Peledak, Senjata, dan Beberapa Peluru

15 2 0
                                    

"Jessy!" Panggil robot itu setelah dia masuk ke dalam gudang kerja Jessy, bahkan tanpa mengetuk terlebih dahulu, "Aku butuh peledak, senjata, dan beberapa butir peluru!"

Jessy yang tengah tertidur di kursinya segera melompat akibat kejutan yang tidak akan dia sangka. Robot itu bertamu malam-malam seperti ini dan itu bukanlah kebetulan yang biasa.

"Huh?" Ucap Jessy dengan sangat malas, sembari mengusap matanya yang masih sayup-sayup.

Remaja perempuan itu sebenarnya telah mendengar permintaan Arto, namun dia mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak salah dengar, "Kamu minta apa tadi?"

"Peledak, aku butuh itu sekarang."

Jessy menguap sembari berjalan ke sebuah meja kerja yang telah dipenuhi barang-barang. Beberapa cairan berwarna biru dan hijau tumpah dimana-mana, membasahi sebuah cetakan biru untuk sebuah proyek.

Jessy yang masih dalam keadaan setengah sadar mencari sesuatu di atas meja penuh barang itu. Dia bahkan menepis beberapa barang, hingga terjatuh ke lantai, seolah itu bukan sesuatu yang berguna.

"Kamu bilang peledak tadi?" Tanya remaja itu sekali lagi, yang kemudian mengambil sebuah botol kaca, "Untuk apa?"

"Aku harus membantu ayahmu untuk meledakkan mulut tambang. Aku butuh itu sekarang darimu."

"Apakah itu rencana ayah? Mengapa tidak pakai senjata di gudang desa saja, Arto?" Balas Jessy, dia kemudian menyingkirkan beberapa benda di atas mejanya dan duduk disana.

Wajah remaja itu tiba-tiba terlihat tidak bersemangat ketika mendengar kata ayahnya. Tindakannya itu diikuti dengan dirinya yang menaruh botol kaca berisi cairan itu di sampingnya.

"Aku tidak bisa melakukan itu. Ayahmu dan warga desa ada sedikit permasalahan, sehingga..."

"Sehingga kamu ingin perlengkapan dariku!?" Potong gadis remaja itu tiba-tiba. Dia kembali berseri dan berubah seratus delapan puluh derajat dari beberapa detik yang lalu.

"Tunggu, kenapa kamu..."

"Kamu adalah orang pertama... Atau mungkin robot pertama yang minta perlengkapan dariku." Lanjut Jessy dengan semangat, seolah lupa akan rasa kantuknya.

Jessy kembali mengambil botol kaca berisi cairan itu, "Ini adalah bahan peledak yang kamu inginkan. Tinggal saja..."

Jessy beranjak dari tempat itu dan membuka beberapa laci. Dia menyatukan botol kaca itu dengan botol kaca yang berisi cairan berwarna berbeda, mengikat keduanya dengan lakban dan menambahkan sebuah jam alarm diatasnya. Terakhir dia memberikan pita berwarna merah muda disana.

Jessy tertawa, kemudian mengangkat penemuan terbarunya tinggi-tinggi, "Lihatlah! Robot! Aku menamainya... The Tick Tock Boom!"

Robot itu menerima benda yang Jessy katakan sebagai peledak itu di tangannya, "Kamu tidak bisa menamainya begitu saja, apalagi itu berasal dari bahan bakunya. Lalu fungsi pita merah itu?"

"Itu hanya hiasan, tunggu! Kamu mau atau tidak?"

Arto melihat benda yang terlihat aneh itu, kemudian melihat ke arah Jessy yang telah memasang wajah penuh harap. Sedikit tidak percaya, namun Arto tidak memiliki pilihan lainnya, maka dia hanya memberikan anggukan, "Baiklah."

"Kamu tidak akan kecewa! Cukup nyalakan jam alarm diatas benda itu dan tunggu lima menit." Lanjut Jessy dengan senyum puas, setelah tahu robot itu akan memakai barangnya.

"Lima menit?"

"Sangat susah mencari jam alarm yang memiliki durasi berdering singkat disini, tahu!"

Arto melihat sekali lagi benda itu dan mencoba memantapkan dirinya atas keputusan itu. Namun, dia juga membutuhkan perlengkapan dan senjata, dimana dia harus bersiap dengan bentuk apapun yang akan remaja itu tawarkan.

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang