena salju ini menghalangiku."

"Kamu tahu, kamu sedikit mengingatkanku dengan seseorang."

Gadis itu bertanya kembali dengan nada yang penasaran, "Siapa?"

"Komandan ku dulu."

Balasan yang diterima cukup membuat Eva kebingungan, "Huh?"

Eva kembali bertanya, menuntut keterangan, "Bagaimana bisa aku disamakan dengan komandan mu, Arto?"

"Dia pria yang-"

Eva segera memutus ucapan Arto, "Ssstt! Aku perempuan dan dia seorang pria! Itu adalah poin yang berbeda."

"Bukan poin itu yang hendak aku katakan, namun sifat kalian berdua." Bantah robot itu.

Eva menoleh ke arah Arto, "Lalu apa yang kamu maksud?"

"Kalian berdua sama-sama enggan menerima bantuan dari orang lain. Itu adalah hal yang aneh karena aku kira manusia adalah mahkluk sosial yang saling membutuhkan."

Eva yang mendengarnya lantas memberikan senyum canggung, "Aku bukan tidak mau menerima bantuanmu, tapi untuk sekarang aku ingin kamu melihat bahwa aku juga bisa diandalkan."

Eva berhenti pada ada sebuah titik di bangunan bunker. Tidak ada ventilasi udara seperti apa yang Eva katakan. Semua yang terlihat hanyalah dinding beton yang kokoh.

Eva mulai menggali ke dasar tumpukkan salju. Apa yang gadis itu lakukan segera mengundang pertanyaan dari Arto.

"Apa yang kamu lakukan?"

Eva menggunakan tangan kecilnya untuk menyingkirkan tumpukkan salju, "Ventilasi itu tertimbun."

"Apakah kamu perlu bantuan?"

"Tidak!"

Eva terus menggali dan menggali hingga melihat ventilasi udara yang dimaksud. Itu adalah sebuah ventilasi udara dengan bentuk persegi empat. Ventilasi itu nampak kecil sehingga muncul keraguan untuk orang dewasa muat masuk kedalamnya.

Eva berusaha untuk menarik penutup lubang ventilasi yang terbuat dari besi. Keempat sisi penutup itu terkunci rapat menggunakan baut guna mencegah kerusakan.

Eva yang tidak memiliki cukup tenaga mulai memohon kepada Arto, "Baiklah Arto, aku tarik ucapanmu tadi. Aku butuh bantuan untuk membukanya."

Arto terdiam sejenak, kemudian membalas dengan satu kata, "Tidak."

Eva menggerutkan dahinya karena tak percaya akan balasan yang ia terima, "Kenapa?"

"Kamu berencana masuk kedalam sana sendirian, bukan?" Arto kemudian menujuk lubang ventilasi itu, "Lihatlah ukurannya. Aku tak akan muat masuk kedalam."

"Bukankah itu rencana kita dari awal? Aku masuk lewat sini dan membuka pintu utama dari dalam."

"Itu bukan seperti yang aku kira!" Bantah robot itu, "Aku akan kembali ke depan pintu utam dan mencoba membukanya dengan paksa."

"Dengan apa?" Balas Eva cepat, "Dengan apa kamu akan membuka pintu utama itu?"

Arto terdiam karena memang tidak ada jawaban yang terlintas. Membuka pintu utama bunker yang terbuat dari logam kokoh bukanlah sesuatu yang mudah.

"Arto..." Panggil Eva dengan suara lembutnya, "Kumohon, ini adalah satu-satunya solusi yang kita punya. Satu-satunya cara agar Paman Sam dapat menghilangkan  kekhawatiran atas putrinya."

Eva berhenti sejenak.

"Dan aku... Meskipun aku terus mengatakan bahwa aku membenci ayahku, aku... sekarang mengkhawatirkan dirinya."

"..."

"Jadi, kumohon Arto... Percayalah."

Robot itu berlutut dan menggengam bahu gadis itu. Kedua mata biru mereka saling bertatapan.

"Kita semua tidak tahu apa yang akan menantimu didalam sana." Ucap Arto yang tetap menentang ide gadis itu, "Aku tidak bisa melindungi mu jika kamu masuk lewat ventilasi itu."

"..."

Suara Sam terdengar dari belakang mereka berdua, "Mengapa kamu tidak mau melihat keberanian gadis itu, Arto?!"

Dengan shotgun ditangannya, pria itu berjalan mendekat, "Aku percaya bahwa kamu akan kembali dengan selamat, Eva."

Eva dan Arto menoleh ke arah Sam secara sekilas, sebelum akhirnya mereka berdua kembali satu bertatapan.

"Arto? Kumohon percayalah."

Mekanisme mata Arto menutup seraya robot itu menundukkan kepalanya, "Kamu adalah gadis paling berani yang pernah aku temui."

Mata Arto kembali dibuka, "Aku percaya bahwa kamu akan kembali."

Dengan persetujuan robot itu, Eva memulai ide gilanya untuk masuk kedalam bunker. Gadis itu tidak akan pernah tahu akan bahaya apa yang telah menanti didalam. Satu hal yang dapat gadis itu andalkan adalah rasa percaya dari sahabatnya yang tidak akan pernah ia sia-siakan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang