Catatan Arto (VI)

47 5 3
                                    

"Apakah kamu tahu sesuatu, Arto?" Tanya wanita paruh baya itu, "Gadis itu, ada sesuatu yang aneh dengan tubuhnya."

Robot itu membuka memorinya kembali, disaat dia dan gadis itu berada di taman bunga. Taman itu penuh dengan radiasi dan dengan begitu, siapapun yang ada di sana akan terpapar olehnya. Robot seperti dirinya tidak akan bisa terpapar, menyisakan Eva saja yang berpotensi terkena. Akan tetapi, gadis itu tidak mendapatkan apa-apa.

Arto hendak mengatakan yang sejujurnya mengenai gadis itu. Akan tetap, ada sesuatu yang menahan dia untuk melakukannya. Dia ingin merahasiakan kondisi teman manusianya.

"Tidak." Arto menggelengkan kepalanya, robot itu berusaha untuk berbohong, "Aku tidak pernah tahu bahwa ada manusia yang selamat jika terkena luka mutasi. Maka dari itu, aku sangat yakin jika itu hanyalah luka biasa. Dan mengenai penyembuhannya, tubuh anak-anak lebih cepat beregenerasi."

Wanita bernama Bibi Amanda itu nampak tidak yakin dengan ucapan Arto. Dia mulai mengusap dagunya dan mulai memikirkan perkataan robot di hadapannya.

"Percayalah padaku, pemulihan luka pada tubuh anak-anak memang cepat." Ujar robot itu menambahkan.

"Tidak... tidak, aku tidak bermaksud untuk tidak mempercayaimu. Namun, luka gadis itu terlalu meyakinkan untuk aku bilang luka akibat salah satu mahkluk mutasi." Balas wanita itu penuh dengan keraguan.

Arto berusaha untuk tetap menutupi rahasia teman manusianya. Dia tidak ingin membiarkan rahasia imunitas Eva bocor kepada siapapun. Robot itu bahwa temannya akan menjadi incaran penelitian jika kondisi imunitasnya diketahui.

"Jika benar itu adalah luka akibat mahkluk mutasi, maka seharusnya dia sudah terinfeksi, bukan?" Ujar robot itu sekali lagi, mencoba meyakinkan, "Infeksi seperti itu akan langsung menjangkiti inangnya kurang dari satu jam."

Lantas, wanita itu menunduk dan menggelengkan kepalanya, "Aku tidak tahu, Arto. Aku sangat yakin dengan apa yang aku lihat sendiri." Ujarnya.

Arto tahu bahwa dia perlu usaha yang lebih untuk menang dalam perdebatan ini. Dia akan melakukan apapun untuk memenangkannya, terutama jika itu menyangkut teman manusianya.

Arto hendak mencoba meyakinkan wanita itu sekali lagi. Namun, dia masih belum mendapatkan alasan yang cukup kuat untuk menutupi kebohongannya.

Disisi lain, Bibi Amanda nampak semakin terlarut dalam pikirannya sendiri. Kini, dia mulai memejamkan kedua matanya sebagai tanda keseriusannya dalam memikirkan perkataan robot itu.

Arto mencoba kembali keberuntungannya, "Apa yang kamu lihat salah-" Kalimat Arto tidak sempat untuk diselesaikan karena ada sesuatu yang terjadi secara mendadak.

Bibi Amanda mulai goyah dari posisi berdirinya. Kondisi itu diperparah dengan timbulnya sesak napas pada wanita itu. Beruntung baginya, Arto sempat untuk menahan dia agar tidak terjatuh.

Bibi Amanda berusaha sekuat tenaga untuk kembali bangkit. Dia berpegangan pada dinding kayu, kemudian menyandarkan punggungnya di sana guna beristirahat sejenak.

Secara spontan, tangannya segera dia letakkan di depan dadanya yang naik turun tidak beraturan. Dia mencoba menarik napas dalam-dalam dan mengaturnya kembali. Namun, rasa sakit kian menyerangnya.

"Maaf Arto, penyakit asmaku kambuh." Ujar Bibi Amanda dengan suara yang serak, "Ini sering terjadi jika aku terlalu memikirkan sesuatu." Tambah wanita itu menjelaskan.

Arto tahu bahwa ini adalah kesempatan emas baginya untuk menghentikan perdebatan mereka. Dia juga tahu bahwa dirinya juga dapat menyembunyikan rahasia temannya lebih lama lagi.

"Kamu perlu beristirahat." Saran robot itu, "Ada baiknya, kamu juga berhenti untuk memikirkan mengenai kondisi gadis itu. Bukankah cukup untuk mengetahui dia sudah selamat dan hidup sebagai gadis pada umumnya?"

Wanita itu tidak menaruh perhatian penuh pada semua ucapan Arto. Dia hanya mengangguk setuju untuk saran beristirahat. Akan tetapi, dia tidak terlalu memberikan respon untuk ucapan setelahnya.

Lantas, Arto menuntun wanita itu untuk pergi ke kursi kayu di sudut ruangan. Wanita paruh baya itu sedikit tertatih-tatih dalam berjalan namun dengan langkah pasti, mereka tiba di sana.

"Apakah kamu butuh sesuatu? Aku bisa memanggil Ivan jika perlu." Kata robot itu menawarkan bantuannya.

"Tidak." Sanggah Bibi Amanda dengan suara serak yang masih melekat, "Aku sudah sering mengalaminya, nanti juga hilang sendiri."

Tentu, Arto tidak dapat secara semerta-merta meninggalkan orang yang telah membantu teman manusianya. Dia tahu mengenai etika manusia tentang berbalas budi, dan setidaknya dia dapat mempraktikkannya hari ini.

Maka dari itu, Arto bertanya sekali lagi, "Sungguh, apakah tidak ada yang dapat aku lakukan?"

Bibi Amanda mulai terlihat kembali ke kondisi awal. Dia sudah dapat bernapas lebih baik dan teratur. Nyeri di dadanya juga semakin berkurang. Sesuai dengan apa yang dia katakan sendiri, penyakit asmanya hilang secara sendirinya.

"Sudah aku katakan, aku baik-baik saja." Balas wanita itu dengan tegas kali ini.

Arto tetap menunggu disana untuk mendapatkan perintah dadakan, atau permintaan pertolongan. Namun, kedua hal itu tidak kunjung keluar dari mulut wanita paruh baya itu.

Tak lama berselang, Bibi Amanda mulai berbicara kembali. Namun, bukan mengenai permintaan pertolongan, melainkan sesuatu yang lain, "Apakah kamu berbohong, Arto?" Tanya wanita itu.

Arto tidak memiliki reaksi terkejut akan pertanyaan itu. Bukan karena robot itu tidak mau mengekspresikannya, melainkan dia memang tidak dirancang untuk itu. Jikalau dirinya memang memiliki reaksi terkejut, maka setidaknya dia akan melompat histeris karena kebohongannya berhasil diketahui.

Arto hanya berdiri disana dengan diam seribu bahasa. Dia terus mempertanyakan mengenai cara wanita itu tahu bahwa semua perkataannya tentang kondisi Eva adalah kebohongan. Disisi lain, dia juga mencoba mencari kata-kata pengganti untuk menutup kebohongannya kembali.

"Kamu mulai menjelma menjadi manusia, Arto. Pada awal kita berbicara, nada yang kamu katakan terdengar sangat datar. Aku tidak bisa menyalahkanmu karena kamu memanglah sebuah robot. Namun, ketika kita sudah berbicara mengenai kondisi Eva, nada yang kamu pakai sedikit berubah. Aku tahu kamu menggunakan nada pelan nan lembut untuk mencoba menggait lawan bicaramu untuk yakin akan ucapanmu. Aku tahu hal-hal ini karena dulunya aku adalah psikolog dan aku tidak pernah menyangka bahwa ilmu ini aku terapkan pada sebuah robot."

Robot itu mengucapkan satu kata sebagai balasannya, "Maaf." Kemudian dia kembali diam untuk beberapa saat.

"Mengapa kamu melakukannya? Robot yang dapat berbohong? Ini adalah kali pertama aku mendengarnya." Ujar Bibi Amanda sembari tetap duduk diatas kursi kayu itu.

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang