Tinju Besi

41 9 0
                                    

Tidak ada satupun dari mereka bertiga yang bergerak. Keheningan meliputi tempat itu.

Senapan Arto masih setia untuk diarahkan ke sosok dibalik bayangan. Begitu pula dengan kedua mata robot itu yang tak melepaskan pandangannya sedetikpun.

Suara rintihan rasa sakit kembali terdengar. Diikuti napas yang terengah-engah. Sosok di balik bayangan itu menampakan diri.

Dari balik kegelapan yang tak mampu dijangkau cahaya lilin, seorang pria muncul. Dengan sepucuk pistol, pria itu mengarahkannya kepada Arto.

Manusia...

... lainnya!

Pria itu memakai jaket hitam dengan beberapa garis putih mewarnai nya. Sebuah tas ransel juga ia panggul di punggungnya. Sebuah senapan serbu dan shotgun diikat di kedua sisi ranselnya.

Bahu kanan dari pria itu terluka. Darah mengalir dari lukanya. Pria itu mencoba menahan darah yang keluar dengan menekannya menggunakan tangan kirinya.

Dengan tangan kanan yang gemetar, pria itu terus mengarahkan pistolnya kepada Arto.

Di sisi lain, Arto masih setia untuk mengarahkan senapan jarak jauhnya kepada pria itu. Arto tidak mau bentuk ancaman apapun untuk menggangu Eva.

Mereka berdua saling menodong. Mengarahkan senjata mereka masing-masing ke arah kepala lawannya.

Keadaan semakin memanas ketika pria itu bergerak maju. Tak ingin kalah, Arto juga melangkah maju beberapa langkah sembari tetap mengangkat senapannya.

"Kembalikan gadis itu!" Ujar pria itu sembari melirik ke arah Eva.

"Siapa dirimu?!" Balas Arto.

"Robot pembunuh sepertimu tidak perlu menjawab!" Teriak pria tersebut, membuat suasana semakin menegang, "Kembalikan Eva dan kau tak perlu menerima peluru ini."

Eva...

Dia tahu nama Eva!

Siapa pria ini?!

"Eva! Kemari! Ayo pulang!" Teriak pria itu kembali. Teriakan itu sempat membuat Eva terkejut.

"Aku tidak mau kembali!" Ujar Eva yang bersembunyi di balik kaki Arto.

"Dasar gadis menyusahkan!" Balas pria itu sembari mengarahkan pistolnya ke Eva. Seketika gadis itu kembali bersembunyi di balik Arto.

...!!!

Suara cakar yang mengais serta geraman ringan terdengar dari kejauhan. White face mulai mencium rasa takut. Gadis itu mengeluarkan rasa takut yang manis.

"Siapapun dirimu, kamu tidak pantas untuk mengatak-"

"Berisik! Robot sepertimu tidak pantas melawan ucapan manusia!"

BAMMM...!!!

BAMMM....!!!

Dua buah peluru melesat dengan cepat. Pria itu tanpa basa basi menembak ke arah Arto.

[Ancaman dari jam dua belas.]
[Menganalisis kecepatan peluru.]
[Menghindar ke kanan.]

Arto mengikuti arahan komputer yang berbicara di dalam kepalanya. Membuat satu peluru berhasil di hindari.

[Ancaman dari jam dua belas.]
[Menganalisis kecepatan peluru.]
[Menghindar ke ki-]

CLANGG..!!!

Namun untuk lesatan kedua, robot itu terlambat untuk menghindarinya. Membuat pelipis dari Arto mendapatkan sebuah bekas lecet. Tentu saja Arto tak merasakan sakit apapun.

"Sial! Sial! Sial!" Teriak pria itu. Secara tiba-tiba pria itu berlari mendekat. Melempar pistolnya ke lantai dan mengangkat kedua tinjunya. Pria itu bermaksud untuk mengajak Arto bertarung jarak dekat.

Satu hal yang pria itu tidak ketahui adalah Arto memiliki banyak keunggulan. Pertama, seluruh tubuh besi Arto akan membuat tinju yang pria itu berikan membuat dirinya kesakitan.

Hal kedua, pria itu juga tidak mengetahui bahwa senapan jarak jauh bukan satu-satunya hal yang Arto kuasai.

Arto segera menurunkan senapannya. Menjawab undangan pria itu untuk bertarung jarak dekat, Arto mengangkat kepalan tangan besinya.

[Mengaktifkan pertarungan jarak dekat.]

"MAJU!"

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang