Kereta Bawah Tanah

36 6 2
                                    

White face ada di mana-mana. Mereka datang dari arah depan, belakang, kanan, dan juga kiri. Semuanya menginginkan gadis itu.

Arto menurunkan Eva dari gendongannya. Robot itu lantas mengokang senapannya. Meskipun ia tahu bahwa satu peluru yang akan terhempas, tidak akan berarti.

Arto melihat sekeliling. Berharap menemukan sebuah tempat untuk lari dari lautan para mahkluk mutasi. Namun sejauh mata memandang, hanya White face yang terlihat.

Mahkluk-mahkluk itu membuka mulut mereka. Menunjukkan rahang penuh gigi tajam yang tersusun tak beraturan. Menumpahkan air liur penuh dengan radiasi.

Gadis itu tiba-tiba menarik-narik lengan Arto. Robot tersebut menoleh mencari tahu alasannya. Gadis itu tidak mengatakan sesuatu. Ia hanya diam memeluk kaki Arto. Namun salah satu tangannya menunjuk ke sebuah tempat.

Arto mengikuti arah tangan gadis itu menunjuk. Itu adalah sebuah pintu masuk kedalam stasiun kereta bawah tanah.

"Lari Eva, lari!"

Mereka berdua berlari secepat yang mereka bisa. Masuk kedalam bangunan yang dimaksud. Cukup gelap dan lembab, namun setidaknya tidak ada White face yang terlihat.

Lagipula seisi kota diluar sana sudah terkepung dengan jumlah White face yang tidak terhitung. Baik itu jalan raya, jembatan, maupun gang-gang sempit. Semuanya sudah dipenuhi oleh para White face.

Dengan hati-hati mereka berdua menuruni anak tangga yang mengantarkan mereka ke stasiun. Tepat dibelakang mereka, para White face mulai merangsak masuk kedalam.

[Peringatan!]
[Bahan bakar tersisa 12 persen.]

Sebuah pintu jeruji besi menghalangi. Memblokade anak tangga dan stasiun. Membuat Arto dan Eva terjebak diantaranya. Menoleh kebelakang, White face mulai menuruni anak tangga.

[Peringatan!]
[Bahan bakar tersisa 8 persen.]

Mata Arto berkedip. Lampu sorot berwarna biru terang keluar dari bola mata robot itu. Menerangi kegelapan yang ada. Mencari jalan keluar dari sana.

Sebuah gagang pintu terlihat. Memberikan sedikit harapan bagi mereka. Tidak perlu waktu lama, Arto mencoba membukanya.

Sial. Semua hal menjadi sulit pada keadaan benar-benar terdesak. Pintu itu macet, menolak untuk terbuka dengan mudah.

Tanpa adanya perawatan dan perbaikan. Membuat pintu jeruji itu berkarat. Engsel untuk menggeser pintu itu tidak dapat bergerak.

"Arto?" Eva bertanya dengan gemetar.

Melihat para White face yang masuk kedalam. Semakin dekat dan mendekat. Terjebak diantara dua penghalang hebat.

Arto mencoba menggeser pintu jeruji itu. Berharap dapat dibuka dengan sedikit paksaan.

"Arto!? Mereka datang!"

[Peringatan!]
[Bahan bakar tersisa 5 persen.]

"Arto!!"

Semua hal menjadi kacau didalam kepala robot itu. Suara Eva yang panik ditambah dengan status bahan bakar yang rendah. Memberikan tekanan berulang pada robot tersebut.

CRACKKK...!!!

Sedikit celah terlihat. Usaha keras Arto tidak sia-sia. Pintu jeruji itu terbuka. Namun celah itu hanya sedikit. Bahkan Eva saja tidak akan cukup untuk melewati.

"Arto! Cepat!"

"Aku—Sedang—Berusaha!"

[Peringatan!]
[Bahan bakar tersisa 2 persen.]

"ARTO...!!!"

CRACKKK...!!!

DREEKKK..

Pintu jeruji itu terbuka. Tanpa berpikir pajang, Arto dan Eva masuk kedalam stasiun.

Robot itu segera membanting pintu jeruji. Menutupnya sesaat sebelum para White face ikut masuk kedalam.

BRAAKKK...!!!

Tangan-tangan panjang penuh cakar mengais-ngais. Mencoba meraih gadis itu. Eva terjatuh karena terkejut. Menjauhkan dirinya dari sisi jeruji besi.

Arto masih menahan pintu besinya. Mencegah agar mahkluk-mahkluk itu tetap berada disisi luar jeruji.

"Eva, batangan besi itu!" Arto menunjuk ke sebuah benda yang tergelak tak jauh darinya.

Benda itu adalah salah satu bagian dari bangku. Berupa batangan besi yang cukup panjang.

Gadis itu tahu apa yang Arto minta. Dengan segera ia mengambil benda yang dimaksud. Benda itu tidak terlalu berat seperti apa yang dibayangkan, sehingga Eva masih cukup kuat untuk membawanya. Memberika kepada Arto sesuai dengan permintaan.

Arto menerimanya. Dengan segera membengkokkan benda itu di sela-sela pintu jeruji. Membuat sebuah penguncian untuk menahan pintu agar tidak terbuka.

"Arto?"

Arto berjalan mundur. Selangkah demi selangkah. Meninggalkan para White face yang tertahan oleh pintu jeruji tersebut.

Debu dan asap mulai berterbangan dari sisi jeruji. Menandakan pintu jeruji itu akan segera terbobol dan runtuh. Banyaknya White face yang berusaha masuk memberikan dorongan tambahan untuk mendobrak masuk.

"Kita harus pergi. Pintu ini tak akan bertahan lama." Ajak robot itu.

"Ki-Kita dimana, Arto?"

Stasiun kereta bawah tanah. Sudah lama tidak dikunjungi seseorang. Tidak pernah beroperasi sekurang-kurangnya sepuluh tahun terakhir. Mengubahnya menjadi sebuah tempat yang gelap.

Bukan hanya mengenai tempat baru yang perlu mereka waspadai. Terdapat sebuah masalah baru yang muncul. Masalah yang sudah lama menjadi musuh alami Arto.

[Peringatan!]
[Bahan bakar tersisa 1 persen.]

...!!!

Sial!

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang