Bagian Sam

23 2 0
                                    

Sebuah pertarungan telah usai pada lantai atas, namun ada bagian cerita yang masih terlewat. Jauh didasar bunker, Sam memiliki pertarungannya sendiri.

Semuanya dimulai pada sejam yang lalu, lebih tepatnya ketika elevator yang pria itu naiki jatuh hingga lantai bunker paling bawah.

Tidak ada yang dapat Sam rasakan selain rasa sakit di sekujur tubuhnya. Kepalanya terbentur keras hingga membuat rasa pening yang tak tertahankan. Telinga pria itu juga berdengung hebat akibat hentakan tadi.

Sam merayap keluar dari pintu elevator yang rusak. Debu, kotoran dan puing-puing kerusakan menjadi hal yang menempel pada tubuhnya.

Semua hal ini menjadikan pria itu semakin kesal. Akan tetapi, dia masih perlu bersyukur karena tidak meninggal disana. Ini adalah keberuntungan yang diperlukan olehnya.

Meskipun dia mampu bertahan hidup, hal itu tidak menujang tubuhnya baik-baik saja. Bahu kanan dan satu ruas rusuk pria itu patah. Memar dikepalanya serta luka sobek yang parah.

Apabila melihat keadaan dirinya seperti itu, seseorang mungkin akan memilih untuk tidak selamat dari awal. Namun, itu tidak berlaku bagi Sam, karena pria itu tahu bahwa tujuannya kemari belum tercapai.

Pria malang itu mencoba berdiri, akan tetapi rasa sakit terus mengigitnya. Bahkan, pria seperti nampak perlu bantuan pada saat seperti ini.

Mirisnya, tidak ada siapapun disana yang dapat membantu. Sam harus mengandalkan dirinya sendiri untuk hal itu. Dia mencoba untuk berdiri kembali.

Dia bersandar pada dinding lorong, kemudian mencoba menekuk kedua lututnya. Rintihan rasa sakit keluar secara spontan dari mulut nya. Ia menjerit kesakitan untuk usaha berdiri saja.

Tubuh Sam gemetar disaat dirinya melihat ke arah kanan. Sebuah tulang mencuat keluar dari bahunya. Luka itu diikuti dengan darah yang mengalir deras.

Sam memalingkan muka dari luka itu. Setidaknya, dia tidak melihat tulang yang mencuat itu lagi. Dia tidak dapat memperbaiki keadaan ini, tidak disini dan seorang diri.

"Huft... Huft... Huft... Ingat tujuanmu, sialan!" Sam mencoba berdiri sekali lagi, dia menjerit dengan sekuat tenaga untuk hal itu.

Hingga seluruh berat tubuh Sam berhasil ditumpu pada kedua kakinya. Pria itu berhasil berdiri dengan tegap, namun bukan berarti rasa pening dan nyeri berhenti disana. Dia harus tetap merasakannya, dan kini makin parah.

Tangan kiri Sam memegang shotgun, sementara tangan kanannya ia pakai untuk berpegangan pada dinding lorong. Dia berjalan tertatih-tatih untuk menuju ke sebuah ruangan.

Lorong yang gelap dan dingin. Satu-satunya sumber cahaya disana adalah lampu lorong yang berkelip untuk beberapa detik saja.

Lantai paling bawah bunker. Tempat ini sangat dilarang untuk dikunjungi oleh para penduduk bunker. Pada lantai ini menyimpan beberapa fasilitas yang boleh diketahui oleh pimpinan saja.

Bahkan Sam yang telah menjadi tangan kanan pemimpin bunker-pun juga dilarang untuk berkunjung. Namun, disaat keadaan sudah seperti ini, nampaknya pimpinan bunker juga tidak akan keberatan apabila Sam berjalan-jalan disana.

Pria itu terus menelusuri lorong hingga mendapati sebuah cahaya biru. Cahaya biru itu berasal dari sebuah ruangan di lantai itu.

Sam yang melihat cahaya biru itu segera teringat akan sesuatu, "Arto?"

Sam menggelengkan kepalanya untuk mengeluarkan ingatan itu, "Tidak, mengapa aku mengingat bedebah menyebalkan itu. Meskipun warna matanya sama, itu bukan berarti dia."

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang