Tambang Tua

15 3 0
                                    

Ada sebuah tambang batu bara di tengah hutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada sebuah tambang batu bara di tengah hutan. Tempat itu sudah tidak pernah dipakai selama beberapa tahun, bahkan berhenti beroperasi sebelum perang dunia meletus. Kini, hanya meninggalkan rel kereta tambang yang penuh debu dan kayu-kayu penyangga yang berjamur.

Tempat itu sudah tak tersentuh untuk beberapa dekade, hingga ketika pertengahan masa perang, beberapa orang melihat pihak barat membuang drum-drum berisi sisa limbah radioaktif di dalam sana.

Itu semua hanya kabar burung saja, karena sampai saat ini belum ada yang benar-benar menginjakkan kaki kedalamnya. Semuanya menjadi kisah-kisah yang belum tentu benar.

Tidak ada yang berani mengintip kedalam sana, atau bahkan mendekatinya. Semua itu karena aura gelap dan mistis yang dipancarkan dari dalam tambang, bahkan ketika seseorang menatapnya dari kejauhan dia akan merinding ketakutan.

Namun, semua hal itu bukan sebuah alasan jika Ivan sudah memerintahkan. Sekelompok pemburu yang 'pemberani', atau lebih tepatnya 'kurang beruntung' telah dipilih oleh Ivan untuk melakukan pengeboman mulut tambang pada pagi-pagi buta.

Kelompok itu terdiri dari empat orang pria yang berjalan beriringan. Mereka dilengkapi dengan pakaian tebal guna menghangatkan tubuh, dan juga persenjataan seadanya. Tiga orang yang berjalan paling depan membawa sebilah tombak yang terbuat dari ranting kayu dengan ujung yang diasah. Sementara, satu orang yang berada di barisan paling belakang dilengkapi dengan senapan runduk.

"Kita telah sampai!" Ucap Roman, seorang pemburu tua yang telah dipercayai Ivan untuk beberapa tahun belakangan.

Tiga orang dibelakangnya adalah Boris, Edward, dan yang paling akhir dan dipercayai untuk memanggul senapan adalah Oleg, seseorang yang pernah berseteru dengan Arto beberapa saat yang lalu.

Oleg masih menggunakan perban yang menutupi salah satu telinganya, setelah terkena tembakan oleh Arto di desa. Keadaan pemuda itu juga lebih stabil dan merasa siap ketika Ivan merekrutnya untuk bergabung.

Dua kotak kayu berisi dinamit dia angkat sendirian selama perjalanan. Meskipun beratnya sangat membebani tubuh kurusnya, dia tetap melakukan tugas itu, memberikan kenyamanan bagi tiga orang yang ikut dalam kelompok.

"A-Aku... taaruhh...dimana?" Tanya Oleg dengan terbata-bata, karena kekurangan yang dia miliki.

Kedua tangan pemuda itu gemetaran karena sudah tidak kuat membawa kotak yang berat, begitu pula dengan kakinya yang sudah kelelahan akibat perjalanan melewati hutan bersalju, ditambah hawa dingin yang menusuk membuat tubuh Oleg menjadi kacau.

Roman menunjuk mulut tambang dengan sedikit menggerakkan kepalanya, sebagai isyarat untuk meletakan kedua kotak kayu itu disana. Hal itu membuat Oleg harus berjalan sedikit lagi untuk mencapai tempat tujuan, dan karena sudah tidak kuat lagi dia menjatuhkan kotak-kotak itu.

BRRUUUCCKKK...

"Hei!" Pekik Edward dengan keras, "Hati-hati bodoh! Nanti bisa meledak!"

"Ma-Maaf..." Balas Oleg yang segera berlutut untuk mengambil batangan dinamit yang berserakan di salju, "Ta-tapi bukankah ini ti-tidak da-da-pa-pat meledak tanpa dinyalakan?"

Ketiga orang lainnya enggan berkomentar banyak dan lebih suka mentertawakan cara bicara Oleg yang aneh. Tidak ada inisiatif untuk membuat pemuda kurus itu untuk mengambil dinamit, bahkan Roman sang pemburu senior pun juga ikut menahan tawanya.

"Ayo, kalian berdua..." Kata Roman sembari berjalan ke arah mulut tambang, yang segera diikuti oleh dua orang lainnya.

Oleg sedikit merasa lega bahwa orang-orang itu akan membantu dirinya dan berhenti untuk berbuat kejam padanya, namun itu harapan itu segera sirna karena apa yang dimaksud Roman bukanlah seperti apa yang ada dipikiran Oleg.

Ketiga orang itu menyalakan obor dari persediaan yang telah dipersiapkan, dan berniat untuk menelusuri tambang batu bara itu lebih dalam. Mereka meninggalkan Oleg sendirian dengan dinamit-dinamit itu.

"A-apa yang ha-ha-harus aku lakukan de-dengan i-ini?" Tanya Oleg, yang segera membuat ketiga orang itu berhenti dan menoleh ke arahnya.

"Tunggu kami disana, dan jangan melakukan hal bodoh!" Perintah Edward yang diikuti tawa ketiganya.

"K-Kalian ma-mau ngapain? Di-disana ge-gelap... Lagipula tugas ki-kita hanya meledakkan mulut ta-mbang." Tanya Oleg sekali lagi, sembari tetap mengumpulkan semua dinamit yang berjatuhan.

"Emas!" Pekik Boris yang membuat gema di tambang itu, sembari menunjuk jarinya tinggi, seolah bangga dengan apa yang telah dia katakan.

"Tentu saja emas, bodoh! Itu akan membuat kami bertiga kaya raya!" Lanjut Edward, kemudian ketiga orang itu lanjut berjalan hingga tertelan oleh kegelapan.

Oleg melanjutkan pekerjaannya untuk mengumpulkan semua batangan dinamit tadi. Dia sungguh kelelahan, tidak hanya karena beban berat yang di bawa, namun juga karena orang-orang berengsek itu.

Itu bukan salahnya untuk memiliki kekurangan seperti itu, namun dia tidak dapat menghentikan orang-orang itu untuk mengejeknya. Tidak hanya ketiga orang itu saja, namun seisi desa juga memperlakukan hal yang sama.

Tidak ada yang perlu dia pikirkan lagi untuk saat ini. Bukankah ini tempat yang pas untuk bersantai sekarang, setelah sekian lama dikelilingi oleh manusia-manusia bodoh yang berisik.

Dia mengambil batangan dinamit terakhir dan meletakkan itu didalam kotak kayu. Dia akan melakukan apa yang ketiga orang itu perintahkan, untuk menunggu. Lagipula, dia sendiri tidak memiliki pematik untuk menyalakan satupun peledak yang dia bawa.

Dia bersandar pada salah satu sisi kayu penyangga mulut tambang. Punggungnya merasa kelembapan dari kayu yang sudah lapuk itu. Dia meluruskan kedua kakinya untuk lebih bersantai, setelah perjalanan panjang dari desa.

Oleg melihat kotak kayu itu, kemudian membentuk sebuah kepalan bola salju di tangannya. Dia memejamkan kedua matanya dan mulai berseru, "I-ini dia... pe-pemain no-no-mor tu-juh...Oleg..."

Oleg melempar bola salju yang dia genggam ke arah kotak kayu yang terbuka, dan ketika bola salju itu masuk kedalamnya, dia berseru kembali, "Point! O-Oleg me-memmeemberi po-point u-untuk timnya!"

Oleg kemudian tertawa sebentar, untuk menertawai perilakunya yang kekanak-kanakan. Dia tahu bahwa impiannya itu tidak akan pernah terwujud, tidak di dunia yang serba baru ini.

Tawa Oleg sirna dan kembali menunduk lesu, teringat bagaimana kehidupan yang dia jalani saat ini. Namun, dalam lamunannya itu, dia melihat sesuatu yang bergerak diantara semak-semak.

Hingga dia tersadar ada sebuah jejak kaki yang tercipta di atas salju. Itu bukan miliknya, ataupun tiga orang lainnya, karena jejak itu mengarah ke jalan yang berbeda.

Oleg tahu bahwa ini sebuah ancaman bagi dirinya, jika dia tidak melakukan apapun. Dadanya berdegup kencang, dan keringat dingin mengucur, saat tahu jejak baru itu mengarah ke samping mulut tambang.

Dia menelan ludah karena rasa takut, namun tetap menjaga matanya untuk mengikuti arah jejak kaki itu pergi, hingga tanpa dia sadari, pelipis kirinya terasa dingin karena sesuatu.

CLICKK...

CLANGG...

Ujung Laras Revenge Seeker menempel pada pelipis pemuda kurus yang tengah duduk itu. Oleg tidak berani untuk menoleh ataupun berbicara, dan desakan itu hanya membuat dirinya mengencingi celananya sendiri.

"Berikan senapan runduk itu." Ucap seseorang yang menodong Oleg, dengan suara robotik yang khas.






GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang