Si Terinfeksi

22 3 0
                                    

Orang yang terinfeksi itu berdiri disana, di sebuah ruangan gelap tak jauh dari mereka bertiga. Berdiri dengan kedua kakinya yang sedikit gemetaran akibat belum terbiasa menopang tubuhnya setelah sekian lama tidur.

Darah menetes dari beberapa bagian tubuhnya akibat kulitnya yang mengelupas. Sekujur tubuhnya seakan sedang meleleh dan dari balik luka-lukanya itu timbul guratan hitam yang memenuhi pembuluh darahnya.

Dia mulai memperhatikan mereka bertiga, namun belum mendapatkan target incaran. Dia mendangah untuk melihat ke langit-langit ruangan sembari sesekali membuka dan menutup mulutnya dengan cepat dan keras.

Hasil dari perbuatannya menghasilkan luka dari mulutnya sendiri, dimana kedua baris giginya saling berbenturan dan melukai gusi, menciptakan darah yang ikut menetes dari mulut si terinfeksi.

Buku jari-jarinya bergerak bebas tak terkontrol, diikuti dengan gerakan lengan dan pergelangan tangan yang tidak biasa, semenjak dia sudah kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri.

Kuku-kukunya menjadi hitam sehitam kedua bola matanya. Beberapa ruas jari juga memiliki ukuran yang lebih panjang dari yang lain, sebagaimana bentuk dari White Face nantinya. Meski begitu, tubuhnya masih berada dalam ukuran manusia biasa, tidak seperti bentuk akhir dari White Face yang memiliki tubuh lebih besar, dan keempat anggota gerak yang panjang.

Julukan White Face sudah dapat diberikan kepadanya, semenjak sekujur tubuhnya sudah memiliki warna pucat seperti bentuk akhir mereka. Tidak terkecuali, dia juga sudah buta dan hanya dapat mengandalkan nafsu berburu yang baru.

Amanda hanya dapat gemetaran ketika melihat si terinfeksi. Keringat dingin bercucuran sebagai respon panik dan ketakutan yang berlebihan. Satu hal yang sangat dia inginkan saat ini, yaitu keluar dari rumahnya sendiri.

Wanita paruh baya itu mulai mundur perlahan, hingga punggungnya tertahan oleh pintu rumah yang tertutup. Dia menggeleng dan menutup kedua matanya karena enggan melihat darah yang menggenang di lantai rumahnya.

Disisi lain, si terinfeksi mengendus di udara hingga dia menyadari sesuatu. Lantas, dia mulai memperhatikan ke arah Amanda yang jatuh tersungkur karena tidak mampu menahan rasa takutnya sendiri.

Si terinfeksi menggerang kesakitan, sembari dirinya yang mulia melangkah maju satu per satu. Jejak telapak kaki berdarah timbul dari kubangan darah di tempat dia berdiri tadi.

Melihat si terinfeksi mulai mendekati mereka bertiga, Ivan mulai memasang kuda-kuda siaga. Dia sempat menoleh ke arah Arto dan berharap robot itu membantunya dalam hal ini, meski itu berarti dia harus bertarung tanpa senapan runduknya.

Jelas, Arto tidak membawa senjatanya. Dia sudah merusak senapan itu jauh-jauh hari ketika menghadapi serbuan White Face di bunker. Dia juga tidak membawa senjata jarak dekat apapun untuk kali ini. Hanya saja, Ivan tidak tahu bahwa robot itu sudah diperlengkapi dengan berbagai macam hal, termasuk pertarungan tanpa senjata.

[Peringatan!]
[Potensi serangan 99 persen.]

Arto mengangkat kedua tangan besinya dan mengepalkannya di udara. Dia menggerakkan kaki kirinya sedikit kebelakang, sementara kaki yang lain tertekuk guna mempersiapkan serangan.

[Mengaktifkan jarak dekat.]

Arto menggunakan mekanisme unik yang berada di sekitar kedua matanya  untuk menutup dan terbuka dengan cepat, seolah sedang berkedip, namun yang sebenarnya robot itu lakukan adalah sedang mengunci arah gerakan musuhnya.

Benar saja, si terinfeksi langsung berubah menjadi agresif setelah Arto berkedip yang kedua kalinya. Si terinfeksi mulai berlari ke kanan dan kiri, karena kakinya yang belum terlalu seimbang.

Ivan dan Arto bersiap untuk menyambutnya. Mereka berdua akan melakukan yang terbaik untuk tidak membiarkan si terinfeksi melakukan apapun yang dia inginkan, hingga sesuatu hal terjadi pada kaki si terinfeksi.

BRRAAACKKK...!!!

Dia kehilangan keseimbangannya tepat ketika berjarak beberapa langkah dari mereka bertiga. Dia terjatuh di depan kaki Ivan dan Arto yang telah memasang kuda-kuda.

Ivan menoleh ke arah Arto dengan cepat, namun dia tidak mendapatkan balasan, semenjak robot itu tetap mengunci kedua matanya pada musuhnya.

Semua orang terdiam, tidak tahu harus berkata apa pada situasi canggung ini, kecuali Ivan yang terlihat mencoba menahan ketawanya.

"Apa-apaan itu!" Teriak pria berjenggot itu yang segera diikuti dengan tawa lepas.

Ivan memegangi perutnya yang sakit akibat tertawa, dan mulai meninggalkan posisi bertarungnya. Arto juga melakukan hal yang sama, ketika komputernya telah mengurangi potensi ancaman dari si terinfeksi.

"Hei bodoh, apakah kamu baik-baik saja?" Ujar Ivan, dia berlutut dan menusuk-nusuk punggung si terinfeksi dengan jarinya, "Maksudku, kamu terjatuh begitu keras hingga kubangan darah ada di bawahmu. Kamu yakin tidak apa-apa?"

Ivan mulai tertawa kembali dan berharap semua orang juga ikut melakukannya. Dia melihat kepada Arto, kemudian Amanda, namun mereka berdua hanya diam saja.

Arto enggang melakukan apa yang Ivan lakukan, sementara Amanda tidak bisa melakukannya semenjak rasa takut masih mengendalikan dirinya.

...!!!

Secara mengejutkan tangan si terinfeksi bergerak dan menarik baju yang Ivan, membuat darah ikut membasahi baju tersebut, kemudian diikuti dengan suara yang serak, "S-ssakkit... To-l...ong..."

Semua orang di rumah itu menjadi tertegun, karena si terinfeksi yang berbicara kepada mereka semua. Mereka semua telah mengira bahwa dia sudah benar-benar berubah menjadi salah satu dari mahkluk itu, namun ini adalah hal yang aneh.

Ivan terkejut bukan main dan segera menarik dirinya mundur. Dia terlepas dari genggaman tangan si terinfeksi, namun bajunya kini basah karena darah.

Si terinfeksi mulai kehilangan kesadarannya, dia hanya tengkurap di atas kubangan darahnya sendiri. Tidak ada dari mereka bertiga yang hendak mendekat untuk saat ini, karena tidak tahu apa yang akan terjadi.

Dia berbicara kembali, namun kepalanya yang sudah terpendam dalam kubangan darah hanya membuat suaranya sulit terdengar, "I....vvvvvvaaaaaann..."

Si terinfeksi menggerakkan tangannya dan mencoba meraih Ivan yang tentu segera mendapatkan tepisan kasar dari pria berjenggot itu. Hingga akhirnya si terinfeksi tidak sadarkan diri sekali lagi.

"Dia memanggilku! Dia memanggilku!" Ujar Ivan beberapa kali dengan panik.

Seketika salah satu mata Ivan yang telah berubah menjadi sakit. Itu sungguh menyakitkan dan dia tidak dapat menahannya, namun itu semua hanya menyadarkan dirinya bahwa dia juga dapat bernasib sama dengan orang dihadapannya.

Rasa sakit itu hanya di matanya, namun ketika radiasi sudah memenuhi sekujur tubuhnya maka dapat dipastikan dia harus merasakan apapun yang orang dihadapannya rasakan.

Melamunkan semua rasa sakit itu hanya memercik rasa takut yang keluar dari tubuh Ivan, dan itu bukanlah sesuatu yang bagus karena kini ada dua orang yang melakukannya.

Tubuh si terinfeksi mulai bergerak, diawali dengan kaki-kakinya yang gemetaran, sebelum akhir mencoba bangkit berdiri. Diikuti dengan dirinya sendiri yang berdiri sekali lagi, guna memandang pria yang telah menertawakannya.

Sekujur tubuhnya kini berlumuran darah, hasil dari berdiam diri di kubangan darah. Namun itu bukanlah masalah, semenjak dia sudah tidak dapat mengendalikan dirinya lagi.

Dia bergerak bukan dari keinginannya sendiri. Dia sudah tidak dapat mengontrol apapun, selain mengikuti nafsu baru yang berasal dari mutasi tubuhnya.

Semua rasa sakit itu berangsur-angsur menghilang, sama seperti dengan nyawanya, namun dalam kesempatan terakhir dia mengatakan keinginan terakhirnya, "Tooo...nnn...ggg- bbbu...nnuhh... akku..."



GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang