Bukan Keinginanku!

35 5 4
                                    

BBAAMMMM...!!!

Dentuman suara keras terdengar secara tiba-tiba. Suara itu menggema dan mengisi seisi terowongan.

Eva dan Sam segera menutup kedua telinga mereka ketika hentakan suara itu merambat. Mereka berdua cukup terkejut dengan datangnya suara itu.

Para serigala mutasi memberikan reaksi yang serupa. Organ menyerupai insang yang tumbuh di leher mahkluk itu bergetar. Organ itu menangkap hentakan suara yang terdengar.

Sam melirik ke kanan dan kiri untuk mengawasi barisan mahkluk-mahkluk itu. Pria itu mendapati bahwa para serigala mutasi mulai menggoyahkan barisan mereka.

Mahkluk-mahkluk itu memiringkan kepala mereka seakan sedang kebingungan. Secara perlahan, mereka mulai melepaskan Sam dan Eva yang sudah terpojok.

Para serigala mutasi mulai mencari keberadaan sumber suara yang lebih keras.

"Pa-Paman Sam apa yang ter-" Bisikkan Eva segera ditahan oleh Sam.

Pria itu membungkam mulut Eva supaya tidak kembali bersuara. Pria itu meletakan tangannya untuk menutup mulut gadis itu.

Semua hal menjadi sangat tenang. Suara sekecil apapun tidak terdengar di terowongan.

Sam bahkan perlu untuk menenangkan dirinya agar detak jantungnya tidak berdegup kencang. Ia juga mengatur napasnya sehingga menjadikannya senyap.

Mata Sam terus mengamati pergerakan mahkluk-mahkluk itu. Mereka masih berdiri disana, meskipun barisan pertahanan sudah tidak beraturan.

Beberapa mahkluk sudah membelakangi Eva dan Sam. Beberapa lagi mulai beranjak pergi.

Dentuman suara yang menggema menjadi umpan yang sempurna. Dentuman itu berasal dari sisi lain terowongan dan nampak berusaha memancing para mahkluk mutasi ke tempatnya.

Eva melirik kepada Sam dengan maksud mempertanyakan hal apa yang perlu mereka lakukan. Namun Sam masih saja diam dengan tetap memperhatikan mahkluk-mahkluk itu.

Pria itu tidak ingin mengambil resiko lebih jauh. Keadaan mereka saat ini sudah menjadi keuntungan dan Sam tidak ingin membuangnya.

Maka dari itu, Sam memilih untuk menunggu dan menunggu.

Sam tidak menyadari satu hal yang fatal sedang terjadi. Eva tidak dapat mengatur rasa takutnya.

Semakin lama Eva bertatapan dengan mahkluk mutasi itu maka semakin tinggi rasa takut yang ia miliki.

Detak jantung Eva berdegup kencang dan semakin kencang. Napas gadis itu juga semakin berantakan karena rasa panik yang tinggi.

...!!!

"Ahmm... Mmhhmm...!!!" Mulut Eva yang masih di bekam mencoba mengatakan sesuatu.

Seraya gadis itu mengeluarkan suara, mahkluk-mahkluk tadi berbalik menghadap mereka berdua.

Mahkluk-mahkluk itu berlari dan mengambil ancang-ancang untuk menerjang, kini dengan penuh kepastian akan mangsanya.

Pada setiap hentakan dari suara kaki mahkluk-mahkluk itu berlari, suara detak jantung Eva semakin melambat.

Semakin lambat hingga nyaris tak terdengar.

Pada detik-detik terakhir, Eva melihat sesuatu dari balik kabut. Sepasang mata biru yang menyala menatap dirinya.

Seseorang tengah berdiri diatas sebuah mobil dan mengawasinya. Akan tetapi kenyataan bahwa ia adalah seorang manusia segera dibantah ketika rangka besi dan tubuh mekanis nya terlihat.

Dia adalah sebuah robot.

"Ar... Mmmhhm... too?!! To-long aku."

Kedua mata Eva tertutup rapat mendapati rahang penuh gigi itu hanya terpaut beberapa senti saja.

BBBAAMMM...!!!

Dentuman kencang terdengar sekali lagi. Suara itu menggema dan merambat memenuhi seisi terowongan untuk kali keduanya.

Eva perlahan membuka kedua matanya. Gadis itu segera mencari tahu mengenai hal yang sedang terjadi dihadapannya. Sesuatu yang buruk sudah tergambar pada imajinasinya namun hal itu tidak pernah terjadi.

Eva melihat dua ekor serigala mutasi terkapar tidak berdaya. Lubang peluru menembus kening salah satu mahkluk dan lanjut menembus seekor yang lain.

Satu buah peluru untuk dua target yang bergerak cepat. Sesuatu yang nampak seperti sebuah keberuntungan. Atau lebih tepat dikatakan sebagai sebuah kemampuan yang mengerikan.

Namun hal itu bukanlah sesuatu yang perlu dibesar-besarkan. Karena hal yang terpenting adalah lesatan peluru tadi kembali memancing mahkluk yang tersisa.

Suara dentuman menjadikan mahkluk-mahkluk yang tersisa berhentik sejenak. Mereka merenggangkan organ pendengaran mereka untuk menangkap suara lebih lanjut.

Mata Eva melirik ke kanan dan kiri. Gadis itu mendapati bahwa barisan mahkluk-mahkluk mutasi itu begitu dekat dengan dirinya.

Pandangan Eva segera berpindah dan mulai mencari pemilik sepasang mata biru dibalik kabut yang tidak lain dan tidak bukan adalah sahabat robotnya.

Secara samar-samar, Eva mendapatkan keberadaan Arto. Robot humanoid itu sudah berpindah tempat namun tetap mengambil sikap siaga.

Kedua mata mereka bertemu. Baik Eva maupun Arto bertatapan untuk sementara waktu.

Mekanisme mata Arto bergerak pelan. Robot itu mengerutkan kedua matanya seolah sedang tersenyum kepada gadis itu.

Arto sedang mencoba mengisyaratkan, "Semua akan baik-baik saja." Dan gadis itu memahaminya.

Eva menggelengkan kepalanya sebagai tanda tidak setuju akan hal yang akan temannya itu lakukan.

Namun Arto sudah siap untuk segala konsekuensi yang akan dihadapi. Maka dari itu, ia mengokang senapannya dan mengarahkannya ke langit-langit terowongan.

BBBAAAMMM... !!!

Dentuman kencang menggema di seluruh terowongan sekali lagi. Menarik semua mahkluk serigala mutasi yang ada.

Arto menjadikan dirinya sendiri sebagai umpan seperti apa yang ia rencanakan bersam Sam beberapa saat yang lalu.

Suara keras itu tidak hanya menarik barisan mahkluk yang menghadang Sam dan Eva, melainkan seluruh mahkluk serigala mutasi yang ada di terowongan.

"Tidak! Tidak! Tidak!" Eva meronta-ronta dan berusaha melepaskan diri dari Sam.

Sam menyadari bahwa mereka berdua sudah tidak terpojok. Pria itu segera menggunakan kesempatan yang ada untuk mengeluarkan mereka berdua dari terowongan ini.

"Lari Eva, lari!" Perintah Sam sembari menarik tangan gadis itu.

Eva nampak menolak dan menahan dirinya sendiri untuk tetap diam.

Raut kebingungan segera terlukis di wajah Sam, "Apa yang sedang kamu lakukan?"

Eva menggelengkan kepalanya sekali lagi.

Dengan suara yang terbata-bata, ia mencoba menjawab, "Ba-gaimana dengan Ar-to?!"

"Kita tidak dapat membiarkan kesempatan ini! Kita harus keluar!"

Eva menolak dan menepis tangan Sam yang memegangi dirinya.

"Aku tidak mau pergi tanpa Arto."

Sam menghela napasnya kemudian berusaha melembutkan suaranya. Dengan begitu, Sam berharap Eva dapat mengerti situasi yang sedang mereka hadapi.

"Arto sedang berusaha mengeluarkan kita dari sini. Itulah yang robot itu inginkan. Membantu kita agar tetap hidup."

"Namun..." Eva berhenti sejenak dan mengusap air matanya, "Itu bukan apa yang aku inginkan."

Eva berusaha menenangkan dirinya namun air mata tetap saja membasahi kedua pipinya.

"Apa yang aku inginkan adalah kita bertiga keluar dari tempat ini bersama-sama."













GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang